BAGIAN 2

18 4 0
                                    

ㅤㅤㅤSEMISAL MENGINGAT janjinya pagi tadi pada Mama untuk pulang ke rumah paling lambat pukul 18

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

ㅤㅤㅤSEMISAL MENGINGAT janjinya pagi tadi pada Mama untuk pulang ke rumah paling lambat pukul 18.00, Kaya barangkali takkan asal memasuki coffee shop di seberang jalan, yang hanya berjarak beberapa langkah dari perpustakan yang baru dikunjunginya beberapa jam lalu. Namun, mau bagaimana lagi? Kedua tungkainya kini sudah terlanjur melangkah memasuki bangunan berdinding putih dengan tampilan luar sedikit mirip kafe terpencil di Eropa tersebut. Bukan sembarang coffee shop. Melihat dekorasinya yang amat memanjakan netra, Kaya tentu tidak merasa bahwa ia akan menyesal telah menghabiskan waktu di dalam sana.

Keindahan barangkali belum cukup mewakili bagaimana tempat itu dirancang dengan kelewat paripurna. Ada rasa emosional tersendiri yang dirasakan para pengunjung selepas eksistensi mereka disambut oleh lampu neon bercorak pink lembut yang menyala di sejumlah titik ruangan. Andaikan Kaya memiliki waktu luang lebih banyak, gadis tersebut yakin ia dapat menjelajahi seluruh interior kafe alih-alih cuma berakhir duduk dengan segelas strawberry latte demi memuaskan dahaga. Ini hari yang kurang beruntung, agaknya. Kaya lantas berjanji pada dirinya sendiri bahwa ia akan mengajak Nami untuk berkunjung ke sini di lain kesempatan.

Benar. Perempuan dengan rambut jingga sebahu tersebut pasti akan menyukai bangunan bersama desain sememikat ini. Andaikata Nami berada di sisinya sekarang, Kaya yakin, semua aksesoris yang hidup di sini tentu bisa menjadi topik konversasi yang menarik bagi mereka. Setidaknya itu yang sedang ia pikirkan tatkala seluruh atensi si gadis mengarah pada beberapa pot kaktus yang bertumpu di sudut meja, sebelum isi pikirannya serta-merta dibuat bubar oleh suara seorang perempuan di sisi lain ruangan. Siapa itu?

"Cukup. Berhenti." Vokal tersebut menggema begitu saja, cukup keras hingga Kaya sanggup menoleh ke asal suara. Jauh di sana, bersama sejumlah meja serta kursi yang menjadi disparitas, tertentang dua orang yang duduk saling berhadapan. Laki-laki dan perempuan. Keduanya tidak kelihatan tengah bersenang-senang bersama, sebab satu pihak berperilaku seolah-olah ada gejolak marah yang masih tertahan di balik dada, memandang nyalang, lalu berujar tegas, "Harus berapa kali lagi kubilang padamu bahwa aku tidak bisa memberimu kesempatan lain, Min Yoongi?"

Tunggu. Apa katanya?

Yoongi?

Pemuda itu, yang Kaya dengar bernama Yoongi tadi, hanya menundukkan pandangan, merasa bersalah, sementara tangannya tidak bisa melepas genggaman dari jari-jemari yang diduga adalah milik sang pacar—yang sebentar lagi mungkin akan menjadi mantan. "Tidak, tunggu—" Kalimatnya tertahan, tatapan kembali lurus ke depan. "Maafkan aku, Seil. Aku janji aku akan—"

Seilhwan melirik genggaman mereka sejemang, sayangnya tidak berhasil dibuat ragu untuk menegaskan,"Aku akan menikah dengan pria lain, Gi."

"Apa?"

"Jadi kamu tidak perlu berjanji akan melakukan apa pun untukku lagi."

"Sebentar, apa? Apa maksudmu, Seilhwan?" Yoongi menahan napas, membeku, seolah-olah tidak lagi ada oksigen yang sukses masuk ke paru-parunya. Meski demikian, ia tetap mencoba mereguk seluruh realitas, melemahkan genggaman, dan menatap tidak mengerti. "Apa kamu baru saja mengatakan bahwa selama ini ada seorang lelaki yang kamu sembunyikan dariku?"

Predestinasi Duka ㅡ M.yg ✓Where stories live. Discover now