The Cloud Embraces The Sun

234 29 12
                                    

Proses perceraian Shi Jin dan Mo Yeon memakan waktu hampir setengah tahun. Shi Jin menolak untuk menandatangani surat cerai. Ia berusaha semaksimal mungkin untuk mempertahankan rumah tangganya. Ia bahkan merelakan posisi tingginya di divisi pasukan khusus dan kini terkurung di ruangan ber-AC di bagian administrasi, berkutat dengan dokumen-dokumen yang paling tidak ia sukai.

Akan tetapi Mo Yeon masih tak bersedia mencabut gugatannya.

Keluarga dan teman-teman mereka pun sudah berusaha membujuk Mo Yeon. Tetapi tak ada satupun yang dapat mematahkan keputusannya. Kini ia menolak panggilan dari siapapun karena tahu apa yang akan mereka bahas, dan ia tak ingin menjelaskan apapun, pun mendengarkan nasehat apapun.

Hingga pada suatu hari, ketika Shi Jin hendak menemui Mo Yeon di rumah sakit, ia menyaksikan istrinya itu sedang makan bersama dengan pria yang dulu pernah ia hajar karena kecemburuan yang dianggap tak berdasar. Namun kenyataannya kini Mo Yeon jelas-jelas berduaan dengan lelaki itu, makan bersama sambil bercanda tawa seolah tanpa beban.

Dan sejak hari itu, Shi Jin berhenti untuk membangun kembali puing rumah tangganya. Ia menandatangani surat cerainya.

~~~

DOK... DOK... DOK...

Palu yang diketuk tiga kali menggema di ruang pengadilan. Yoo Shi Jin dan Kang Mo Yeon telah resmi bercerai.

Shi Jin menatap akta perceraian di tangannya dengan rasa sakit yang tak tertahankan. Dadanya seperti berlubang, seolah ada peluru yang bersarang di sana, membuat jantungnya nyeri dan paru-parunya sesak.

Kondisi serupa juga dialami oleh Mo Yeon. Ia merasa jantungnya tercabut dari dadanya. Kosong. Hampa. Meski dialah pencetus ide untuk perpisahan yang menyakitkan ini.

Mo Yeon bergerak menghampiri Shi Jin, ingin mengucapkan salam perpisahan terakhir secara baik-baik, namun Shi Jin bahkan menolak untuk menoleh kepadanya satu lirikan pun. Ia pergi meninggalkan ruang pengadilan dengan tergesa-gesa.

Di tengah perjalanan pulang, Mo Yeon melewati kedai langganannya. Dulu ia dan Shi Jin pernah ke sana double date dengan Myung Joo dan Dae Young. Ketika kedua pria itu dilaporkan 'wafat' dalam tugas, ia dan Myung Joo sering minum bareng di sana.

Kini di meja yang sama hanya ada Myung Joo seorang diri. Mo Yeon yang awalnya tak ada niat untuk singgah, tiba-tiba tergerak hatinya untuk menemani Myung Joo. Lagipula dia juga ingin minum sedikit.

"Oh?" Myung Joo terkejut dengan kemunculan Mo Yeon.

"Wah... ibu macam apa kau ini, minum soju di depan anak di bawah umur," Mo Yeon menunjuk Sunny yang sedang menyedot susu dengan tenang di dalam stroller.

Myung Joo mengangkat selokinya, kemudian menyentuhkannya ke botol susu anaknya, bersulang.

"Michin-eomma," Mo Yeon terkekeh sambil geleng-geleng seraya duduk di hadapan Myung Joo yang terbahak-bahak.

"Kami sedang merayakan ulang tahun appa-nya Sunny," Myung Joo menepuk-nepuk boneka tentara yang duduk manis di sebelah kirinya. Di atas meja di depan boneka itu ada semangkuk nasi yang ditusuk oleh sepasang sumpit, serta samgyetang.

Mo Yeon tertegun, merasa tidak enak. Seharusnya ia tidak singgah.

"Hei, kenapa ekspresimu seperti itu? Gwencana," kemudian Myung Joo meminta gelas dan piring lagi pada pelayan.

"Oh iya, hari ini perceraianmu dan Shi Jin kan?" Myung Joo menuangkan soju ke gelas Mo Yeon.

"Ya. Aku resmi janda sekarang," Mo Yeon membalas menuang soju ke gelas Myung Joo.

"Chukhae."

Dua janda itu bersulang.

"Manakah yang lebih buruk, janda cerai atau janda ditinggal mati?" Gumam Myung Joo.

[Idn-FF DOTS] PainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang