13°

1.5K 258 9
                                    


Sekolah baru saja memberikan pengumuman resmi tentang festival olahraga tingkat nasional. Banyak cabang olahraga yang akan diikutsertakan, Jungwon mencoba mendaftar saat olahraga yang ditekuninya masuk ke dalam salah satu cabang itu.

"Haruto kamu ikut tim basket?" tanya Jungwon.

"Kurang tahu, soalnya yang masuk tim inti diprioritasin Kakak kelas dulu," jawab Haruto.

Kedua laki-laki itu tengah berjalan menuju kelasnya setelah berkumpul di aula. Sedari mereka berjalan, banyak orang yang menatap ke arahnya dengan pandangan yang berbeda-beda. Serta cibiran-cibiran yang ditujukan pada Jungwon saja.

"Nggak usah didengerin, biarin aja."

Jungwon menoleh saat Haruto berkata seperti itu.

"Biarin aja mereka mau bilang apa juga Jungwon. Itu urusan mereka dan lo yang temenan sama gue juga itu bukan urusan mereka. Jadi, biarin aja," ucap Haruto seakan mengerti dengan tatapan Jungwon.

Benar juga. Tapi Jungwon tidak munafik jika tatapan merendahkan itu sedikit mengganggunya. Ia merasa seperti benar-benar menjadi manusia yang paling rendah di sekolah ini.

"Makasih," gumam Jungwon.

Haruto hanya tersenyum simpul. Bukan tanpa tujuan ia berucap seperti itu, sedikitnya dia tahu bahwa sekolah ini sangat menjunjung tinggi orang-orang yang bergelimang harta. Dan orang yang mendapat beasiswa seperti Jungwon sudah pasti akan dijadikan bahan kucilan atau bahan ejekan bagi kaum-kaum atas.

Dimulai dari perlakuan guru, fasilitas murid, urutan kelas, dan bahkan urutan absen sekalipun semua dimulai dari anak-anak yang terkenal dengan kekayaannya. Meski begitu, ada satu toleransi yang bisa sedikitnya membungkam anak-anak orang kaya itu, yaitu kecerdasannya.

Tidak sedikit orang tua yang menggunakan uang untuk memasukkan anaknya ke sekolah ini. Uang memang sudah menjadi segalanya, sudah menjadi rahasia umum jika uang bisa melakukan apapun. Jika di sekolah seperti ini, orang tua hanya perlu diam-diam berikan uang kepada sekolah maka nama sang anak akan otomatis masuk ke dalam jajaran absen siswa.

Tapi, bukan berarti anak dari golongan orang kaya itu tidak pintar. Mungkin sebagian dari mereka ada yang seimbang dikaruniai oleh sang penciptanya, yang mana anak itu kaya dan otaknya pun pintar. Namun, tidak sedikit juga dari mereka yang memang hanya memiliki salah satunya.

Contohnya Jungwon dan Haruto.

Jungwon dikaruniai kepintaran yang sangat tinggi, bahkan kecerdasannya sudah tidak pelru diragukan lagi. Tapi, Jungwon tidak beruntung dalam segi materi. Sedangkan Haruto dikaruniai materi yang mumpuni, harta yang melimpah, namun otak laki-laki itu tidak sepintar Jungwon.

Hal itu lah yang menyebabkan nomor absen Jungwon dan Haruto sangat timpang.

"Oh ya Jungwon, lo deket sama Kak Sunghoon?" tanya Haruto saat keduanya berbelok di belokan koridor.

"Huh? Enggak deket banget, kenapa emang?"

"Nggak, beberapa kali gue lihat lo barengan sama dia."

Jungwon membulatkan mulutnya. "Ooo ... itu kebetulan aja sih karena Kak Sunghoon bantu aku. Kamu kenal?"

"Siapa sih yang enggak kenal sama dia? Seantero sekolah juga tahu kalau dia itu ice prince di sini. Orang tuanya yang terpandang, belum lagi Kakaknya, dan juga dia juga atlet ice skating yang berkali-kali menang. Mustahil orang kayak dia nggak dikenal banyak orang, 'kan?" ucap Haruto, panjang lebar.

"Wah ...."

Jungwon tidak tahu jika kakak kelasnya yang kerap membantu dirinya itu sekaya itu. Pantas Jungwon merasa kecil saat jalan bersama Sunghoon, pantas juga tatapan mata orang-orang semakin merendahkannya saat berjalan dengan Sunghoon.

180° • Sungwon [End]Where stories live. Discover now