PART XXX

17.1K 739 7
                                    

Sebenarnya Viona tak makan siang, ia justru melanjutkan pekerjaannya. Itu karna nanti dia tak lembur, jadi dia harus menyelesaikannya sekarang. Viona hanya makan cemilan dan minuman ringan yang ia ambil dari pantry. Tangannya terus menari di atas keyboard, mengetikkan ribuan kata.

"Kau sudah makan siang Vi?" Gio masuk tanpa permisi.

"Ah.. aku udah makan siang bareng Rei." bohong. Viona sama sekali tak makan dengan Rei

"Oh.. kau tak ingin melakukan sidak minggu ini?" tanya Gio

"O iya.. udah waktunya ya gi? Aku hampir lupa karna proyek ini." Viona mengusap wajahnya. Ia tampak penat dengan pekerjaannya yang menumpuk. "baiklah, ayo lakukan." Dia beranjak dari kursinya dan agak sedikit terhuyung. Matanya berkunang-kunang, dan pandangannya kabur.

"Lo nggak papa Vi?" Gio dengan sigap memegangi lengan Viona.

"Nggak, mungkin darah gwe turun. Nanti aku minun suplemen tambah darah."

"Yakin? Lo pucet banget.." Gio memperhatikan wajah Viona, bibirnya kering, lingkaran kecoklatan di sekitar matanya tampak jelas meski telah ditutupi make up dan wajahnya sangat sayu.

"Aku.." Viona mencengkeram erat pinggir meja kerjanya. Pandangannya yang semula mengabur kini benar-benar telah gelap gulita.

"Viona!" Gio menangkap tubuh Viona yang kini lemas. Dengan cekatan dia mengangkat tubuh Viona, dia harus segera membawanya ke ruang kesehatan. Gio dengan hati-hati mendorong pintu ruang kerja Viona dengan kakinya, pintu itu terbuat dari kaca jadi harus pelan-pelan.

"Bu Viona!" salah satu pegawai perempuan terpekik melihat atasannya dibopong si sekretaris. Dia langsung mengikuti Gio.

"Keke, tolong siapkan ranjang di ruang kesehatan." Perintah Gio pada perempuan yang mengikutinya.

Perempuan bernama keke tadi mendahului Gio. Berlari ke ruang kesehatan untuk menyiapkan ranjang. Gio segera membaringkan Viona di ranjang.

"Panggil ambulan Ke, aku akan memberi tahu Rei."

"Baik." Keke langsung menekan nomor darurat, sementara Gio menghubungi Rei.
.
.
.

Viona segera dilarikan ke rumah sakit. Dokter telah memeriksanya, melakukan ct scan dan yang lainnya. Dokter bilang bahwa di terlalu lelah, maghnya kambuh dan ada gejala tifus. Dia memerlukan istirahat..

"Sayang.." Rei menggenggam erat tangan istrinya yang tak tersambung selang infus. Ia duduk duduk di tepian ranjang dimana Viona terbaring masih belum sadarkan diri. Ibu jarinya bergerak lembut di pipi Viona.

"Kau bilang padaku bahwa aku harus menjaga kesehatan, makan dengan teratur dan yang lainnya. Kau sendiri malah mengingkari perkataanmu.."

Tangan Rei beralih membelai rambut Viona, dan ia tergoda.. lama-lama memandangi wajahnya yang terlelap membuatnya tak tahan.. ia mengecup lembut bibir tipis Viona.
.
.
.
Oh.. mimpi ini lagi! Entah kenapa aku selalu mendapat mimpi yang sama dimana Rei selalu menciumku! Tapi rasa-rasanya kadang mimpi itu terlalu nyata.

"Hei.." sapaan itu terdengar berat.. dan lelah..

Bau obat juga langsung menyapaku ketika sadar. Rumah sakit. Pasti. "ergh.." aku mengerang tertahan karena merasa ngilu di tangan kiriku. Jarum infus.

"Kenapa Vio..?" Rei terdengar khawatir. Telapak tangannya yang hangat segera membungkus tangan kananku.

"Nggak papa, jam berapa sekarang? Udah berapa lama aku disini."

"Ssttt.. !! kau ini kenapa sih, dulu kau bilang kau tau kapan saat harus berhenti, kenapa sekarang begini? Kau menyuruhku untuk menjaga kesehatan sementara kau malah mengabaikannya." Ada apa dengan Rei? kenapa dia jadi marah-marah.

"Maaf.. lagi-lagi aku merepotkanmu."

"Bukan itu.. kau membuatku cemas. Kau tahu, aku membatalkan semua pertemuan hari ini saat mendapat kabar bahwa kau di bawa ke rumah sakit."

"Apa? Kau membatalkannya?" dasar pria bodoh. Kau tak perlu melakukan itu Rei! "aku kan bukan istrimu, jangan cemas berlebihan."

"Terlepas kau ini istriku atau bukan, kau tetap tanggung jawabku!" Rei menggeram marah

"Rei! kau menyakiti tanganku.." genggaman tangannya ikut mengerat hingga mencengkeram tanganku ketika emosinya naik.

"Sorry.." dia segera melepaskan tanganku. "kau mau makan apa? Akan kubelikan di bawah, aku tau makanan rumah sakit tak ada yang enak."

"Aku tak lapar Rei.."

"Sudah dua belas jam lebih kau tak makan dan bilang tak lapar? Jangan bandel! Aku akan segera kembali.."

"Dasar keras kepala.." gumamku

"Kau yang keras kepala Viona!" Rei berbalik dan menjawabi gumamanku. Oupss... dia mendengarku rupanya.

Usut punya usut Rei tahu aku tak makan siang tadi. Dia tahu dari Gio karna Gio menanyakan apa yang kubawakan untuk Rei dan bagaimana makan siang kami di kantor. Tentu saja Rei membantah bahwa ia tak makan siang denganku, that's way he is so angry with me now..

"Aku nggak tau apa yang kau suka, tapi waktu kau membelikanku nasi gulung saat aku sakit itu enak. Jadi aku beliin ini juga.." Rei memperlihatkan bungkusan berisi nasi gulung. Yah, sepertinya enak tapi aku tak lapar.

"Aku mau tidur.." kutarik selimutku.

"Sekarang lihat? Siapa yang membangkang pada aturan yang dibuatnya sendiri?" cemoh Rei. suer deh, aku lagi nggak pengen makan apa-apa.

"Rei.. aku tak lapar, aku hanya lelah dan aku mau tidur, kau bisa pulang sekarang.."
.
.
TBC

HOPELESS (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang