24. There for you

5.2K 521 86
                                    


Renjun tersentak dalam tidurnya. Matanya terbuka, kemudian hembusan napas lelah keluar dari mulutnya. Renjun lelah terus-terusan mengalami gelisah dalam tidurnya, ia ingin merasakan lagi tidur nyenyaknya. Ia ingin istirahat dari semua pikiran kacaunya.

"Maaf, membuat tidurmu terganggu." Suara pelan milik Jeno berhasil membuat tubuhnya kembali tersentak kaget.

Sejak kapan Jeno ada di kamarnya? Juga, ia terbangun bukan karena terganggu oleh Jeno. Melainkan karena memang tidurnya selalu terganggu setiap malam.

Renjun bangun dari posisi berbaringnya menatap Jeno yang duduk membelakangi jendela, sambil menatapnya. "Tidur lagi, Renjun. Aku janji tidak akan mengganggumu." Jeno akan berusaha tak membuat suara, agar tak menjadikan tidur Renjun terganggu akibat ulahnya.

Meskipun dari tadi juga Jeno hanya duduk melihat-lihat buku Renjun, tapi tetap saja sepertinya suara yang ia timbulkan dari membuka lembar buku membuat Renjun bangun.

"Kenapa disini?" Tanya Renjun.

"Hanya ingin kemari, melihatmu." Jawab Jeno.

Renjun tak membalas ucapan Jeno, ia diam dengan mata yang melihat jendela dengan gordennya terbuka sebagian. Sepertinya ulah Jeno.

"Mau lihat langit? Kemari, langitnya cantik." Ajak Jeno, sambil melirik langit di luar sana.

Mendengar itu, Renjun tertarik. Maka ia perlahan bangun dari ranjangnya, sementara Jeno begitu melihat Renjun yang hendak menghampirinya langsung membuka semua gordennya agar pemandangan luar bisa dilihat Renjun.

Keduanya berdiri bersisian, ada jarak yang tercipta walau hanya sedikit. Pandangan keduanya terarah keluar, melihat langit malam ini.

Beberapa saat hanya ada hening diantara mereka, Renjun masih menikmati langit malam yang dipenuhi bintang. Sementara Jeno kini ganti menatap wajah Renjun dari samping.

"Jeno, sebenarnya untuk alasan apa kau ke Harlen?" Tiba-tiba terdengar tanya Renjun, submisif itu tak bertanya tanpa melihat Jeno.

Dan Jeno pun yang dari tadi fokus menikmati wajah rupawan Renjun, kini bersuara. "Tadi sore aku sudah memberitaumu, aku kemari untukmu. Dan aku tak terpaksa sama sekali." Tegas Jeno sekali lagi.

Renjun menelan salivanya, kemudian. "Tapi kau bilang membenciku, Jeno."

Ada sakit yang lagi-lagi dirasakan keduanya setiap kata benci itu hadir diantara mereka. Karena kata itu hanya bukti bahwa hati mereka tak pernah setuju pada satu kata pendek itu, kata itu terucap adalah sebuah kebohongan besar yang pernah ada antara mereka.

"Tidak, aku tak membencimu." Jeno menyangkal itu.

"Di Linden—

Jeno segera memotong ucapan Renjun, sebelum kembali mendengar semua keburukannya disebutkan lagi oleh Renjun. Selain ia menyesali segalanya, ia juga tau kalau dengan mengingat itu Renjun akan mengulang sakitnya saat mendapat perlakuan buruk darinya. "Aku belum membaca suratmu waktu itu, aku baru membacanya setelah Haechan mengamukku saat kau telah pulang."

"Aku masih mengira semua pengkhianatanmu adalah nyata keinginanmu, masih berpikir kau orang jahat untukku. Itulah sebabnya aku mengatakan membencimu." Jeno bersumpah, hatinya menolak mati-matian saat dulu ia mengatakan membenci Renjun.

Meskipun dulu ia dengan pikiran Renjun yang mengkhianatinya, ia tak bisa menyimpan benci untuk Renjun. Perkataannya tentang membenci Renjun, hanya sebuah benteng agar Renjun tak terus mendekatinya, tak terus muncul di hadapannya di saat hatinya masih menyimpan Renjun. Namun rasa kecewanya juga begitu besar. Jeno hanya takut mudah luluh lagi pada Renjun, maka tanpa pikir panjang ia mengatakan kata benci itu. Yang tak ia sangka justru jadi sebuah pukulan tersendiri untuknya setelah mengetahui semuanya.

Another Day ✔Tahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon