Another afection

4.3K 355 91
                                    

⚠️⚠️⚠️

Setelah Jeno dan Renjun mendapat hubungan yang baik lagi, Renjun tak pernah membiarkan dirinya tidur sendirian. Ia selalu meminta Jeno agar menemaninya.

Tadipun, setelah mereka kembali dari ruangan di belakang istana. Renjun meminta agar Jeno mau menemaninya tidur lagi. Dan tentu saja Jeno menyanggupinya.

Sore itu Renjun baru selesai mandi, bahkan Renjun masih mengenakan jubah mandinya. Saat Jeno memasuki kamarnya. Pandangan Jeno sempat terpaku pada tulang selangka Renjun yang terpampang nyata.

Jeno mengedarkan pandangannya ke seluruh penjyru kamar Renjun, setelah matanya melihat hal itu ia segera menutup pintu dan berjalan mendekati Renjun. Jeno tak menutup-nutupi keinginannya untuk mengecup itu. Ia meraih bahu Renjun, dan langsung mendekatkan wajahnya pada leher jenjang itu kemudian mengecup tulang selangka Renjun.

"Renjun." Jeno memanggilnya dengan suara beratnya.

"Iya?" Renjun kembali dari keterkejutannya karena barusan tiba-tiba mendapat serangan dari Jeno pada kulit dinginnya.

"Kemari." Jeno membawa Renjun ke dekat jendela besar yang ada di kamar.

Cahaya jingga sore ini menembus jendela dengan apiknya, kain tipis yang tergantung di ujung bingkai jendela berterbangan karena angin yang masuk. Jeno menatap Renjun yang menatapnya penuh tanda tanya.

Jeno mengambil satu tangkai mawar dari tempat yang Renjun simpan di dekat jendela. Setelahnya memperhatikan wajah Renjun lagi dengan lekat, tubuhnya semakin mendekat pada tubuh Renjun. Hingga kedua tangannya, naik pada bahu Renjun dan menyentuh ujung jubah mandi Renjun yang menyentuh lehernya.

"Yang aku lihat sekarang ada senja yang indah, ada bunga yang bagus juga ada Renjun yang cantik." Kelopak bunga yang Jeno pegang mengenai bagian telinga belakang Renjun, membuat ia meremang.

Dan Renjun juga tersenyum mendengar ucapan itu, Jeno dengan segala kalimat lembutnya selalu Renjun suka.

"Aku beritau lagi satu hal, kau begitu mahal Renjun. Aku bahkan takut tak bisa memberi harga yang pantas untukmu." Semenjak pembicaraan mereka tadi siang, saat Renjun menyebut dirinya sendiri murahan. Jeno merasakan keinginan besar untuk membungkam mulut Renjun agar berhenti mengatakan itu.

Karena Renjun tak murahan, Jeno menyesal sempat mengatakan itu dulu. Sekarang ia hendak menebus segala ucapan tak masuk akalnya dulu, ia akan memberitaukan lagi pada Renjun kalau kekasihnya itu begitu berharga.

"Boleh aku lepas?" Tanya Jeno sambil mengusap lehernya dengan jemarinya itu.

Renjun menelan salivanya, kemudian mengangguk. Ia bertanya-tanya apa yang hendak Jeno lakukan dengan bunga mawar yang ada di tangannya.

Dalam satu gerakan cepat, kain yang melekat pada tubuh Renjun lepas dan jatuh ke lantai. Kini Renjun berdiri dengan semburat kemerahan di pipinya, karena tubuh polosnya di pandang Jeno sedalam itu.

Jeno mengerang tertahan melihat pemandangan di hadapannya, tubuh cantik Renjun di antara cahaya jingga yang menyenangkan membuat Jeno gila. Juga surai Renjun yang bergerak pelan karena angin yang masuk ke kamar dengan nakalnya, wajah mungil Renjun terlihat merona. Hal itu membuat Jeno tersenyum gemas.

Yang benar saja, Renjun tengah bersiri dengan keadaan telanjang. Tapi tak menghilangkan kesan menggemaskan pada diri Renjun.

Kemudian Jeno mengusap perlahan tulang selangka Renjun dengan bunganya, lalu turun pada dada Renjun. Matanya yang fokus mengikuti gerak kelopak bunga yang menyentuh kulit Renjun, kini beralih menatap mata Renjun.

Dan napas Renjun tercekat saat merasakan gerakan kelopak bunga itu memutari puncak dadanya. Matanya yang saking menatap dengan Jeno mulai bergetar, tak tahan untuk terpejam guna menikmati rangsangan yang Jeno buat.

Another Day ✔Où les histoires vivent. Découvrez maintenant