Part 13

1.3K 110 11
                                    

Reksa menghela napas sembari merapikan dasi yang tertengger di lehernya. Sepertinya baru beberapa hari yang lalu dirinya di vonis, namun nyatanya itu sudah tiga minggu yang lalu. Karena sekarang dengan seragam putih abunya, Reksa akan kembali melakukan aktivitas belajarnya di sekolah dengan keyakinan bahwa dirinya bisa meraih sesuatu yang akan membuat sang ayah setidaknya memanggil namanya dengan nada lembut.

Sosok gadis yang selama ini Reksa harapkan kembali kini bena-benar kembali. Dan Reksa harap, setelah ini tidak ada lagi kata pergi. Karena jika seseorang bertanya pada Reksa hal apa yang paling dibenci olehnya, maka dia tidak akan ragu untuk berkata bahwa kepergian seseorang adalah hal yang paling dibenci sosoknya.

"Tuhan, semoga hari ini menjadi lebih baik."

Setelah dirasa semua telah siap, Reksa mulai melangkah keluar. Namun akhirnya langkah kakinya ia bawa kembali utuk mengambil benda penting yang tertinggal di laci meja kamarnya. Reksa tertawa pelan saat dirinya kembali di tampar akan kenyataan yang seolah-oleh mengingatkannya bahwa dirinya bergantung pada benda itu sekarang.

"Oke Reksa, hari baik menunggu," guman Reksa sembari meninggalkan kamar apartemennya. Langkah kakinya menyusuri setiap jalan yang sudah dia lalui selama tiga minggu ketika dirinya lelah ini. Jika Reksa diberi pilihan sekali, maka Reksa akan mengungkapkan bahwa dia ingin pulang.

Setelah dirinya benar-benar berada di depan kuda besi hitamnya, Reksa mengenyahkan semua pikiran buruk yang akan membuat dirinya melamun nanti. Reksa hanya tidak ingin dirinya berada di ruangan putih terkutuk itu lagi.

Kuda besi itu melaju sedang menyusuri jalanan yang padat. Tidak ada yang bisa membuat Reksa sebahagia ini kecuali suasana pagi. Dengan helm di kepalanya, Reksa masih bisa merasakan kerasnya angin pagi yang menerpa pelan wajahnya.

Kuda besi itu berbelok ke sebuah bangunan tinggi, tempat bertuliskan tempat parkir siswa adalah tujuannya. Dengan rapi Reksa memarkirkan sepeda motornya, di samping sebuah sepeda motor putih terparkir. Reksa tersenyum, dirinya tau persis dengan siapa pemilik sepeda motor itu.

Langkah kaki nya Reksa tuntun menuju kantin sekolah. Reksa telah merasakan lambungnya kosong, jadi dia berniat mengisinya terlebih dahulu sebelum tubuhnya memberi pertanda. Suasana kantin masih sepi, hanya ada beberapa murid yang bahkan hanya sekedar membeli roti.

"Mang, bubur nya satu ya." 

Setelah memesan pemuda itu kembali melangkah menuju kursi yang tak jauh dari sana. Netra Reksa mengangkap sosok pemuda mendekat ke arahnya. Sosok dengan manik hitam legam yang menatap tajam itu mendekat dengan langkah cepat, menghampiri Reksa yang tengah tersenyum ke arahnya yang mulai ada di hadapan Reksa.

"Tumben Sam, biasanya lo paling anti berurusan sama gue. Dan kenapa lo bisa tau gue udah dateng? Jangan bilang lo tadi ngeliatin gue ya?" tanya Reksa dengan percaya diri, secara kelas Raksa berada di lingkungan yang masih dengan mudah dapat melihat kondisi parkiran.

"Gue cuman mau bilang kalau skenario lo kurang sempurna Reksa. Harusnya lo membuat skenario seolah-olah lo gila, maka gue akan percaya dengan mudah."

Reksa mengerutkan keningnya, skenario yang dibicarakan Raksa, sungguh dirinya tidak mengerti. Reksa hendak membuka mulut untuk bertanya sebelum sebuah foto di lempar ke hadapannya dengan gerakan kasar.

"Ambil barang itu, gue gak peduli apa yang akan lo lakuin. Yang jelas gue gak bakal pernah menyimpan barang dengan unsur lo di dalamnya Antareksa. Bajingan seperti lo bahkan lebih dari pantas untuk mendapatkan lebih dari skenario yang lo buat. Dan gue bener-bener berharap Tuhan hukum lo yang telah ngerusak kebahagian bunda lo sendiri. Gue berharap lo bener-bener sakit sesuai skenario yang lo buat Seana," ucap Raksa sarkas namun sangat pelan.

R e t i s a l y aTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang