Bab 24

3.2K 133 2
                                    

.......................

Hugo mengetuk pintu besar yang ada dihadapannya sebagai isyarat untuk masuk kedalam kamar Iris. Retina pemuda itu sudah sering melihat tuannya menangis, namun dalam beberapa hari ini tangisan itu kian pilu. Hugo mungkin tidak mengetahui apa yang terjadi, tapi ia bisa menebak siapa orang yang membuat nona Iris seperti ini. meski ia hanyalah seorang pelayanan, namun Hugo paham dengan apa yang terjadi diantara tuannya dan tuan besar. Singkatnya Hugo mengetahui hubungan rumit yang terjadi diantara mereka.

"Nona, makanlah."

Hugo mengambil posisi duduk dibibir ranjang, sedangkan iris masih menangis dibawah selimut tebal yang membungkus tubuhnya.

"Makanlah sedikit, nona."

Hugo tak pandai membujuk, ia kaku untuk masalah seperti ini. Mungkin itu karena Christopher yang merupakan tuan sebelumnya adalah seorang apatis yang bahkan hampir tidak memerlukan jasa-nya.

"Hugo.." Suara lembut Iris memanggilnya dibalik selimut.

"Iya, nona. Apa ada sesuatu yang anda inginkan?"

"Apakah kau pernah jatuh cinta?" Suara Iris pelan, namun masih terdengar jelas ditelinga Hugo.

Pertanyaan yang terlihat bodoh, namun Hugo dapat menebak kemana arah pembicaraan mereka akan berlanjut.

"Tentu, Nona. Saya rasa semua orang pasti pernah mengalaminya."

"Apakah cintamu berbalas?."  Suara lembut itu terdengar menahan tangis, bergetar dalam tanyanya.

"Berbalas seperti apa yang nona maksud?." Hugo menjawabnya dengan jawaban yang sedikit membuat Iris bingung.

Paham Iris mungkin sedang bingung atas jawabannya, Hugo segera melanjutkan.

"ehmm..mungkin saya akan menceritakan sedikit bagaimana kisah cinta saya dulu kepada nona." Ujar Hugo sambil memandang kearah langit-langit kamar, menerawang jauh membiarkan kenangan itu kembali dan menyelimuti mata cokelatnya.

"Saya pernah mencintai serongan gadis dulu, namun ayah gadis itu adalah orang berkuasa di desa saya dan hal itu menjadi dinding pembatas diantara kami—"

"Saya hanyalah anak yatim piatu yang dibesarkan oleh warga setempat. Saya tak punya apa-apa dan hanya mempunyai dua kaki dan tangan untuk bertahan. Kami berbeda secara strata dan hal itu bukan suatu yang lumrah di desa saya—"

"Tidak ada ayah yang ingin melihat Putri-nya hidup dalam keadaan menderita dan saya pun sadar bahwa saya juga tidak ingin melihat gadis yang saya cinta hidup menderita bersama saya."

"Ayahnya pasti memisahkan kalian.." Iris menyimak cerita Hugo dan memberi kesimpulan dari apa yang terjadi.

"Pada awalnya memang seperti itu, namun karena ia terlalu mencintai anak perempuannya, ia akhirnya memberi kami izin untuk bersama."

"Itu akhir yang cukup baik, cinta kalian saling berbalas." meski pelan Hugo masih dapat mendengar tanggapan Iris. Dan hal itu membuat Hugo tertawa pelan.

Iris mendengar tawa kecil dari Hugo dan hal itu membuat ia bingung. "Ada apa?"  Tanyanya

"Kami akhirnya berpisah nona.." Hugo menjawabnya dengan tenang, Seolah ia tak terbebani dengan kisah yang seharusnya pilu.

"Kenapa?"  Iris membuka selimutnya dengan wajah terkejut sambil memandang kearah Hugo.

"Ta-tapi jika bersama, kalian pasti menemukan kebahagiaan—"

"Justru sebaliknya nona. Setelah saya berpikir kembali dan menyadari posisi saya, lalu mempertimbangkan banyak hal kedepan. saya merasa menjadi bagian kenangan dalam ingatannya sudah cukup bagi saya—"

"karena saya ingin dia bahagia, saya melepaskannya." Hugo memandang Iris dan tersenyum lembut.

"Kau melukainya." Wajah Iris terlihat kecewa.

"Mungkin saya memang melukainya, tapi luka itu tidak akan sepadan dengan luka yang mungkin akan saya tanamkan di dua hati yang saling menyayangi. Hati milik ayahnya dan juga dihati kekasih saya—"

"Dan saya tidak ingin memisahkan cinta yang lebih dulu hadir. Ayah-nya memiliki dan dapat memberinya begitu banyak kebahagiaan dibandingkan saya."

"Tapi dia mencintai-mu, kau seharusnya membalas perasaannya" suara Iris pelan memandang sendu kearah Hugo.

"Saya membalas perasaannya nona, saya membalas perasaan itu dengan melepaskannya. Saya ingin berpisah darinya bukan karena saya tidak lagi mencintainya, namun saya ingin dia mendapat kebahagiaan yang lebih pantas."

"Saya pergi dari kehidupannya bukan untuk membuatnya hancur, tapi untuk memberitahu dirinya bahwa ia masih memiliki kebahagiaan yang lain—"

"Dia adalah kupu-kupu bagi saya, dan kupu-kupu akan lebih cantik saat berkumpul bersama bunga dibandingkan dikurung didalam kaca."

Iris memandang Hugo tak percaya, penjelasan yang pria itu sampaikan tidak dapat ia terima.

"Kau jahat.."

"Mungkin hal itu juga yang dipikirkan oleh kekasih saya dulu, nona. tapi pada akhirnya saya menyaksikannya, kini ia hidup dengan begitu bahagia lebih dari kebahagiaan dulu saat kami masih bersama."

Iris kembali masuk ke dalam selimut tebalnya, Kemudian menangis. entah tangisan itu untuk dirinya atau kisah pilu yang terlihat mirip dengan kisahnya.

Sebagai akhir dari ceritanya Hugo kembali berkata.

"Saya tidak menyesal melepaskannya nona, mungkin saya akan menyesal jika tidak melepaskannya dulu."

Ucapan Hugo membuat Iris terdiam enggan untuk menanggapi.

........................

"Kau ingin aku berbohong?"  Shio menyipitkan matanya, seolah tak percaya.

"Aku tak pernah berharap kau menyetujuinya tanpa syarat." Jason tentu tidak sebodoh itu mengajukan sebuah tawaran tanpa imbalan
.

"Lalu, apa yang kau ajukan sekarang?—"

"Aku tidak tertarik jika itu uang." Shio memutar bola matanya bosan.

"Aku sudah melihat koleksi aneh-mu itu."

Shio terlihat kaget dengan pernyataan yang dikeluarkan oleh Jason.

"Pantas saja kau sanggup bekerja untuk Christopher."

"Kalian sama-sama gila." Sambung Jason kemudian.

"hahahaha.." Shio tertawa, kemudian tersenyum lebar ke arah Jason yang menatapnya.

"Jadi kau memberiku bagian kanan atau kiri." Masih dengan senyumnya, pria cantik itu menanti jawaban dari Jason.

"Kiri, karena mata kananku memiliki minus—"

............................

POSSESSIVE Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang