Bab 8

7.7K 441 7
                                    

6 tahun kemudian...

"Cana, beliin mama telur," kata Aletheia ke putrinya.

"Cana mulu cih ma yang diculuh. Adek tuh. Cana mau nonton TV." tolak Arcana.

"Can, kamu kan tau adek kalau disuruh nggak pernah bener" kata Aletheia lagi.

"Mama, Chaka aja yang beliin." saut Arshaka yang berjalan ke dapur. "Chaka bisa kok ma." lanjutnya dengan tersenyum.

"Nggak usah." tolak Aletheia. Setiap menyuruh putranya, tak ada yang berjalan lancar. Entah uang yang hilang, barang yang salah, hingga barang belanjaan yang rusak, seperti telur pecah selalu terjadi.

"Chaka bica mama." desaknya.

"Nggak usah Shaka. Udah sana keluar!"

"Chaka mau bantuin mama."

Aletheia menghela nafas. "Mama bilang nggak usah ya nggak usah!" bentaknya. "Arcana!"

Tak lama putrinya muncul dengan wajah yang ditekuk. "Mana uangnya,"

Aletheia memberikan uang 50 ribuan. "Beliin telur 1kg dan hati-hati bawanya."

"Iya." jawabnya yang kemudian keluar.

"Chaka mau bantuin mama,"

"Nggak usah. Kamu nonton TV aja sana." jawab Aletheia ketus.

Arshaka dengan raut wajah sedih lalu keluar.

Semakin besar, Aletheia jadi semakin tau. Wajah Arshaka sangat mirip dengan Venezio 100%. Setiap melihat wajah putranya, hanya kekesalan yang ada dihatinya. Belum lagi beberapa sifat Arshaka yang menurutnya sangat mirip dengan Venezio membuatnya semakin kesal ketika melihatnya. Namun, jika ada yang bertanya sifat siapa yang paling mirip Venezio diantara Arcana dan Arshaka maka jawabannya adalah Arcana. Putrinya itu selalu membantahnya. Sama seperti Venezio dulu.

Tak lama Arcana kembali dengan membawa telur.

"Makasih Can,"

"Iya ma."

Aletheia melanjutkan menyiapkan bahan masakannya untuk esok pagi. Saat ini, setiap pagi Aletheia akan berjualan nasi. Di sore harinya ia akan berjualan jajanan, dan pada malam harinya ia akan mengedit foto atau membuat mendesign Cover atau logo. Aletheia mengumpulkan uang untuk biayai sekolah dan juga membayar hutang-hutangnya dulu. Belum lagi cicilan perabotan rumah tangga.

Selesai menyiapkan masakan untuk besok, Aletheia langsung membuat pesanan snacknya, mulai dari piscok, risol, martabak, dan juga donat. Tepat di jam 5 sore, Aletheia langsung melakukan delivery ke rumah customernya.

"Mama, Chaka boleh ikut nggak?"

"Enggak. Kamu dirumah aja,"

"Chaka bosen ma,"

"Yaudah main sama kakak sana,"

"Kakak nggak ada. Dia kelual main cama temennya."

"Yaudah ikut kakak sana, susulin kakak. Jangan ganggu mama." omel Aletheia.

Aletheia sudah lelah. Dan ia malas mendengarkan kerewelan Arshaka setiap harinya.

"Chaka mau ikut,"

"Shaka, jangan buat mama marah."

Arshaka langsung diam. Wajahnya memerah menahan tangis.

"Nangis, nangis."

Putranya itu langsung menangis. Aletheia mengabaikannya. Setiap hari beginilah rutinitasnya. Ia langsung pergi meninggalkan Arshaka sendirian dirumah.

Aletheia tau kenapa putranya itu tidak mengikuti kakaknya bermain. Arshaka di bully oleh teman-temannya. Hal itu dikarenakan Arshaka yang cengeng dan gampang sekali menangis ketika di goda. Tak seperti Arcana yang sangat aktif dan gampang berbaur. Arshaka lebih pendiam dan memilih mengikuti Arcana kemanapun. Dan Arcana tidak menyukainya.

KARMA -TAMAT-Où les histoires vivent. Découvrez maintenant