Reflected and Reversed

213 26 2
                                    

Kisah pasangan takdir kita ini dimulai dari bangku SMA, tepatnya di salah satu sekolah berasrama yang jauh dari hingar bingar kota. 

Sekolah ini bukan sekolah elit sebenarnya, tapi masuknya sangat sulit, karena sekolah ini cukup unik dengan peraturan ketat dalam mengontrol kegiatan murid-muridnya: tidak boleh keluar lingkungan asrama atau mengakses handphone & gadget pribadi kecuali di akhir minggu. Oleh karena itu, ada peraturan tidak tertulis di sekolah ini: kalau tiba-tiba ada murid pindahan di tengah semester, pasti murid itu:
- anak orang kaya atau pejabat
- kalau tidak mantan pecandu narkoba, pasti berandalan.

Makanya, saat ada berita anak baru setelah semester genap berjalan hampir 2 bulan, semua murid di kelas 11 itu heboh bergosip: siapa pembuat onar yang akan masuk ini?

Awalnya tidak ada yang mengenali saat Park Jisung masuk kelas dan memperkenalkan diri di samping guru, tapi semua orang bergumam kalau anak baru ini auranya seram, perawakan tinggi dan rambut agak gondrong. Hingga nama itu beredar ke seantero sekolah dan seorang murid kelas 12 ternyata pernah mendengar reputasinya.

"Park Jisung yang tiang itu? Anjir itu adek kelas gue dulu pas SMP, gila dia tukang berantem ga takut mati, preman parkiran samping sekolah gue aja takut sama tuh anak."

.

.

.

.

.

Jisung tersenyum kecil saat sadar sepanjang hari pertama di sekolah ini, hampir tidak ada murid yang berani mendekatinya. Bagus, berarti ada yang tau reputasi gue gimana sebelum masuk sini. Semua sesuai keinginannya, dia mau bersantai-santai sendiri saja di sekolah baru ini. Toh orang tuanya sudah membuangnya ke sini, buat apa capek-capek cari masalah kecuali ada yang cari masalah duluan.

Ya kecuali untuk orang seperti si ketua kelas ini, satu-satunya murid yang berani mengajaknya berbicara dengan alasan diminta kepala sekolah menemaninya.

"Hai, pak kepsek bilang lo belom pernah sekolah asrama sebelumnya, jadi beliau nitip ke gue buat nemenin lo sampe lo terbiasa sama sekolah ini." Ucap si ketua kelas ramah saat guru mata pelajaran terakhir sudah keluar kelas.


Sok ramah, jijik, skip.

Jisung tidak mengacuhkan perkataan tersebut, dan langsung melengos keluar kelas. 


Qian Chenle, nama yang tertulis di seragam ketua kelas itu.

.

.

.

.

.

"Chenle lo tuh emang terlalu baik sih, mana ga enakan. Lo masih mau jadi ketua kelas lagi tahun ini, terus masih mau juga dimintain kepsek ngurusin anak baru." Ujar teman sekelasnya sambil lalu.

Chenle hanya menjawab temannya dengan tertawa ringan. Ia bukannya tidak was-was saat mendengar rumor tentang Jisung saat SMP yang ramai dibicarakan orang. Tapi ia selalu berpikir, pasti ada alasan dibalik semua sifat dan perbuatan seseorang.

Taking ChancesWhere stories live. Discover now