2. Jodoh yang tak diinginkan

616 25 0
                                    

"Ta! Ayo sini! Ngapain kamu bengong di situ?" Panggilan dari sang ibu menyentak fokus Antariksa yang sejak tadi mematung dengan ekspresi terkejut setelah melihat siapa calon jodoh yang ibunya pilihkan.

Kenapa harus dia? Satu pertanyaan yang terus berdengung di kepala laki-laki itu. Dari sekian banyak wanita di dunia ini, kenapa harus dia?

Salah satu wanita yang sudah masuk daftar hitamnya sebagai calon jodoh. Dan ibunya, apakah wanita itu tidak merasa sakit hati oleh perlakuan buruk yang pernah diterima anak laki-lakinya ini?

"Sabar."

Tepukan di bahu kembali menyentak fokus Antariksa yang ternyata belum bergerak sesenti pun dari tempatnya berdiri sejak tadi. "Ibu pasti udah mikirin ini mateng-mateng. Lo bisa tanyain ke ibu setelah acaranya selesai nanti."

Antariksa menoleh ke arah Argantara yang masih merangkul bahunya. Kini dia mengerti arti dari kalimat yang Argan dan Karina katakan tadi.

"Jadi cuman gue yang nggak tahu? Kalian begoin gue apa gimana?" Tentu saja Antariksa kesal karena merasa dibodohi oleh semua orang.

"Gue juga baru tahu tadi pas dateng," ujar Argan jujur. Saudara kembar Antariksa itu juga sama terkejutnya saat melihat foto yang ibunya tunjukkan tadi.

Antariksa menelisik wajah Argan seolah-olah tengah mencari kebenaran. Dan sialnya wajah nyaris serupa dengannya itu memang tidak menunjukkan kebohongan.

Kalau sudah seperti ini, siapa yang bisa dijadikan sasaran kekesalannya? Ibunya tidak mungkin karena laki-laki itu masih takut dosa. Dan lagi, sebenarnya ibunya juga tidak salah dengan merencanakan semua ini.

"Jangan bikin ribut, jangan bikin ibu malu," ujar Argan sebelum menarik Antariksa agar mau bergerak ke ruang tamu karena semua yang ada di sana menunggu kehadiran adik kembarnya ini.

"Ikuti aja dulu permainan ibu malam ini." Argan mencoba untuk mencegah keributan yang bisa saja terjadi jika Antariksa marah, atau malah langsung menolak mentah-mentah perjodohan ini.

Antariksa tidak bisa melakukan perlawanan, hanya bisa menghela napas dan mengayunkan kakinya yang terasa berat menuju tempat di mana dua keluarga itu kini berkumpul.

*

Sepanjang acara yang Antariksa lakukan hanya diam, memasang wajah muram. Sesekali berusaha mengunci mata sang ibu jika wanita yang melahirkannya itu bersitatap dengannya. Namun, tahu jika anak laki-lakinya ini akan mengajukan protes, Lestari sengaja membuang muka dengan begitu cepat.

Hingga tiba waktu di mana ibunya harus masuk ke dapur bersama dengan Reisa, Antariksa berpura-pura pamit untuk ke toilet. Waktu itu digunakannya untuk memberondong pertanyaan yang membuat kepalanya pening jika tidak juga dikeluarkan.

"Tolong jelasin, Bu!" ujar Antariksa dengan nada menuntut. Sengaja berdiri di ambang pintu dapur agar dua wanita yang kini memunggunginya itu tidak bisa kabur sebelum memberi penjelasan singkat.

"Jelasin apa? Kita udah sepakat loh, Ta. Kamu tadi melongo pas liat calonnya dan itu artinya kamu nggak boleh nolak." Lestari berbalik sembari menenteng makanan di nampan. Berlagak seolah-olah tidak mengerti dengan pertanyaan yang anak laki-lakinya itu ajukan.

"Gimana enggak melongo kalau calonnya itu ternyata Marisha!" Antariksa nyaris berteriak, tangannya bahkan terkepal untuk menahan rasa kesal yang muncul. Ibunya ini sangat ahli menjebak orang untuk masuk pada situasi yang tidak diinginkan.

"Ya terus salahnya di mana?" Lestari menatap mata Antariksa saat merasa tidak ada yang salah dengan pilihannya.

"Eyangnya Marisha itu teman baik Ibu dulu, dan Marisha juga perempuan baik-baik. Salahnya di mana kalau dia yang Ibu pilih sebagai calon jodoh kamu?"

PILIHAN TERBAIK (Tamat - Revisi)Where stories live. Discover now