01. Si Bungsu Dinandra

1.6K 116 4
                                    


"BUNDAA KAOS KAKI PUTIH AKU DI MANAA?" Teriakan menggema dari si bungsu sudah menjadi rutinitas di pagi hari, benda yang dicari pun selalu sama, kaos kaki. Sepertinya ia bermusuhan dengan benda dari katun itu.

Saat masih sibuk mengobrak-abrik seisi lemari, seseorang menyodorkan sepasang kaos kaki putih padanya. Itu bukan Bunda, melainkan sang anak pertama atau yang biasa disebut Abang. Bukan memberikan respon baik, Dinandra justru mendengus dan menarik kasar kaos kaki di genggaman si sulung. Lantas berlalu duduk di ranjang tanpa mengucapkan kata terima kasih.

Sang Abang yang terlihat sudah terbiasa dengan tingkah adik bungsunya, tak menunjukkan reaksi marah sama sekali, justru dengan senyum manisnya ia menghampiri Nandra yang sibuk memakai sepatu. Berdiri di hadapan sang adik, jari-jari tangannya mulai bergerak membentuk kalimat yang berbunyi "selamat pagi."

Lagi dan lagi, bukan respon baik yang diberikan si bungsu, justru ucapan ketus yang menohok hati. "Ngomong apa sih? Kalau bisu gak usah ngomong sama gue! Gue gak ngerti bahasa isyarat!"

"Udah sering dibilangin jangan ngomong sama gue, masih aja! Ngeyel banget sih!" gerutunya sambil berlalu meninggalkan Harsa yang masih di posisi yang sama dan juga senyum yang sama.

°°°°

Setelah pertengkaran kecil tadi, kini kedua anak itu tengah sarapan bersama dengan Bunda. Tak ada obrolan hangat seperti keluarga lainnya di luar sana. Itu karena si bungsu yang memang pendiam dan di sulung yang hanya bisa berbahasa isyarat. Jadilah setiap sarapan dan makan malam hanya diisi keheningan dan dentingan sendok yang beradu.

"Nandra, hari ini berangkat sekolah bareng Abang ya?" ucap Bunda memecah hening.

Bungsu yang namanya disebut mendongak, dengan alis bertaut ia bertanya. "Kok sama aku? Biasanya Abang diantar supir."

"Mobilnya masih di bengkel, mungkin nanti sore baru selesai. Jadi gak pa-pa ya hari ini Abang nebeng kamu?" bujuk Bunda.

Nandra menggeleng keras. "Gak mau! Suruh abang naik bus aja! Aku gak mau!" Setelah mengatakan itu, ia lantas bangkit meninggalkan meja makan.

"DINANDRA!" teriak Bunda.

"AKU GAK MAU BUNDA!" balasnya berteriak. Tak lama setelah itu terdengar deru motor menjauh. Dinandra sudah berangkat sekolah, meninggalkan Harsa.

Bunda menghembuskan nafas lelah, anak bungsunya ini benar-benar! Ia tak habis pikir mengapa Dinandra sangat bermusuhan dengan Abangnya sendiri, seingatnya ia sudah mendidik kedua anaknya itu dengan baik, selalu mengingatkan mereka untuk menyayangi satu sama lain, ia ingat betul telah mengajarkan itu setiap hari.

Harsa yang sedari tadi hanya melihat perdebatan Bunda dan adiknya, mulai angkat suara. "Gak pa-pa Bunda, Harsa naik bus saja," ucapnya dalam bahasa isyarat.

Bunda lagi-lagi hanya mampu menghela nafas pasrah. Dielusnya surai hitam si sulung. "Maafin adikmu ya? Jangan benci dia, oke Harsa?"

Harsa mengangguk, tanpa Bunda suruh pun ia akan selalu memaafkan perlakuan Dinandra padanya, ia tak akan marah apalagi membenci adiknya itu, tak akan. Harsa berjanji.

"Harsa berangkat ya Bunda, nanti ketinggalan bus." Tak lupa untuk menyalimi tangan Bunda sebelum pergi.

Bunda menatap kepergian Harsa dengan tatapan sendu. Setiap hari ia melihat bagaimana si bungsu tumbuh menjadi orang yang paling membenci Abang. Hal ini membuat ia merasa gagal menjadi seorang Ibu.

°°°°°

Bel istirahat adalah alasan helaan nafas lega serta untaian kalimat syukur keluar dari belah bibir para siswa dan siswi, setelah kurang lebih 4 jam mereka terkurung di dalam kelas dengan 2 jenis mata pelajaran, kini mereka bisa mengistirahatkan otak dan mengisi perut di kantin. Tak terkecuali dengan Nandra yang kini tengah merapihkan mejanya, bersiap menuju kantin.

Abang, Maaf [Jaemin ft Haechan]Where stories live. Discover now