CHAPTER|Forty six

19 4 0
                                    


"Shit!" desis Jaehyun.

"Harusnya lo introspeksi diri bukan ngelakuin hal bodoh kayak gini,"

"Bocah."


DOR!!


Jaehyun melepaskan tembakan dengan penuh amarah. Matanya memerah.

Jeno terkujur semakin tak berdaya. Sesekali ia memekik atas rasa sakit yang ia rasakan. Darah segar mengalir deras. Jeno memegang luka tembak tersebut untuk mencegah darahnya keluar. Tapi nihil, luka itu bukanlah luka kecil, darah terus membasahi tubuhnya. Kesadarannya semakin berkurang.

Sedangkan jauh di depan sana, Jaehyun menjatuhkan pistol yang ia pegang. Tangannya bergetar hebat. Ia mengira bahwa dirinya telah menembak tepat dibagian dada kiri Jeno dan menghilangkan nyawanya.

Jaehyun memperhatikan Jeno yang semakin tidak ada pergerakan. Ia memundurkan langkahnya, menggelengkan kepala sampai akhirnya ia berlari meninggalkan tempat tersebut.

Yuta melihat itu semua. Setelah Jaehyun pergi dari tempat itu, ia mendekati Jeno. Membalikkan tubuh Jeno dengan kakinya.

Ia tahu Jeno masih sadar, bahkan Yuta yakin Jeno masih bisa berjalan walau dengan susah payah. Ia melihat luka tembak itu, luka itu bukanlah terdapat di dada bagian kiri yang mengarah langsung ke jantung. Melainkan mengenai tangan atas sebelah kiri.


Setelah melihat keadaan Jeno yang masih memiliki kesadaran. Yuta berbalik,  satu langkah ia mengeluarkan pistol dari saku jaket  yang ia kenakan. Ia menatap wajah Jeno kemudian ia arahkan pistol tersebut.

Sampai akhirnya...


DOR!!


Yuta menembak untuk kedua kalinya. Kali ini tembakan itu mengenai perut kanan Jeno. Yuta kembali melanjutkan langkahnya dan memasukkan kembali pistol yang ia gunakan. Ia seperti tidak peduli dengan raungan Jeno yang meminta tolong.

"Ambil pistol Jaehyun usahakan sidik jari dia tidak boleh hilang. Bereskan semuanya jangan sampai ada jejak sedikitpun yang bisa mengarah kepada kita."

Setelah memberikan perintah, Yuta memasuki mobilnya. Tak lama mereka pun meninggalkan tempat tersebut. Meninggalkan Jeno yang sesekali masih terdengar suara meminta tolong dengan suara lemahnya.

Setelah kepergian Yuta, hujan   tiba-tiba turun cukup deras. Darah yang tidak berhenti keluar itu semakin menjalar menggenangi tubuh Jeno. Kesadaran Jeno semakin menurun. Matanya terkatup rapat tetapi ia masih bisa mendengar suara  hujan.

Tak lama ia mendengar seseorang berlari mendekati dirinya. Kesadaran Jeno semakin berkurang, ia sekuat tenaga membuka matanya untuk melihat siapa orang tersebut. Sampai akhirnya semuanya menjadi gelap.

"JENO!!"

"Jeno, bangun!!"

***

Bel pulang berbunyi, kelas mulai kosong tersisa beberapa murid yang masih membereskan mejanya, termasuk Mark.

Sebelumnya Jeno berpamitan untuk pulang lebih dulu karena ia telah memiliki janji dengan ibunya.

Mark menoleh saat namanya dipanggil oleh seseorang. Ia mendapati Yeri yang sudah berdiri diambang pintu dengan mata menerawang seperti tengah mencari sesuatu.

Sampai akhirnya mata mereka bertemu. Yeri langsung menanyakan keberadaan Jeno dengan gerakan mulut pada Mark.

"Pulang duluan dia," kata Mark.

ARCANE | Lee JenoWo Geschichten leben. Entdecke jetzt