15. ular beludak

1.2K 78 11
                                    

*

Indra mendelik tak suka pada sosok yang kini duduk di sebelah Satria. Ia sungguh tak menduga putranya setega itu, memboyong selingkuhannya, sedangkan luka yang disebabkan perceraian itu masih menganga, baik bagi Raina dan Raisha maupun keluarganya. Indra merasa tidak dihargai sebagai orang tua.

"Aku belum pikun dan masih sehat," Indra membuka percakapan pagi itu.

Kegiatan Henidar yang tengah melayani suaminya sarapan pun terhenti. Perempuan itu paham kemana arah pembicaraan Indra.

"Aku yang menyuruh Tanti tinggal di sini," bela Henidar.

"Sudah kuduga. Kamu tahu, Bu apa yang dilakukan putramu? Jangan menyalahkan Raina. Anak kita yang salah, dia berani mencuri dari ayahnya sendiri," papar Indra.

Henidar terperenyak, ia pikir Indra tak akan mengetahui apa yang terjadi. Ia lupa, telinga suaminya ada di mana-mana.

"Raina hanya mencoba untuk menyelamatkan Satria dari kesalahan yang lebih fatal lagi," lanjut Indra lagi.

"Ayah itu cuma mertua Raina, kita nggak punya kewajiban untuk terus memeliharanya," sahut Henidar.

"Tunggu, memelihara? Bu! Sebutan apa itu? Ya Tuhan, kamu dibutakan cintamu pada Satria. Meski anakmu salah, kau tetap membelanya. Makanya dia itu semakin besar kepala!" sengit Indra tak terima.

"Kita sudah janji pada orangtua Raina,  kita akan membahagiakannya, bukan menyia-nyiakannya!"

"Ayah ..." Satria menyela.

"Diam kau! Gara-gara kau yang tak bisa sabar memelihara syahwatmu, semuanya runyam begini! Sudah, selera makanku hilang!" Indra berdiri menjauh, melenggang pergi naik ke kamar.

"Kalian makan saja duluan," Henidar menyusul suaminya ke atas. Ia berniat membujuk suaminya yang tengah merajuk. Henidar tak habis pikir, pelet apa yang dipakai mantan menantunya itu, hingga Indra tak bisa sekalipun murka padanya.

Satria mengeratkan rahangnya, perasaan kesalnya karena perlakuan ayahnya yang berbeda pada Tanti.

"Aku nggak apa-apa, Mas." Tanti menggenggam tangan Satria.

"Kamu begitu baik dan sabar ngadepin Ayah. Maafin Ayah ya?"

Tanti tersenyum tipis,"Nggak apa-apa.  Nanti setelah jagoan kita lahir, Ayah pasti sayang padaku, melebihi sayangnya pada mantan mantu."

Satria mengecup kening Tanti sayang,"Kamu emang yang terbaik."

"Tapi Mas, sekarang kantor kamu di mana dong? Nggak mungkin di sana kan? Atau di Setiabudi?" Tanti menggelayutkan tangannya.

"Aku ke supermarket pusat dulu. Walaupun yang di Setiabudi itu memang aku yang pegang, tapi di sana udah banyak orang-orang Ayah dan Raina. Aku nggak bakal nyaman di sana," terang Satria.

Bibir Tanti mengerucut, lalu Satria mengecupnya sekilas.

"Kenapa? Cemburu?"

"Gimana nggak cemburu, kan di sana kamu bakal ketemu terus sama Raina. Aku khawatir kamu kecantol mantan," rajuk Tanti sambil menyandarkan kepalanya di bahu Satria.

"Nggak apa-apa kalau mantannya kayak Raina, bagus malah. Biar kamu bisa ngerasain gimana jadi Raina. Dikhianati, diselingkuhi dan dicurangi." Sally muncul begitu saja baru keluar dari kamar tamu yang memang berada di lantai bawah.

"Mbak Sal!"

Sally mendengkus, sebal juga pada adik lelakinya itu. Sally sebenarnya tak ingin bersikap kekanakan dengan ikut memusuhi Satria. Namun memang dua makhluk yang tengah bergenggaman tangan itu seperti sengaja membuat hatinya mangkel, dongkol, kesel! Tak terbayangkan bagaimana Raina menghadapi keduanya dan perempuan itu masih sehat dan baik-baik saja. Sally salut sekali pada iparnya itu.

Ketika Suamiku Bisa Berdiri Lagi (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang