Bab 14

7.4K 407 6
                                    

Sampai di Labuan Bajo Aletheia merasa sangat bahagia. Melihat pantai yang sangat indah di atas kapal mewah. Rasanya ia seperti di surga sekarang. Ia seperti bisa menikmati hidup untuk sebentar. Sayangnya, baru merasakan kebahagiaan itu, Fahri telfon. Aletheia mengangkatnya ternyata Arshaka yang menelfonya menanyakan keadaan Aletheia.

Aletheia dengan semangat menunjukan tempat indah itu. Arshaka melihatnya iri namun, ia meminta mamanya untuk berjanji menceritakan tentang papanya ketika pulang nanti. Aletheia berjanji. Arshaka sendiri tertawa bahagia melihat mamanya yang tersenyum lebar bahagia. 

Sehari di Labuan Bajo membuat Aletheia merasa hidup. Sangat hidup. Ia bahagia dan bersyukur bisa pergi kesini bersama Melodi. Selama menikmati liburannya, Aletheia kenal beberapa orang. Bahkan ada beberapa laki-laki yang meminta nomor Aletheia dikarenakan Aletheia yang terlihat cantik meski tidak memakai make up apapun. Benar, Aletheia hanya memakai pelembab, sunscreen dan juga liptint. Meski begitu wajahnya terlihat sangat cantik. Memang pada dasarnya Aletheia adalah wanita yang cantik.

Akan tetapi 3 hari liburan di Labuan Bajo terganggu karena setiap 3 jam Arshaka menelfonnya. Dengan terpaksa Aletheia memblok WA Fahri untuk sementara agar Arshaka tidak menelfonnya.

Selesai dari Labuan Bajo, Melodi memutuskan untuk pergi ke Bali alih-alih tetap di rencana awalnya yaitu Raja Ampat.

****

Venezio mengetukan jari tangannya di bahunya. Saat ini posisinya sedang berdiri dengan bersedekap dada. Wajah tampan itu tidak enak dilihat sekarang. Alih-alih senyum Venezio memasang wajah kesal. Beberapa orang disana meneguk ludahnya masing-masing dan menahan nafas. Rasanya Venezio bisa marah jika mereka bernafas dengan keras.

Ekspresi kesal itu berubah masam ketika langkah kaki orang berlari terdengar. Tangan yang menyilang itu turun dan mulai menatap perempuan yang berlari mendekatinya.

"Salsa kamu itu kalau jadi Seketaris yang gercep dong, yang sat set. Jangan lemot!" omel Venezio.

"Iya pak, tadi saya nyari dulu berkas yang bapak simpan. Ternyata berkasnya tidak di meja pak, tapi di laci bapak." jawab Salsa.

"Yasudah ayo!" kata Venezio yang kemudian pergi.

Ketika Venezio berbalik, senyum Salsa hilang. Ia berusaha mengendalikan perasannya agar tidak emosi melihat bosnya yang seenaknya ini. Padahal dia sendiri yang lupa bawa berkas meetingnya, bukannya terimakasih, ini malah marah-marah. Sudah gitu ketika memberitahu letak berkasnya juga salah malah yang ngegas mentang-mentang bos.

Sampai dibawah, Venezio menyuruh Salsa segera menyiapkan semuanya. Sementara ia mulai menyalakan laptopnya dan mulai membaca email yang masuk. Rapat pagi ini membahas rencana kerjasama proyek di Belanda. Jika pembahasan lancar mereka bisa mulai untuk melakukan tandatangan kerjasama di Belanda bulan depan.

Rencana kerjasama ini akan dirapatkan selama 3 hari. Setelah itu, Venezio harus terbang ke Maluku untuk mendatangi pembukaan pabrik barunya. Setelah itu ke Palembang menghadiri acara undangan bisnis. Bulan ini ia dipenuhi acara dinas.

"Sa jangan lupa dicatat ya,"

"Iya pak."

10 menit setelahnya, rekan kerja Venezio datang dan rapat dimulai.

Sementara itu, Aletheia dan Melodi yang baru sampai di Bali langsung menuju resort mereka. Melodi membooking resort mewah untuk liburan mereka. Sejujurnya Aletheia penasaran kenapa Melodi ingin liburan. Selama liburan pun Melodi tidak terlihat bahagia. Malahan ia yang bahagia. Setiap Aletheia bertanya apa ada masalah, Melodi menggeleng dan berkata bahwa ia baik-baik saja.

"Kita makan dibawah ini?" tanya Aletheia.

"Enggak. Kita makan di restoran deket resort. Katanya ikan bakar disana enak."

"Oke."

"Make up yang cantik Al. Ini punya gue pake."

Aletheia menggeleng. Ia tidak mau make up. Secara tak sadar sejak di perkosa oleh Venezio ia sudah berhenti memakai make up. Ia hanya memakai pelembab agar wajahnya tidak kering dan sunscreen. Bahkan baju-baju yang dikenakan Aletheia sendiri banyak yang longgar sekarang. Dulu banyak orang yang menghujatnya karena pakaiannya yang ketat dan juga wajahnya yang di hias secantik mungkin. Bahkan banyak menghinanya menggoda Venezio agar ditiduri karena tidak mungkin bagi laki-laki sekelas Venezio mau dengan perempuan miskin, norak yang tidak selevel dengannya.

"Enggak Mel, gue nggak nyaman kalau make up." jawab Aletheia.

Aletheia selalu menyakini bahwa ia dianugerahi mental yang kuat karena itu ia tidak terkena depresi ataupun trauma. Ia hanya merasa takut untuk waktu yang sebentar terhadap Venezio maupun laki-laki lainnya. Ia selalu merasa bahwa hidup harus selalu maju dan tidak boleh terlalu lama terpaku pada masalalu.

Setelah memakai rutinitas makeup yang biasanya ia pakai, Aletheia memilih memakai kaos oversize dan juga celana jeans panjangnya untuk keluar bersama Melodi. Melodi hanya bisa menggelengkan kepalanya melihat gaya Aletheia.

"Kapan lo merasa bahagia?" tanya Melodi tiba-tiba.

"Gue?

"Iya."

"Entahlah. Gue nggak ingat."

"Kalau gue, waktu lulus kuliah setelah itu langsung dapat kerja yang gajinya gede." jawab Melodi cepat. "Masa ga ada sih?"

"Hmm... Mungkin waktu gue bisa kuliah. Gue bahagia waktu dapat beasiswa dulu." ujar Aletheia dengan mengenang masalalu. Ada perasaan menghangat mengingat masa itu.

"Tapi setelah itu, lo disuruh balikin uang beasiswa gara-gara kena scandal," sambung Melodi.

Senyum Aletheia hilang. Gara-gara itu ia harus menanggung hutang yang banyak sekarang. 2 bulan setelah melahirkan ia mendapat surat pemberitahuan tersebut. Aletheia sangat membenci darah dagingnya waktu itu.

"Kalau hari terburuk gue tau, pasti waktu tau lo hamil sikembar," tebak Melodi.

"Benar, tapi ada yang lebih buruk dari hari itu,"

"Apa?"

"Saat mereka lahir. Gue bahkan nggak bisa lupa tanggal berapa waktu itu. Gue juga nggak pernah ngerayain ulangtahun mereka. Jangankan ngerayain, ngucapin aja gue nggak pernah."

"Mereka nggak iri teman-temannya yang ngadain pesta?"

"Untungnya teman-temannya juga ga ada yang ngadain pesta ulangtahun." balas Aletheia.

"Kalau lo menderita sama mereka mending kasih aja ke orang kaya yang nggak punya anak. Saat ini mereka nggak tau gimana susahnya kekurangan ekonomi. Gue rasa kalau lo kasih mereka ke orang yang kaya yang butuh anak, hidup kalian pasti bakal lebih bahagia. Masa depan mereka terjamin dan lo juga bisa lebih bebas dan bangun mimpi baru."

Aletheia diam mendengarkan. Semilir  angin laut menerbangkan rambutnya.

"Gue takut, kalau mereka bakal ngalamin nasib sama kayak gue. Gue tau susahnya hidup numpang."

"Mereka nggak numpang Al. Tapi di adopsi. Di jadiin anak. Lagian hidup lo juga susah. Gue juga broken home dari kecil. Gue nggak tau kasih sayang orang tua kayak gimana dan gue juga tau gimana susahnya hidup kalau uang ga ada. Dan buat gue sekarang, gue nggak butuh kasih sayang atau apapun. Asal banyak uang gue udah bahagia. Contohnya kayak sekarang," kata Melodi.

"Lo takut sikembar benci lo karena lo buang mereka?" tanya Melodi lagi ketika Aletheia diam saja.

"Enggak. Gue nggak peduli mereka mau benci gue apa gimana. Lagian mereka juga cuma nyusahin gue aja. Gue cuma kasihan sama mereka. Mau sebesar apapun gue nggak ngakuin mereka, kenyataannya gue yang lahirin mereka." balas Aletheia.

"Kalau lo berubah pikiran dan butuh info, kabarin aja. Ntar gue bantuin cari orangtua buat sikembar," kata Melodi yang kemudian mulai menaiki anak tangga.

KARMA -TAMAT-Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang