11.

3.5K 197 8
                                    

Assalamu'alaikum, Shalom, Om swastyastu, Namo Buddhaya, Salam Kebajikan🙏

Karena aku nulisnya pake hati, jadi kalian bacanya juga pake hati, biar sampai ke hati, tapi jangan diambil hati, okeyy?😉

Happy membaca💚

*****

Hari sudah semakin sore. Tadi setelah membantu sang Ibu Sagara langsung disuruh mandi oleh Teresa. Saat ini sepasang Ibu dan anak tersebut sedang duduk berdua di ruang tamu atau ruang keluarga miliknya ditemani dengan bakpau yang dibeli Sagara tadi

"Tadi Saga nonton film apa?" tanya Mama memulai obrolan.

Sagara hanya diam saja. "Kok diem? Jangan bilang Saga lupa apa yang Saga tonton tadi?" tuding Teresa diakhiri tawa olehnya.

"Saga nggak lupa Mama," jawab Sagara lalu menggigit bakpau miliknya.

"Terus apa dong? Mama pengen tau, nanti kalau bagus kita nonton berdua,"

"Papa."

"H-hah?" Teresa terkejut, atau mungkin salah mengartikan maksud dari Sagara.

"O-oh, bagus dong pasti filmnya," lanjutnya terbata.

Suasana menjadi hening seketika. Teresa dengan pikirannya yang entah kemana dan Sagara yang sedang mempertimbangkan isi hatinya untuk ia utarakan atau tidak.

"Papa?"

"Papa kenapa Sa?" balas Teresa cepat. Lamunannya buyar setelah mendengar satu kata keluar dari mulut Sagara.

"Saga udah mau 17 tahun,"

"Masih lumayan lama Sa, emang Saga mau minta kado apa dari Mama?" Bukan kalimat itu yang ingin Sagara dengar dari Mamanya.

"Papa pulangnya masih lama?" tanya Sagara sangat pelan. Namun, masih terdengar oleh Teresa.

Teresa terdiam cukup lama, ia bingung harus memberikan jawaban seperti apa 'lagi'. Pertanyaan ini memang sering ditanyakan oleh Sagara, tetapi itu dulu. Karena semenjak naik ke kelas 5 SD Sagara sudah tidak pernah bertanya perihal sang Papa.

"Kan Papa lagi kerja Sa," jawab Teresa mencoba memberi pengertian. Walau sebenarnya ia tahu, bukan jawaban seperti ini yang diharapkan oleh Sagara. Sudah terlalu sering Teresa memberikan jawaban seperti itu.

"Lama bangat ya Ma kerjanya? Pasti nanti kalo Papa pulang kita langsung jadi orang kaya," tutur Sagara terkekeh pelan.

"Haha, iya," Teresa pun ikut terkekeh canggung sembari menjawab pertanyaan dari Sagara.

"Sebentar lagi Maghrib, Saga ke Masjid dulu ya Ma?" Pamit Sagara yang mungkin sebenarnya ia ingin mengakhiri topik yang seharusnya tidak pernah ia bahas.

"Iya, hati-hati ya," ujar Teresa lalu berdiri untuk melihat Sagara yang berjalan keluar rumah. Teresa tersenyum pedih melihat punggung anak semata wayang yang semakin hilang ditelan jarak.

"Maafin Mama Sa," ujar Teresa sembari menundukkan kepalanya. Ibu hebat tersebut menangis tanpa suara.

Tidak berbeda jauh dari Sagara, remaja laki-laki itu pun menangis di perjalanannya menuju Masjid.

About Sagara [ON GOING]Where stories live. Discover now