Chapter 3 : Meet

649 115 19
                                    

Gelindingan dadu membuat sorak orang-orang kelas atas itu semakin bergemuruh, dan mengumpat begitu melihat hasil dadunya yang lebih rendah dari lawan. Malam itu salah satu kasino terbesar di New York, dipenuhi oleh para golongan penting bagi keuangan dunia. Bahkan, pemilik pun turut meramaikan bangunan megah tersebut.

Jika yang lain sibuk bermain slot, dadu, kartu, berbeda dengan pemilik, mereka bermain catur dan saling mengalahkan satu sama lain. Puluhan menit berlalu, permainan itu berlangsung sengit. Begitu perlahan pion-pion berjatuhan, menandakan begitu sulitnya menemukan pemenang di antara saudara kembar tersebut.

Anver mengerutkan dahi melirik bidak-bidaknya yang dikepung pion hitam Ansell. Ia berdecak gelisah dan mengepalkan jari-jari tangan kanannya di depan wajah frustrasi. Ia sudah berlatih seminggu penuh untuk memenangkan ini. Tidak, ia tidak mungkin kalah. Anver kembali melirik Ansell yang tersenyum miring ke arahnya dan menautkan jemari seolah pemenang sudahlah jelas.

"Give up," ucap Ansell pelan dengan netra meremehkannya.

Anver langsung memainkan pawn-nya, menentang saran adik kembarnya itu. Namun, Ansell malah tertawa dan menumpas pion Anver dengan pion hitamnya di detik yang sama. Anver memijat kepalanya yang pusing cara memenangkan pertandingan itu.

Tidak lama setelahnya, seorang wanita berjas dan anak buahnya memasuki kasino, menyita perhatian seluruh insan. Berbisik-bisik bahwa wanita itu adalah pemimpin kelompok La Muerte yang baru, di sampingnya terdapat sang Blue Rose dengan dress biru metallic-nya.

Anver melirik adiknya yang terpusat pada si Mawar Biru. Ia mengedarkan pandangannya memerhatikan bahwa kecantikan sang Godmother dan Blue Rose itu menyita perhatian semua orang yang ada. Yang ada di dalam pikiran Anver, bahwa ia harus memenangkan permainan catur ini bagaimana pun caranya. Anver dengan cepat menukar posisi pion Bishop-nya dengan Queen. Lalu menggerakkan pion rook-nya. Ia tidak peduli jika beberapa ada yang melihat, ia tidak akan segan memotong lidah siapa saja yang membongkar kecurangannya. Lagi pula, siapa yang berani melaukan hal itu?

Melihat Ansell yang enggan mengalihkan pandangan dari Lora, Anver berucap, "Your turn."

Ansell yang tersadar dari lamunannya pun menolehkan kembali kepala untuk menghadap catur di depannya. "Lora dan Nieva ada di sini," ucapnya memenghabisi pion rook Anver.

Wilbert mengalihkan pandangan dari Lora dan Nieva. "Tuan, baku tembak bisa saja terjadi. Berita yang pernah kudengar, Nieva begitu ambisius dan tidak kenal takut."

"Lebih baik kita melanjutkan permainannya di rumah, Tuan. Tempat ini sangatlah ramai dan terdapat beberapa aparat pemerintah," nasihat Alfred.

Anver seolah tidak mendengarkan menggerakkan pion ratunya yang membahayakan posisi pion Raja milik Ansell. Ansell yang tadinya memasang ekspresi tenang mengerutkan dahi dan melirik seluruh pion bergantian. Detik demi detik berlalu, Ansell memerhatikan seluruh pion tiada hentinya dan melirik Anver setelahnya.

"Kau—"

"Your time is almost up," peringat Anver melirik jam.

Ansell memainkan pionnya dan lagi-lagi pion Queen milik Anver mengancam pion rajanya.

"Sekakmat," ucap Anver tenang.

Ansell melotot tidak percaya. Bahkan, para anak buah mereka pun terkejut bukan main, Ansell tidak pernah kalah bermain catur. "You tricked me!" bentak Ansell berdiri dari kursi, emosi.

Anver diam saja. Ia tidak bisa berbohong dengan adiknya dan sebenarnya ia pun tidak ingin mencurangi adiknya, namun ia tidak bisa menikah terlalu muda seperti sekarang. Lagipula, ia tidak akan mau kalah di hadapan semua orang seperti saat ini.

Queen in SuitWhere stories live. Discover now