Bab 11

1.4K 113 6
                                    

Reksa membuka matanya secara perlahan lalu memandangi sekeliling. Kemudian pemuda itu mulai mengingat semuanya, alasan mengapa dia bisa berada di tempat yang asing itu.

Setelah semalam tertidur, Reksa perlahan memulai untuk berteman dengan rasa sakit. Helaan napas terdengar dari bibirnya, manik hitam itu kembali terpejam dengan mulut yang bergumam agar semua menjadi lebih baik.

Pemuda itu kemudian perlahan mulai bangkit. Dibawanya langkah kaki lemah miliknya menuju kamar mandi. Suara air memenuhi kamar apartemen miliknya selama beberapa saat sebelum sang penghuni keluar dari kamar mandi dengan rambut yang basah dan acak-acakan.

Reksa kemudian mulai melihat butir-butir kecil yang menjadi temannya. Sudut bibir miliknya mulai naik ke atas, tangan itu mulai perlahan meraih obat miliknya dan meminumnya. Reksa mengerutkan kening, rasa pahit menjalar di lidahnya. Reksa rasa dirinya mungkin akan sedikit kesusahan dengan rasa pahit ini.

"REKSA!"

Teriakan itu membuat atensi Reksa teralihkan. Dengan panik Reksa mulai mencoba menyembunyikan obat miliknya, sebelum sang pemilik suara melihat dan mulai menanyakan perihal itu.

Reksa mulai melihat siapa yang datang, bersamaan dengan langkah kaki yang mulai terdengar jelas. Laskar, pemuda itu mendekati Reksa dengan langkah tergesa dan raut wajah marah, yang membuat Reksa mulai memikirkan beberapa kemungkinan buruk di benaknya.

"SAMPAI KAPAN LO MAU DIEM SA? SAMPAI KAPAN LO BAKAL TERUS NYEMBUNYIIN HAL-HAL YANG BERHUBUNGAN DENGAN NYAWA LO SA? Sampai kapan lo bakal gini sa?"

Laskar berteriak marah dengan suara lirih di akhir kalimatnya. Pemuda itu berteriak sembari terus memegang kerah baju Reksa dengan sekuat tenaga. Air mata membasahi kedua pipi pemuda itu.

"Laskar lo kenapa?"

Bukannya menjawab, Laskar malah memilih untuk melayangkan pukulan ke arah Reksa. Lalu pemuda itu kembali memegang kerah baju Reksa, membuat pemuda itu menatapnya yang sedang menatap Reksa dengan tatapan tajam juga.

"Lo sekarat Reksa, lo sekarat."

"Bangsat, jaga ucapan lo ya!" Reksa ikut terpancing emosi ketika Laskar mengatakan dirinya sekarat. Reksa benci itu, Reksa benci ketika seseorang mengungkapkan kebenaran itu padanya.

"Lo sakit Sa, dan lo nyembunyiin hal itu Sa, lo nyembunyiin hal itu dari gue."

Laskar mulai terisak, pemuda itu meluruh dengan bersandar di kasur milik Reksa. Sedangkan Reksa hanya bisa terdiam, merasa ada yang salah dengan banyak pikiran di benaknya.

"Gue gak sengaja liat hasil itu Sa, lo sakit Sa," ucap Laskar di sela-sela isakannya. Yang diajak berbicara masih mematung, mencoba untuk mengelak atas fakta itu.

"Lo harus bertahan Sa! Gue bakal kasih tau om Randu biar dia tau, biar dia peduli Sa. Jadi lo harus bertahan. Iya gue bakal kasih tau om Randu dulu, lo diem disini."

"Laskar berhenti! Tenangin diri lo dulu, dan kalau lo bener-bener bilang ke ayah, gue bakal mati di depan lo Laskar," ancam Reksa pada Laskar. Pemuda itu menarik Laskar yang masih seperti orang linglung.

"Dengerin gue! Gue bakal bilang sendiri nanti sama ayah, jadi lo gak perlu bersusah payah bilang hal itu. Dan untuk bertahan, gue pasti bakal bertahan Laskar, jadi lo jangan gini."

"Tapi kalau lo gak bilang ke ayah lo, siapa yang akan nanggung biaya lo berobat Sa?" tanya Laskar dengan nada yang sedikit meninggi.

"Gue bisa sendiri Laskar, gue bakal kerja. Jangan khawatir kalau itu yang menjadi alasan lo mau bilang ke ayah. Lo takut gue nyusahin lo atau bokap lo? Jangan takut, gue gak bakal nyusahin lo Laskar."

Sedikit getaran bisa Laskar rasakan di nada bicara Reksa yang membuat rasa bersalah menjolak di dadanya. Pemuda itu menggeleng ribut.

"Bukan gitu Sa. Lo gak bakal nyusahin gue, tapi om Randu harus tau. Dia harus bantu lo berjuang Sa, dia harus tau biar lo mau berjuang."

Tangis Laskar kembali pecah. Reksa adalah teman pertama nya, sosok yang mengulurkan tangan saat semua orang mendorongnya. Dan sekarang sosok itu sedang di uji, sosok itu sekarang sedang bertahan dengan semesta yang terus menyuruhnya untuk pergi. Dan Reksa hanya terdiam, tak berniat membalas Laskar. Pemuda itu membiarkan Laskar menangis, dengan dirinya yang juga ikut menangis. Biarkan dunia tau untuk kali ini, bahwa Reksa tengah berjuang.

-A N T A R E K S A-

Matahari bersembunyi di antara kumpulan awan-awan hitam di langit. Tak ada sinar yang menyinari, namun tak ada juga rintik hujan yang mambasahi dunia.

Raksa mulai menghembuskan napas kesal, dirinya telah berada di tempat ini dengan terjebak oleh obrolan yang tak menyenangkan sejak tiga puluh menit yang lalu. Pria paruh baya di depannya terus mengoceh tentang Reksa, orang yang paling berusaha Raksa hapus dari kehidupannya.

"Om, kalau om terus ngomongin Reksa, sepertinya lebih baik Raksa pergi om. Karena Raksa rasa itu bukan hal penting seperti apa yang om katakan saat ditelepon tadi."

Pria di depannya yang mendengar perkataan Raksa menghela napas lalu terkekeh pelan. Anak di depannya ini benar-benar anak dari sang kakak. Penolakan mereka terhadap Reksa benar-benar sama, tidak ada yang berbeda dan tidak ada yang mau membuka mata.

"Kamu benar-benar sebenci itu dengan kembaran kamu Raksa?" Tanya Aryan sembari mengulurkan tangan untuk mengambil minumannya.

"Raksa tidak harus menjawab hal itu om. Om tau jawabannya, tapi jika om ingin mendengar sekali lagi, maka Raksa akan ulang hal itu. Iya, Raksa sangat membenci Reksa sampai rasanya Raksa terlalu benci untuk sekedar menyebutkan bahwa Raksa punya saudara kembar."

"Gue ucapin selamat kalau gitu Raksa. Karena kemungkinan Lo gak bakal punya kembaran lagi."

- A N T A R E K S A-

Haii
Aku kembali dengan bab 11
Aku baru sempet cek kemarin dan baru nyadar cerita ini udah lebih dari seribu kali di baca

Jadi aku semangat up nya, jadi buat kalian yang nunggu cerita ini jangan lupa vote dan komen yaaa

Salam cinta
Firda

Sampai jumpa
-23 Oktober

R e t i s a l y aWhere stories live. Discover now