Part 2

2K 129 1
                                    

Hari ini Hania bangun kesiangan, semalaman dia bergadang hanya karena nonton drama Korea sampai tamat. Dia sekarang sedang memakai sepatu dengan cepat karena takut terlambat.

"Makanya jadi anak tuh gak usah ngeyel. Ibu bilang tidur ya tidur!" cecar Tina, ibunya Hania.

Hania mengerucutkan bibirnya, lalu dia berdiri mencari tas nya. "Aduh, Bu. Tas aku mana?"

Hania melihat kesana kemari sambil memegang dasi nya. "Ini juga kenapa belum ke pasang sih!!"

Pagi ini Hania benar-benar merasa stres, tas yang dia simpan tiba-tiba menghilang dasi juga belum terpasang. Hania pusing sendiri kenapa saat genting seperti ini, pergerakan terasa sangat lambat.

"Hania..." tatap Tina dengan jengah.

Hania memelas. "Ibu, cariin tas aku!"

Tina menggeleng-geleng kan kepalanya. Padahal tadi ia menyuruh Hania memakai tasnya, tapi Hania tidak mendengarkannya. Jika Hania bukan anak satu-satunya, sudah ia buang sejak lama.

"Ibu, Hania udah selesai. Tas Hania ketemu gak?" teriak Hania.

Tidak ada respon dari Tina, Hania berteriak kembali. "IBU MANA TAS-"

Bruk...

Sebuah lemparan mengenai tubuh Hania. Itu tas Hania, Untung saja sebelum tas itu jatuh ke bawah Hania sempat menahannya.

"Ih Ibu jahat, tas Hania kok di lempar?"

"Ibu sebenarnya pengen lempar kamu!" jelas Tina menghampiri Hania.

"Ke kayangan ya Bu?" tanya Hania.

"Alam baka!" jawab Tina dengan kesal.

"Sana berbagkat. Ibu udah pusing liat kamu!" usir Tina pada Hania.

Hania mengulurkan tangannya dengan wajah cemberut. Tapi, bukannya menyalami Tina, Hania malah mengulurkan tangannya untuk meminta uang.

"Apa? Kemarin udah dari ayah? Udah habis lagi?" tanya Tina dengan sinis, lelah dengan kelakuan putri satu-satunya.

Hania mengangguk dengan polos. "Gak cukup, Bu. Hania kan jomblo, jadi gak ada yang nge jajanin Hania!"

Tina lalu mengambil dompetnya dan memberikan uang lima puluh ribu dua lembar untuk Hania.

"Makasih ibu, sayang. Semoga Ibu suaminya dua!" teriak Hania dengan bahagia.

"Hania. Kamu berangkat sekarang atau bunuh ibu sekarang??" pekik Tina.

"Eh iya, assalamualaikum, " Hania berlari keluar.

Tapi baru sebentar menghilang dari pintu Hania memunculkan kepalanya kembali.

"Ibu jangan bunuh diri ya, nanti Hania jadi anak piatu!" celetuk Hania.

"HANIA!!!!"

•••

Hania yang sudah datang lima belas menit yang lalu, kini sedang mengerjakan tugas yang belum sempat dia kerjaan. Alasannya sama, karena semalaman dia habiskan untuk menonton drama Korea sampai tamat.

"Nia, kamu ini pr itu pekerjaan rumah bukan sekolah," ucap Celine sambil memegang tangan Hania.

"Line, semalam aku ngerjain tugas negara lho. Nonton drakor sampai tamat, " jawab Hania yang mendapat lirikan sinis dari Celine.

"Bentar lagi, pelajaran Pak Doni lho. Awas kamu kena hukum lagi sama dia!" peringat Celine.

Hania menoleh ke arah Celine. "Bisa di urus kalo soal Pak Dondon."

Benar saja, tidak lama setelah ucapan Celine, Pak Doni masuk ke kelas. Hania yang panik pun segera menyimpan buku nya di bawah meja dan berusaha setenang mungkin, ia berharap pak Doni lupa akan tugas yang dia berikan dua hari yang lalu.

"Pagi anak-anak, "sapa Pak Doni yang di jawab oleh semua siswa.

"Seperti yang Bapak bilang kemarin, bahwa hari ini bapak tidak akan mengajar matematika di kelas dua belas lagi. Untuk itu akan ada yang menggantikan Bapak sebagai guru matematika!" jelas Pak Doni.

"Line, emang sejak kapan ada guru baru?" bisik Hania.

"Iss kamu ini. Kan kemarin udah di kasih tau di gc!" jawab Celine.

"Ya maklum, di rumah full WiFi  jadi kalo cuman buka chat doang sayang gak akan kepakai!" ucap Hania.

"Terserah kamu lah, Ni. Aku udah cape," jawab Celine dengan lesu.

"Oke untuk itu, silahkan masuk pak Bian!"  ucap Pak Doni sambil mempersilahkan Sabian masuk.

Tidak lama, Sabian masuk dengan mengucapkan salam terlebih dahulu, lalu melemparkan senyum tipis ke pada semua murid.
Hal ini lah yang membuat semua siswi langsung berbisik-bisik, mereka semua tidak menyangka kalo guru baru tersebut sangatlah tampan, dan seperti nya matematika akan menjadi pelajaran terfavorit bagi mereka.

"Selamat pagi semuanya," sapa Sabian.

"Perkenalkan nama saya Sabian Edgar Alghani. Kalian bisa memanggil saya Pak Bian," ucap Sabian.

"Saya disini akan menggantikan pak Doni sebagai guru matematika kalian!" sambung Sabian sambil matanya tertuju pada seseorang, siapa lagi kalo bukan Hania.

"APA?" pekik Hania yang langsung mendapat tatapan tajam dari Pak Doni, sedangkan Sabian langsung tersenyum puas.

"Hania diam. Kamu yang sopan ya!" Peringat Pak Doni.

Hania pun terdiam setelah rasa keterkejutannya. Ternyata, yang kemarin dia temui, lalu dia ajak kenalan adalah guru nya sendiri. Hania rasanya ingin menghilang dari dunia ini sekarang juga.

"Saya harap kalian bisa menerima saya dengan baik, sekaligus bisa berbuat selayaknya siswa pada umumnya!" ucap Sabian yang mengeraskan ucapan akhirnya.

Hania yang sudah di buat malu, akhirnya menyembunyikan wajahnya di meja dengan kedua tangan sebagai penghalang.

Setelah sedikit basa-basi, akhirnya pak Doni keluar dan Sabian mulai duduk di bangku nya. Dia teringat pesan pak Doni barusan.

"Ehem.. Pak Doni berpesan tugas yang dia berikan dua hari yang lalu, segera kumpulkan sekarang, karena saya yang akan menilainya!" suruh Sabian.

Dengan semangat para siswa pun segera mengumpulkan tugas mereka. Apalagi siswa perempuan yang tampak mencari perhatian pada Sabian.

"Siapa yang tidak mengumpulkan??" tanya Sabian dengan tegas.

Hania langsung duduk tegak saat mendengar pertanyaan Sabian. Dia bahkan belum selesai mengerjakan nya.

"Line gimana ini?" lirih Hania seakan meminta pertolongan dari Celine.

"Kamu-" tunjuk Sabian pada Hania.

"Kumpulkan tugas kamu!" sambungnya.

"A-anu, Pak. baru setengah!" jawab Hania dengan gugup.

"Kumpulkan saja, " balas Sabian dengan tenang, membuat Hania bernafas lega.

"Setengah lagi, ganti dengan hukuman!" sambung Sabian.

Hania melotot. "PAK?"


Hello, Sir!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang