Bab 9

1.4K 103 3
                                    

"Om tau kamu tidak pernah peduli dengan diri kamu Reksa, tapi om mohon jangan seperti ini. Kasihan tubuh kamu," ucap Aryan sembari menatap lekat Reksa yang masih melihat deretan gitar di depannya. Mata pria patuh baya itu tidak bisa berbohong bahwa dia khawatir.

"Udahlah om, Reksa yakin itu cuman karena lambung Reksa aja. Mungkin karena Reksa sering telat makan, bukannya om udah tau ya Reksa punya maag?" Tanya Reksa pada Aryan tanpa mengalihkan sedikitpun pandangannya dari gitar di depannya.

"Tinggal sama om Reksa, di rumah om."

Reksa kemudian baru berbalik untuk menatap adik kandung dari ayahnya itu. Sudah banyak kali kata itu terucap dari bibir pria paruh baya yang merupakan ayah Laskar. Reksa kemudian tersenyum lalu menggeleng.

"Reksa gak mau om, kasihan ayah. Setidaknya harus ada sosok yang membuat dirinya mengingat Sam, lagian semua salah Eksa tau, Eksa sama Sam beda," ucap pemuda itu. Reksa menarik napas panjang sebelum akhirnya melanjutkan ucapannya.

"Dan Laskar-"

"Laskar pasti setuju, dia yang selalu merengek meminta kamu untuk tinggal bersama om," ucap Aryan memotong ucapan Reksa. Lagi Reksa hanya menggeleng.

"Jika bukan ayah, Reksa enggak akan pergi om. Dan kalaupun Reksa harus pergi, Reksa gak akan pergi ke rumah om," ucap Reksa lirih. Pemuda itu kemudian melanjutkan kegiatannya yang tertunda, memilih sebuah gitar baru untuk menemai malam sang penyendiri.

-A N T A R E K S A-

"Raska gak bakal peduli om, orang yang udah ngehancurin hidup Raksa. Hidup bunda dan juga ayah, dia udah hancurin persahabatan Raksa, ngerebut semua kebahagian Raksa," ucap pemuda dengan manik hitam legam yang masih menatap lurus ke arah langit malam.

"Kalau om bilang Reksa sakit kamu percaya? Kalau om bilang Reksa bahkan bisa ninggalin kamu kapan saja, apa kamu percaya Raksa?" Sosok di seberang telepon menyahuti dengan nada tegas.

"Raksa gak akan peduli om, Raksa bahkan gak mau tau." Setelah itu telepon di tutup oleh Raksa, membuat sosok pria paruh baya nenghela napas setelah sang keponakan mematikan telepon dari nya. Aryan telah merasakan kehilangan, begitu juga Laskar yang bahkan tidak pernah merasakan bagaimana sentuhan halus sosok ibu dalam hidupnya. Aryan telah melewati banyak hal, dan dia tidak bodoh bahwa suatu yang buruk mungkin akan terjadi pada Reksa.

Perkataan dokter dan permintaan sang keponakan masih terngiang jelas dalam pikirannya. Rambutnya ia jambak pelan tatkala pusing menyerang. Ia bingung harus bagaimana menghadapi kenyataan yang mungkin menyakitkan kedepannya. 

"Saya curiga ada kerusakan pada hatinya nya."

"Jangan kasih tau siapapun ya om tentang apa yang akan terjadi pada Reksa. Om harus janji? Karena Reksa yang akan memberi tahu semua orang nanti."

Ingin rasanya Aryan menghampiri kakak nya dan berteriak bahwa Reksa adalah anak nya. Namun dia masih punya sopan santun, janji dengan sang ayah dulu pun masih Aryan ingat untuk tidak ikut campur dalam sang kakak mendidik anak-anak nya.

"Ayah," panggilan itu membuat Aryan membalikkan badan menatap ke arah anaknya yang berjalan menghampiri nya. Raut wajah khawatir terpampang jelas dalam wajah tampannya.

"Kenapa?" Tanya sang ayah. 

"Reksa yah." Hanya kata itu yang keluar dari mulut sang anak yang membuat raut wajah Aryan ikut berubah.

"Reksa kecelakaan yah," lirih Laskar lagi. Dengan gerakan cepat Aryan mengambil kunci mobilnya, mengajak sang anak untuk segera mencari dirumah sakit mana Reksa sekarang.

-A N T A R E K S A-

Di ruangan serba putih dengan bau khas menampilkan sebuah pemandangan menyedihkan. Seorang ibu yang menangis karena hampir kehilangan sosok sang anak dan seorang suami yang memeluk untuk menenangkan istrinya.

"Aku takut mas, Estian gak mau bangun," isakan terdengar dari bibir wanita paruh baya yang terlihat pucat dengan mata yang sembab. Sang suami hanya bisa memberikan pelukan sebagai penenang.

"Enggak, Estian pasti bangun. Kamu tenang dulu ya? Jangan gini, nanti kalau Estian bangun dia bakal sedih liat kamu seperti ini," ucap Randu sembari terus mengelus pelan punggung Selfian.

"Kamu istirahat dulu saja, saya akan menemui Reksa sebentar," ucap Randu lalu beranjak pergi. Raut wajah yang tadinya menunjukkan kekhawatiran itupun berubah menjadi raut wajah penuh amarah.

Langkah kali besar milik Randu memasuki ruangan tepat di samping Estian yang merupakan ruangan milik Reksa. Wajah pucat Reksa yang tengah terkekeh pelan dengan dua pria lain menjadi hal pertama yang Randu lihat setelah memasuki ruangan itu.

"Kau bahkan masih bisa tertawa setelah membuat anak saya seperti sekarang Reksa," ucap Randu yang membuat suasana dalam ruangan berubah. Reksa yang awalnya terkekeh pun berhenti, membuat kedua pria lainnya menatap dengan tatapan tajam ke arah Randu.

"Saya minta pertanggungjawaban kamu atas apa yang menimpa anak saya Reksa. Kamu harus membayar semua yang telah kamu lakukan," sambung Randu.

"Bang, cukup. Saya gak tau apa yang Abang maksud, tapi saya harap Abang tidak menganggu Reksa untuk saat ini. Kondisi dia belum stabil," ucap Aryan tegas pada kakaknya. Kedua kakak beradik itu beradu tatapan tajam yang membuat suasana ruangan semakin mencekam.

"Saya hanya meminta pertanggungjawaban dari dia, apa yang salah? Saya tidak peduli dengan kondisi dia, karena anak saya bahkan belum sadar sampai saat ini." Ucapan itu membuat Reksa menunduk sembari menggumam kata maaf. Bila saja dia lebih berhati-hati, maka semua hal yang menimpanya mungkin tidak akan terjadi.

"Lalu bagaimana dengan Reksa? Dia juga terluka bang," balas Aryan masih membela Reksa. "Kau terus saja membelanya? Apa kau lupa apa yang ayah katakan? Jangan pernah ikut campur dalam cara saya mendidik anak saya," balas Randu.

"Saya penasaran kenapa kau begitu membelanya, kau menginginkan Reksa sebagai anak mu? Ambillah, saya sudah tidak peduli. Saya akan antar barang-barang miliknya kerumah mu nanti," lanjut Randu dan kemudian beranjak pergi dari sana.

"Om." Aryan menoleh setelah mendengar satu kata yang diucapkan dengan nada bergetar oleh keponakannya itu. Aryan menghela napas, melupakan sesaat bahwa masih ada Reksa yang menjadi topik perdebatan menonton mereka sedari tadi.

"Tinggal sama om Reksa." Hanya itu yang bisa Aryan ucapkan sebagai gantinya yang membuat Reksa kembali terdiam. Pemuda itu menunduk dalam, berusaha menghilangkan pikiran bahwa sang ayah telah mengusir dirinya.

-A N T A R E K S A-

Haiii
Gimana kabarnya? Semoga baik ya
Aku kembali lagi dengan Reksa
Hmm, mungkin ini agak aneh yaa?
Tapi sudahlah, kita lihat kedepannya lagi

Aku harap kalian bisa terus memberi dukungan dengan vote dan komen

Sampai jumpa
-3 Oktober

R e t i s a l y aWhere stories live. Discover now