BJ - 30

1.2K 68 5
                                    

"Sarah mengabariku tentang kondisi Genta. Tahu sendiri, Tri, pasti aku langsung panik dong. Aku ngomong kalau habis kelar kerjaan aku langsung on the way. Tapi setelah dipikir-pikir, ngapain aku panik? Ya, mungkin wajar kalau aku panik. Yang salah itu kalau terlalu berlebihan. Akhirnya aku putuskan buat nggak jadi ke Malang. Toh, Genta sudah ada istrinya. Seorang istri pasti bisa merawat dia jauh lebih baik kan?"

"Ya, ya ... bener banget. Kamu nggak perlu ke Malang. Anak kantor tahunya telat sih. Sakti duluan yang koar-koar. Baru setelah itu mereka pada besuk. Sengaja aku nggak ngabarin kamu. Genta itu strong banget. Selang dua hari dia juga sudah masuk kantor."

Kinan mengangguk, sudah sangat tahu bagaimana sosok yang menjadi mantan kekasihnya itu. Setengah jam yang lalu Kinan baru saja sampai di Malang, dan sekarang posisinya tengah berada di sebuah kafe bersama dengan Tantri.

"Eh, wait! Adiyaksa ditangkap? Ini serius?! Woy, beneran!" Tantri menunjukkan layar ponselnya yang menyuguhkan tayangan aparat polisi yang tengah meringkus seseorang. "Syukurlah! Akhirnya! Wow, sampai ngerahin ratusan tentara loh. Gila sih ini."

"Ketangkepnya di mana? Anak-anak nggak ngeliput?" Sambar Kinan. Kaget dan lega bercampur jadi satu. Mengingat Genta sempat ikut-ikutan mengurus kasus tersebut.

"Di Jember. Tunggu ...." Tantri menaikkan volume ponselnya agar suara reporter siaran langsung terdengar jelas. "Parah! Drama banget. Takut sembunyi di lantai bawah tanah gitu maksudnya? Sampai digeledah lantai-lantainya. Astaga, ini sih banyak banget."

"Namanya juga bajingan kelas kakap. Kalau nggak digeruduk gitu nggak bakalan ketemu, Tri. Lihat loh, anak buahnya aja juga banyak banget." Kinan mengamati tayangan yang memperlihatkan banyaknya pasukan TNI sedang menggeledah satu-satu ruangan di dalam rumah mewah milik tersangka. "Rumahnya gedhe banget."

"Ini sih kayak bukan rumah. Kayak yayasan yang isinya perempuan doang. Asrama untuk para wanitanya. EW, jijik. Eh, itu yang pakai seragam  sapose? ART, gila, cantik-cantik sih ini. Jangan-jangan, dipakai juga sama Adiyaksa. Gosipnya gitu kan."

"Emang dasar manusia nggak bermoral. Jijik banget aku lihat mukanya!"

"Mukanya kayak orang nggak bersalah banget. Woy, anak orang koen apakno se, Pak?! Jancok! Wes ngerti nek narkoba iku nggarai amoh moral, lha kok malah mbok dukung. Gimana dia waktu sumpahnya dulu?! Emosi aku. Habis ini aku cek grup. Kayaknya sih sudah pada rame nih."

"Lihat, yang ngelindungi banyak banget. Semua kepala ngasih ide supaya ini orang bisa lolos. Makanya sudah bertahun-tahun ini kasus nggak kelar-kelar."

"Sebenarnya kalau dia nggak kena kasus pelecehan, yang ngelibatin anak-anak di bawah umur, karir dia di dunia bandit pasti bakalan panjang, Kin. Yang ngelindungi aja segini banyak. Edan!"

"Orang itu kalau sudah hubungannya sama yang haram, cepat lambat pasti niatnya semua pengin diborong. Nggak paham kalau hukum alam itu berlaku sangat adil."

Obrolan mereka terpotong sejenak saat pramusaji datang membawakan pesanan mereka.

Kinan menyeruput jus melon yang menjadi satu-satunya pesanan hingga separuh. Sementara Tantri sibuk dengan sepiring spaghetti ayam katsu.

"Kamu beneran nggak makan?" Tanya Tantri sekali lagi saat tidak mendapati piring di hadapannya.

"Masih kenyang banget. Makanan dari pesawat tadi aku habisin semua." Jawab Kinan.

Kedatangannya ke Malang murni karena ada urusan pekerjaan. Kinan diminta untuk terjun langsung di minggu awal mulai syuting. Dan semua akan dilakukan minggu depan di kota dingin ini.

Kinan belum menghubungi Sarah, terakhir keduanya bertukar kabar dua hari yang lalu saat Kinan mengomentari foto bayinya Sarah yang diunggah di WhatsApp Story. Kinan sudah tidak lagi sakit hati saat membayangkan kehidupan harmonis yang dijalani mantan kekasihnya dengan perempuan lain. Waktu benar-benar telah menyembuhkan lukanya.

"Aku matiin aja deh. Kita ganti topik. Kepalaku murop-murop nek ngomongne Adiyaksa. Emosi wae rasane." Ujar Tantri sambil memasukkan ponselnya ke dalam clutch.

"Sakti gila sih, datang ke rumah Sarah selang sehari kita baru dari sana. Dia gendong Maeera tahu nggak?! Diajak selfie pula si bayi. Gemes bangeeeet!"

"Serius?!" Informasi barusan membuat Kinan ternganga. Sejujurnya ia juga sangat gemas dan berkeinginan sekali menggendong bayi cantik itu, tapi saat bertandang ke rumahnya belum kesampaian.

"Habis ini ke rumahnya yuk!" Ajak Tantri spontan.

Kinan tidak menjawab, tatapannya cenderung sangsi. "Genta di rumah pasti."

"Ya iyalah, kan memang rumahnya."

"Serius, Tri?"

"Hahahaha, tegang amat sih. Ya nggak lah, Kin. Bisa gawat nanti. Kalian bertiga kumpul gitu bisa perang dunia."

"Nggak gitu juga sih."

"Iya, nggak bisa ngebayangin kalian perang. Palingan malah saling diem. Awkward!"

Tantri menghabiskan makanannya, begitu juga dengan Kinan, segelas jusnya sudah tandas. Sambil menunggu Tantri, ia gunakan untuk mengecek email yang masuk di ponselnya. Tak disangka ia mendapati sebuah pesan yang cukup membuatnya gentar. Kinan sampai harus membaca ulang pesan tersebut dan menarik napas setelahnya.

Gila, ini teror yang secara tidak langsung ditujukan padanya namun merujuk pada seseorang yang Kinan kenal. Yang melakukan hal seperti ini pasti juga bukan orang sembarangan. Dari mana orang ini mengetahui hubungan masa lalunya dengan Genta, jika tidak profesional mencari tahu.

"Tri, ada yang kirim pesan kayak gini ke aku." Kinan tidak ingin menutupinya dari Tantri meski bunyi pesan itu melarangnya memberitahu siapa pun.

"Hah, siapa itu yang ngirim? Astaga, jangan bilang itu ada hubungannya sama Genta? Iya, itu yang dimaksud Genta kan?" Tantri melotot kaget. Sama halnya dengan Kinan, dadanya berdebar kencang.

"Jangan keras-keras." Kinan berpindah tempat duduk yang tadinya berhadap-hadapan menjadi saling bersebelahan. Ia berbisik lirih. "Ya, siapa lagi?! Ya, pasti Genta. Kalau orang ini aja sudah nekat neror aku, apakabar Sarah dong, Tri?"

Tantri menggeleng, nada suaranya direndahkan. "Belum tentu Sarah kena teror. Dia kan ada di dekat Genta."

"Tri, Genta bilang dia ditusuk begal. Kamu percaya gitu aja? Aku nggak percaya, Tri. Itu pasti ada hubungannya sama kasus ini."

"Tapi kan orangnya sekarang sudah ditangkep, Kin."

"Coba lihat, ini pesan email dikirim barusan loh. Dia bahkan tahu kalau sekarang aku lagi di Malang. Demi Allah, ini aku gemeteran banget. Rasanya kayak lagi diintai coba."

"Astaga, astagaaaa kita harus lapor polisi sekarang. Buktinya email ini." Putus Tantri.

"Harus begitu." Kinan setuju.

"Tapi tunggu, kita ke tempat Sarah dulu. Benar, kamu aja diteror, nggak mungkin Sarah kelewat. Bisa jadi dia paling pertama. Hanya saja dia nggak berani cerita ke orang. Hem, aku jadi khawatir dia nutupin juga dari suaminya."

"Persis! Aku juga mikir gitu. Dia kan tertutup banget."


Note : Lengkap di Karyakarsa 🤗

Belahan Jiwa (TAMAT)Where stories live. Discover now