33.

648 76 19
                                    

Assalamu'alaikum, Shalom, Om swastyastu, Namo Buddhaya, Salam Kebajikan🙏

Karena aku nulisnya pake hati, jadi kalian bacanya juga pake hati, biar sampai ke hati, tapi jangan diambil hati, okeyy?😉

Happy membaca💚

Gak jadi end🥰

*****

Jarak tempuh dari sekolah ke rumah sakit memang cukup jauh. Selama perjalanan tidak banyak obrolan yang terjadi antara keduanya. Sebenarnya banyak pertanyaan yang Sagara ajukan pada Doni, tapi pria yang lebih tua itu hanya diam tidak menjawab.

"Loh kok belok bang? Langsung ke rs aja, gue bawa baju ganti kok." Lagi-lagi Doni hanya diam.

"Bang?? Kok diem sih? Anter gue ke Mama."

Seakan tidak mendengar suara Sagara Doni tetap melajukan motornya ke arah rumah Sagara. Remaja yang dibonceng hanya bisa pasrah saja mengikuti pemilik motor.

Kendaraan roda dua itu berhenti agak jauh dari pelataran rumah Sagara. Langkah gontai Sagara mengantarkannya menuju rumahnya. Memaksa Doni untuk ke rumah sakit pun percuma, laki-laki seakan tidak bisa bicara sedari tadi. Di tengah langkah kakinya mata anak itu memicing melihat rumahnya yang ramai sekali oleh para tetangga, bahkan di sana ada Ayah dan Bunda Dareno juga. Seketika jantung berdegup kencang memutar potongan kejadian yang ia alami saat ini. Mulai dari dia yang tiba-tiba dijemput dari sekolah, rumahnya ramai oleh tetangga yang berpakaian warna gelap, Doni yang malah mengantarkannya ke rumah bukan ke rumah sakit dan bendera kuning di rumahnya harus Sagara cepat menyadari itu semua. Berharap dugaannya salah. Ia bawa kakinya lari menuju rumahnya dengan sangat tergesa-gesa.

Jika Sagara mempunyai harapan, maka Tuhan memiliki takdir mutlak untuk setiap manusia. Untuk kali ini harapan Sagara tidak sejalan dengan takdir yang sudah ditulis oleh sang Pencipta. Di dalam rumahnya sana Mamanya tercinta sudah terbujur kaku dengan kain yang menutupi seluruh tubuhnya.

Raungan tangis Sagara seketika memenuhi ruangan sempit itu. Ia duduk bersimpuh disamping jenazah Mamanya. Tangisan keras kembali terdengar saat ia berhasil menyibak kain menutupi wajah ayu sang Mama. Hal yang selalu ditakuti Sagara saat Mamanya sedang tidur kini menjadi kenyataan, wajah cantik dengan senyum tipis itu sudah tidak bernafas.

"Mama kenapa secepat ini?" Batinya terus bertanya. Otaknya belum sepenuh mencerna tapi apa yang ada di depannya sungguh menamparnya dengan keras.

Nara-Bunda Dareno mendekati Sagara untuk ia bawa mundur sedikit dari raga kaku sang Mama. Takut jika air mata Sagara mengenai jenazah Teresa yang sudah disucikan.

Nara bawa tubuh lemah itu dalam dekapan hangatnya. Ia tahu bagaimana perjuangan Teresa untuk Sagara juga perhatian Sagara untuk Mamanya. Semua dia saksikan dengan mata kepalanya sendiri dari awal mengandung Sagara sampai Sagara sebesar ini. Sagara yang sedari dulu hanya tinggal berdua dengan Mamanya juga pasti sangat merasa kehilangan.

"Bu, almarhumah harus segera di sholatkan lalu dikebumikan." Seorang Ustadz datang meminta izin pada Nara selaku orang terdekat Teresa. Nara beri anggukan dan menyerahkan semuanya pada sang Ustadz.

Mendengar itu membuat tangisan Sagara semakin meraung keras bahkan anak itu kini memberontak dalam dekapan Nara.

"Nggak! Nggak.... nggak boleh.... Mama.... Mama... Saga mau Mama..." racaunya berusaha menggapai tubuh Mamanya, tapi sayang Doni datang dan langsung menarik Sagara agar tidak lagi ingin menggapai tangan Ibunya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 16 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

About Sagara [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang