Bab 4

183 17 1
                                    

Kim Changkyun berlari menyusuri koridor rumah sakit. Setelah menemukan ruangan yang ia cari, ia langsung membuka pintu itu dengan kasar. Napasnya yang memburu menuntun langkahnya memasuki salah satu ruang rawat VIP dan mengantarkannya menemukan sosok sang kakak yang berdiri di dekat jendela, tengah menatap dirinya.

"H-hyeong ..." suara gemetar Changkyun terdengar putus asa.

Changkyun segera menghampiri Taehyung. Dan tepat ketika pemuda itu berdiri di hadapan sang kakak, ia menangis tanpa suara.

"Hyeong ..." suara Changkyun terdengar parau.

Taehyung memutar tubuhnya menghadap Changkyun. Alih-alih khawatir, dia justru tersenyum. "Kenapa kau menangis?" tegurnya kemudian.

"Bagaimana bisa seperti ini?" lirih Changkyun yang langsung memeluk sang kakak dan terisak setelahnya.

Garis senyum di wajah Taehyung memudar, ia membalas pelukan sang adik. Dan saat itu dadanya terasa sedikit sesak. Mungkin dia akan merasa lebih baik jika bisa menangis seperti adiknya. Namun sayangnya ia tidak bisa melakukannya ketika ia menanggung tanggung jawab anak laki-laki pertama dalam keluarga. Jika dia menunjukkan kelemahannya dalam situasi seperti ini, maka ia tidak akan bisa melindungi keluarganya.

"Apa yang membuatmu menangis? Apakah ada orang yang memukulmu?" Taehyung berusaha untuk menghibur sang adik yang masih terisak.

Sembari menahan isak tangisnya, Changkyun menjauhkan tubuhnya namun tak melepaskan ujung pakaian sang kakak yang ia genggam dengan kuat. Dan dengan isak tangis dia kemudian berbicara pada sang kakak.

"Sebentar saja, hanya sebentar saja. Aku ... setelah ini aku akan bekerja keras. Aku akan mencarikan jantung yang bagus untuk Hyeong, maka dari itu mohon tunggulah aku, Hyeong ... sebentar saja. Aku berjanji, aku berjanji akan menjadi adik yang bisa Hyeong andalkan. Aku akan lulus sekolah dan mendapatkan pekerjaan yang bagus sehingga Hyeong tidak akan menderita lagi ... aku mohon ... aku mohon bertahanlah sebentar saja. Aku ... aku akan melakukan semuanya, semuanya ... aku akan melakukan apapun ... aku akan menjadi anak yang baik. Aku ..." Changkyun merasa sangat frustasi. "Aku harus bagaimana ..."

Taehyung tersenyum tipis dan menyentuh kedua bahu adiknya yang berguncang hebat. Dia berkata, "aku akan menunggu, Hyeong ... akan menunggumu. Maka dari itu berhentilah menangis."

Taehyung kemudian menarik Changkyun dengan lembut. Merengkuh bahu yang berguncang itu. Sementara Changkyun membenamkan wajahnya pada dada sang kakak dengan kedua tangan yang mencengkram lembut punggung sang kakak.

"Aku mohon ... biarkan aku melihat kakakku lebih lama lagi," batin Changkyun. Si bandit yang ditakuti kini justru merasa ketakutan ketika ia dihadapkan dengan penderitaan sang kakak.

Setelah Changkyun tenang, keduanya duduk berdampingan di sofa panjang yang berada di dalam ruangan itu. Taehyung sekilas memandang kaki Changkyun yang hanya mengenakan kaos kaki.

"Di mana ayah dan ibu?" tegur Taehyung.

Changkyun yang merasa sedikit malu karena baru saja bertingkah anak kecil lantas menjawab tanpa membuat kontak mata dengan sang kakak. "Aku tidak tahu, mereka masih di rumah saat aku pergi."

"Di mana kau meninggalkan sepatumu?"

Changkyun memandang ke arah kakinya sendiri dan baru menyadari bahwa dia memang tidak mengenakan sepatu. Dia kemudian bergumam, "sepatuku tertinggal?"

Bukan sebuah pernyataan, tapi sebuah pertanyaan yang hanya bisa dimengerti oleh dirinya sendiri. Tapi kebingungan di wajah Changkyun berhasil menarik perhatian Taehyung.

Taehyung kemudian bertanya, "di mana kau meninggalkan sepatumu?"

Changkyun memandang Taehyung. Sebenarnya dia adalah orang yang pelupa, dan saat ini ia lupa di mana ia meninggalkan sepatunya. Dia bahkan tidak menyadari bahwa sepatu itu telah terlepas dari kakinya.

"Aku lupa," celetuk Changkyun.

Taehyung mengusap lembut puncak kepala Changkyun. "Bagaimana kau bisa melupakan di mana kau menaruh sepatumu? Kau sudah bertemu dengan ibu dan ayah, itu berarti kau meninggalkan sepatumu di rumah."

"Begitukah?" gumam Chang Kyun, sebenarnya ia ragu tentang hal itu.

Tangan Taehyung kemudian berpindah meraih salah satu tangan Changkyun, menggenggam jemari pemuda itu dengan lembut. "Anak nakal, kau pikir kau hebat karena berlari kemari tanpa mengenakan sepatu?"

"Aku harus bagaimana?" ujar Changkyun tiba-tiba.

"Ada apa?"

"Aku ketakutan, Hyeong. Aku harus bagaimana?"

Taehyung mengusap punggung tangan Changkyun menggunakan tangannya yang terbebas. Dia berusaha untuk menenangkan sang adik. "Yang harus kau lakukan adalah pulang, mandi dan beristirahat. Lalu besok pagi—"

"Aku tidak mau," celetuk Changkyun yang tiba-tiba terlihat seperti anak kucing.

"Besok kau harus pergi ke sekolah."

"Aku akan memikirkannya besok. Kapan operasi Hyeong akan dilakukan?"

"Ayah masih akan membicarakannya dengan dokter. Tidak apa-apa, tidak ada yang perlu kau khawatir. Semua akan baik-baik saja."

"Aku yang tidak baik-baik saja," sanggah Changkyun.

Taehyung menghela napas dengan lembut. "Kalau begitu, apa yang ingin kau lakukan."

"Aku akan tetap di sini."

"Lalu?"

Changkyun terdiam. Tak lagi memberikan respon.

"Lalu apa yang ingin kau lakukan?" tegur Taehyung.

"Aku hanya ingin melihat wajah Hyeong."

"Bagaimana bisa? Kau ingin terjaga sepanjang malam?"

"Aku ingin tetap di sini." Changkyun kukuh pada pendiriannya.

"Baiklah, aku tidak akan melarangmu. Tapi sekarang mandilah dulu, pakailah baju Hyeong di sana."

Changkyun tetap bergeming, tak memberikan respon apapun hingga teguran sang kakak kembali tertuju padanya.

"Kau tidak mau?"

"Tunggu sebentar." Changkyun mendekat ke arah Taehyung, dengan hati-hati ia memeluk Taehyung. Menempelkan telinganya pada dada sang kakak agar ia bisa mendengar suara jantung yang masih berdetak itu.

"Apa yang sedang kau lakukan?" tegur Taehyung.

"Aku ingin mengingatnya, bagiamana detak jantung Hyeong sehingga nanti aku bisa mencarikan jantung yang lebih baik dari ini."

Mendengar hal itu, Taehyung tersenyum tipis dan membalas pelukan si bungsu. Taehyung kemudian berkata, "reputasimu sebagai bandit SMA Saebom akan hancur jika ada yang melihatmu seperti ini."

"Tidak ada yang peduli," gumam Changkyun.

Setelahnya hening melanda. Taehyung memberikan kesempatan bagi adiknya untuk mengingat bagaimana detak jantungnya sebelum jantungnya digantikan oleh sesuatu yang lain. Sementara Changkyun tak ingin kehilangan satu detik pun dari momen ketika ia masih bisa memeluk sang kakak. Sejujurnya saat ini pemuda itu dilanda ketakutan yang besar. Dan pemikiran bahwa sang kakak tidak akan bisa lagi ia temui setelah masa sulit ini semakin membuatnya ketakutan.

Kim Changkyun takut jika ternyata ia terlalu buruk untuk mendapatkan kakak sebaik Kim Taehyung. Ia merasa khawatir jika Tuhan marah padanya dan akan membawa pergi kakaknya. Terlepas dari penderitaan yang hanya dirasakan oleh Taehyung, Changkyun tetap ingin kakaknya berada di sisinya. Dia berjanji akan menggantikan penderitaan itu dengan sesuatu yang lebih baik kelak. Meski terdengar sangat egois, Changkyun ingin agar Taehyung tetap bertahan hingga ia bisa menyelamatkan sang kakak dari penderitaan itu.

"Aku akan menjadi orang baik, oleh karena itu jangan membawa kakakku pergi, Tuhan ..."

HEARTBEAT : Pemberian Tuhan Yang Berharga (New Vers)Where stories live. Discover now