10

157 9 0
                                    

Pagi itu Changkyun siuman. Dan setelah kondisinya stabil, pagi itu juga  pemuda itu dipindahkan ke ruang rawat biasa. Setelah sempat berbicara dengan dokter, Kim Namgil memasuki ruang rawat putra bungsunya. Dan itu menjadi pertemuan pertama mereka setelah Changkyun siuman.

Kim Namgil berdiri di samping ranjang dan bersikap sedikit canggung. Sementara Changkyun memandang sang ayah dengan wajah yang tenang.

"Maafkan aku, Ayah," gumam Changkyun, mengingat alasan kenapa ia bisa sampai terbaring di sana. Dan tentu saja pemuda itu menyesal. Di saat kakaknya membutuhkan perhatian penuh, dia justru berulah seperti ini.

"Kenapa kau meminta maaf?"

"Jika tadi malam aku tidak pergi, aku tidak akan seperti ini."

"Kau menyesalinya?"

Changkyun terdiam. Dia menyesal, tapi penyesalannya bukan untuk kepergiannya semalam. Karena jika dia tidak pergi, mungkin temannya akan celaka. Dia menyesal karena tak bisa kembali dalam keadaan baik-baik saja dan kini justru menambah beban keluarganya.

"Kau tidak menyesalinya rupanya."

"Mungkinkah ... kakak sudah tahu keadaanku?"

Kim Namgil mengangguk, entah apa alasannya membohongi si bungsu. Karena pada kenyataannya ia belum melihat keadaan Taehyung pagi ini.

"Seharusnya Ayah merahasiakan ini dari kakak."

"Kenapa? Kita adalah keluarga, tidak harus ada rahasia di antara kita."

"Tetap saja akan lebih baik jika kakak tidak tahu. Dia belum pulih, dia harus fokus pada pemulihannya."

"Jika sudah tahu, jangan berulah lagi seperti ini. Jika kau ingin berkelahi, berkelahi saja dengan ayah. Kau tidak tahu? Ayah adalah pemegang sabuk hitam."

Changkyun tertawa pelan mendengar lelucon kecil yang dilakukan oleh sang ayah. Bahkan dia sempat takut bahwa sang ayah akan marah besar terhadapnya.

"Aku ... tidak mau melakukannya lagi."

"Apa itu?"

"Aku ingin menjaga kakak, aku akan berhenti berkelahi setelah ini."

"Kau sedang membuat janji?"

Changkyun mengangguk.

"Ini adalah janji seorang pria sejati, jangan mencoba untuk mengingkarinya."

Changkyun kembali mengangguk. Kim Namgil kemudian mendekat dan mencium kening putra bungsunya.

"Kenapa Ayah menciumku?"

"Kenapa? Apa tidak boleh?"

"Aku bukan anak kecil lagi."

Kim Namgil tersenyum lebar dan mencibir, "lihatlah siapa yang sedang berbicara di sini. Mengaku sudah dewasa tapi tetap merengek ketika dimarahi."

"Aku tidak pernah melakukannya."

"Benar, kau tidak pernah lupa untuk melakukannya."

Changkyun sedikit cemberut dan justru ditertawakan oleh sang ayah. Kim Namgil kemudian berkata, "kau harus cepat sembuh agar ayah bisa segera memarahimu."

"Jadi Ayah tidak marah karena aku sedang sakit?"

"Tentu saja. Jangan harap kau akan selamat jika sudah sembuh, ayah tidak akan memberikan ampun padamu."

"Bukankah ini tidak adil?"

Kim Namgil tersenyum simpul dan meraih tangan sang putra. "Bagaimana perasaanmu pagi ini?"

"Tubuhku rasanya lemas sekali."

"Tidak apa-apa, kau akan segera pulih. Dokter mengatakan kau akan segera pulih karena kau sudah banyak bicara."

HEARTBEAT : Pemberian Tuhan Yang Berharga (New Vers)Waar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu