A Big Storm

209 23 5
                                    

Boom!!!

Bom meledakkan kantor dubes Korea Selatan di salah satu negara di Afrika yang tengah dilanda konflik. Dari kejauhan, Shi Jin menoleh sesaat, sebelum ia naik ke dalam helikopter bersama bocah Afrika yang digendongnya. Di dalam, Pak Dubes menenangkan istri dan anak-anaknya yang menangis, takut tapi juga lega karena mereka sudah ditolong. Helikopter itu membawa mereka semua ke negara lain tak jauh dari negara berkonflik itu.

•••

Helikopter mendarat perlahan di atas landasan.

Deja vu.

Beberapa tahun yang lalu Jenderal Yoon juga berdiri di tempat yang sama, menerima laporan kematian Yoo Shi Jin dan Seo Dae Young, tanpa jasad. Di lubuk hati kecilnya ia berharap jasad Seo Dae Young tak ditemukan lagi, agar suatu hari ia akan muncul kembali ke hadapan keluarganya, seperti dulu. Tetapi sayangnya, harapan itu musnah tatkala para tentara menggotong sebuah peti, di dalamnya berisi jasad Seo Dae Young.

Jenderal Yoon mengepalkan kedua tangannya yang bergetar. Ia berusaha menahan perasaannya demi wibawa. Namun air matanya tak dapat tertahankan. Ia meluncur dan menyatu dengan tumpukan salju. Jenderal Yoon baru menyadari, seberapa besar rasa sayangnya terhadap menantunya ini.

~~~

Setelah mendengar kabar kematian suaminya, Myung Joo masih denial. Ia tidak ingin mempercayai kabar itu sebelum melihat sendiri jasad Dae Young. Ia sudah pernah di-'prank' beberapa tahun lalu, saat diberitahu bahwa Seo Dae Young tewas terkena bom bersama Yoo Shi Jin dan jasadnya tak ditemukan. Tetapi setahun kemudian, Dae Young kembali bersama hujan salju yang hanya turun 100 tahun sekali di Urk.

Kepingan salju jatuh di atas kepala Myung Joo. Ia menadahkan tangannya sambil berharap keajaiban akan terjadi.

Dan Seo Dae Young pulang.

Jasadnya.

Tanpa nyawa.

~~~

'Aku tidak akan mati lagi... Aku tidak akan pernah mati...'

Janji itu pernah diucapkan oleh Seo Dae Young. Janji konyol yang tentu saja tak dipercayai oleh Myung Joo. Setiap manusia pasti akan mati. Apalagi Dae Young adalah seorang tentara yang kerap bersinggungan dengan maut.

Sejak ia memutuskan untuk mencintai dan menikahi seorang tentara, ia sudah siap lahir batin kalau-kalau kematian akan menjemput salah satu dari mereka sebelum mereka menua bersama. Akan tetapi, ketika maut itu telah datang, Myung Joo tak dapat mengikhlaskan Dae Young.

Myung Joo pernah dengan sombongnya berkata kepada Mo Yeon bahwa ia tak takut pada resiko pekerjaan Dae Young yang berbahaya dan menantang maut itu, selama ia bisa bersama dengannya. Dan sekarang ia kena batunya.

Myung Joo pingsan sampai tiga kali saking tak mampu menahan kesedihannya kehilangan separuh hatinya. Ia sampai harus diinfus selama pemakaman Dae Young. Mo Yeon memapahnya yang bersikeras ikut ke makam.

Senapan ditembakkan ke udara sebagai tanda penghormatan. Ki Beom yang telah dianggap seperti adik sendiri oleh Dae Young menggenggam pigura foto kakaknya. Ia tak berhenti menangis. Ia merasa bersalah tak dapat melindungi Dae Young.

Ketika peti mati diturunkan ke liang lahat, Myung Joo jatuh lemas. Beruntung Mo Yeon selalu di sisinya, menopangnya. Myung Joo merasa jiwanya juga ikut terkubur bersama Dae Young. Tubuhnya yang kembali ke rumah bagaikan cangkang kosong. Ia tak mau makan, minum, dan melakukan apapun. Bahkan ia seolah lupa telah memiliki bayi yang membutuhkannya. Ia terus tidur dan tak ingin terbangun lagi.

~~~

"Mau sampai kapan kau seperti itu terus?" Tegur Jenderal Yoon.

Setelah pemakaman usai, keluarga Myung Joo membiarkannya yang masih berduka. Ibunya mengambil alih pengasuhan Sunny untuk sementara sampai Myung Joo merasa lebih baik. Tetapi sudah hampir seminggu, Myung Joo tak kunjung pulih dari kesedihannya. Ia tak akan pernah pulih.

[Idn-FF DOTS] PainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang