02. Hai, ini Abang

910 107 3
                                    

warn⚠️ narasi 80% hati-hati gumoh.

Ada 3 hal di dunia ini yang Harsa benci.

Pertama, pagi hari. Karena baginya tidak ada yang berbeda antara hari kemarin, hari ini maupun hari esok. Semuanya sama, Harsa hanya akan menjadi pecundang setiap harinya.

Kegiatan yang dilakukan setiap hari pun monoton dan membosankan, kecuali satu hal. Seperti pagi ini, Harsa yang sudah melakukan rutinitas paginya dan sudah lengkap dengan seragam sekolah itu kini tengah duduk santai di ranjang, hanya tinggal menunggu hal yang selalu ia nanti saat pagi, teriakan menggema Nandra.

1

2

3

"BUNDA KAOS KAKI NANDRA DI MANAA??"

Benarkan kata Harsa? Dirinya sudah sangat hapal dengan morning habbit si bungsu ini. Segera saja ia bergegas menuju kamar Nandra, memasukinya tanpa permisi. Nandra tak akan marah hanya karena Harsa yang masuk kamarnya tanpa izin, entah kenapa. Padahal saat Bunda atau Ayah yang masuk ia akan marah-marah dan mengatakan bahwa dirinya butuh privasi, tapi jika itu Harsa entah hilang ke mana privasi yang dia elu-elukan.

Dengan cepat Harsa menarik laci tempat pakaian dalam berada. Kaos kaki memang selalu Bunda letakkan di sana, di sisi agak dalam. Memang dasarnya Nandra yang bebal atau hobi membuat rusuh setiap pagi, sehingga setiap hari kerjaannya hanya mencari kaos kaki.

Setting tempat pun sama setiap paginya. Kini Nandra seperti biasa tengah berdiri di depan lemari yang sudah ia obrak-abrik, lengkap dengan pose menggaruk kepala khas orang kebingungan. Harsa mencolek bahu sang adik yang membuatnya menoleh, lalu disodorkannya kaos kaki milik Nandra. Respon yang diberikan pun masih sama, dengusan keras dengan tangan yang merebut kaos kaki.

Harsa berjalan ke hadapan Nandra, tangannya sudah bersiap membentuk kalimat isyarat tapi suara ketus Nandra lebih dulu menginterupsi. "Gak tau Abang! Aku gak tau Abang ngomong apa! Jangan ngomong sama Nandra lagi!"

Setelahnya seperti biasa, si bungsu melengos begitu saja keluar kamar. Harsa hanya bisa tersenyum. Tak masalah baginya apapun yang dikatakan Nandra, bahkan jika itu kata umpatan, dirinya tak akan marah. Karena bagi Harsa, Nandra yang masih mau berbicara padanya adalah hal yang lebih penting.

Harsa sudah menjelaskan yang pertama, maka kini giliran hal kedua yang Harsa benci. Yaitu waktu istirahat.

Jika kebanyakan murid lain sangat menanti dan menyukai waktu istirahat, maka Harsa adalah sebaliknya. Ia sangat benci waktu istirahat, karena pada saat itulah para pembully akan menghampirinya, mengganggunya, merampas uang miliknya, menjadikan dirinya pembantu bahkan sampai samsak hidup untuk pelampiasan amarah mereka.

Harsa hanya merasa aman saat jam pelajaran berlangsung, karena pada saat itu semua orang mengabaikannya, dan Harsa suka itu.

°°°°

Dan yang terakhir, hal yang paling Harsa benci dibanding 2 hal di atas. Itu adalah perdebatan Bunda dan Dinandra. Harsa sangat tak tahan melihat bagaimana Bunda serta adiknya selalu adu mulut, dan yang lebih membuatnya benci adalah penyebab adu mulut itu, dirinya.

Bahkan saat ini pun dari tempatnya berbaring Harsa bisa mendengar Bunda dan Dinandra yang saling berseru kesal. Jika biasanya Harsa akan berusaha melerai, tapi untuk saat ini ia tidak bisa melakukan itu. Selepas pulang sekolah tadi perutnya sakit bukan main, Harsa jatuh lemas setelah bolak-balik kamar mandi 10 kali. Mungkin ini karena sudah 3 hari ia makan sambal terlalu banyak saat makan siang, tentu saja karena ulah para pembully itu.

Saat akan memejamkan mata, suara pintu yang dibuka mengalihkan perhatian Harsa. Ia menoleh, terlihat sang adik datang dengan wajah masam juga nampan berisi sepiring nasi dan segelas air putih di tangannya. Harsa tersenyum.

"Apa senyum-senyum? Aku bawain ini karena dipaksa Bunda, ya!" sentak Nandra dengan sedikit kasar. Dia meletakkan nampan berisi makanan itu di nakas.

Saat Nandra akan pergi, Harsa segera menahan pergelangan tangan adiknya itu. Kali ini ia akan berbuat licik dengan memanfaatkan situasi. "suapi Abang ya?" ucapnya melalui gerak tangan.

"Ngomong apa sih!" Dan ya, tentu saja si bungsu kita ini tidak mengerti.

Harsa menghela nafas pelan. Tak kehabisan ide, ia menunjuk piring berisi makan malam serta bergantian menunjuk Nandra dan dirinya.

Si bungsu yang sepertinya mengerti sontak menyentak kasar tangan Harsa yang menggenggamnya. "Gak mau! Makan aja sendiri. Manja banget udah gede, aku waktu sakit gak pernah tuh minta suapi-"

Nandra menghentikan ucapannya, sekelebat ingatan saat dirinya sakit tiba-tiba saja terlintas. Ingatan tentang bagaimana manjanya Dinandra Naraya Gautama saat sakit, ia tak ingin ditinggalkan Bunda barang satu detik. Bunda harus turut berbaring seharian sembari memeluknya. Ah, dia lebih parah rupanya.

Mendengus keras, Nandra menatap wajah memelas Abang saat ini. "Huh! Yaudah sini aku suapi, tapi jangan ge-er! Aku cuma takut dimarahin Bunda kalau Abang gak makan."

Harsa tersenyum mendengar ucapan ketus adiknya itu. Buru-buru ia membenarkan posisi bersandar pada kepala ranjang, bahkan ia sudah membuka mulutnya di saat Nandra baru saja mengambil piring. Nandra yang melihat sang Abang sangat bersemangat hanya bisa memutar bola matanya malas.

Dengan telaten ia menyuapi Harsa, sambil sesekali menyingkirkan daung bawang dan memisahkan kuning serta putih telur milik Harsa. Nandra tentu tahu kalau Abang ini tidak menyukai daun bawang dan kuning telur, karena menurutnya terlalu amis. Dan hal itu aneh menurut Nandra, karena baginya bagian terlezat dari telur ya berada di kuningnya.

"Kenapa sih ga ngelawan?" celetuk Nandra di tengah kegiatannya menyuapi Harsa. Melihat lawan bicaranya menampilkan raut bingung, Nandra kembali berucap.

"Lawan! Harusnya abang lawan mereka, laporin ke guru atau aduin ke Ayah! Kenapa sih diam aja setiap dibully? Suka banget jadi pecundang. Inilah kenapa Nandra males sama Abang, Abang itu lemah, pecundang dan gak bisa ngelindungin diri sendiri, apalagi kalau jagain aku. Abang-" Nandra menghentikan ucapannya saat melihat wajah sendu yang Harsa tunjukkan. Apakah dia sudah keterlaluan? Ia kan hanya menyuarakan isi pikiran saja!

"Udah ah! Makan aja sendiri, aku capek." Nandra lantas bangkit setelah meletakkan piring dengan sisa nasi yang sedikit itu di pangkuan Harsa. Namun baru beberapa langkah, ia kembali dan mencomot kuning telur milik Harsa.

"Gak dimakan 'kan? Aku minta." Setelahnya ia benar-benar pergi dari kamar si sulung.

Sedangkan Harsa hanya menatap kosong pada makanannya.

"Abang lemah, Abang pecundang, Abang gak bisa jaga diri Abang sendiri."

Nandra benar. Dirinya memang lemah dan pengecut, pantas saja adiknya itu tak mau dekat dengannya, memangnya siapa yang mau menanggung beban? Melindungi diri saja ia tak becus. Dari dulu Ayah selalu meminta Nandra untuk menjaganya, yang mana itu seharusnya tugas Harza sebagai anak pertama.

"Maaf, Nandra. Abang minta maaf," lirihnya dalam hati.


°°°°

Nah, gimana part ini?
Jangan lupa voment ya ( .◜‿◝ )

note: alur cerita ini ga seberat yang kalian pikirkan. Rasa benci Dinandra bukan yang berlebihan, karena bagaimanapun ia pernah menadi seorang adik yang sangat dekat dengan Harsa.

Abang, Maaf [Jaemin ft Haechan]Where stories live. Discover now