BAB 39. Dua Ayah

3.2K 251 3
                                    

"Paman?" Bara tersentak. Ia terkejut, segera menutup kitab yang tengah ia pegang.

"Apa yang kau lakukan, Nak? Kenapa di sini?" tanya Rahman. Ia duduk bersila dekat Bara atau yang ia kenal dengan nama Radit.

"Paman juga, kenapa ada di sini?" Bara berusaha menutupi kecanggungannya. Berusaha menutupi sesuatu yang sedari tadi ia pegang menggunakan sarung. Dan semua itu tidak lepas dalam pandangan Rahman.

"Apa yang kau sembunyikan,Nak? Sini, biar Abi lihat?"

"Abi?" sahut Bara tiba-tiba. Hal itu justru membuat Rahman tertawa. Ia melihat wajah Bara yang amat menggemaskan.

"Iya, sekarang kamu panggil Paman dengan nama Abi aja, ya?" Entah dari mana lontaran itu, hanya saja Rahman ingin sekali dipanggil Abi oleh anak yang baru saja ia kenal ini.

"Tapi..."

"Abi bakalan senang kalau kamu panggil seperti itu."

Bara nampak terdiam, dia bingung akan sikap Paman di sampingnya ini. Kenapa dia,tiba-tiba mengatakan hal itu dan ... tentu bukankah mereka baru bertemu?

"Kenapa malah melamun?" tanya Rahman membuat Bara menggeleng pelan.

Bara masih terdiam, enggan membalas seseorang yang tidak terlalu ia kenal. Sedangkan Rahman tidak mengerti apa yang tengah pemuda itu pikirkan.

"Ah, iya. Ini apa?" tanya Rahman berusaha mencaiirkan suasana. Rahman menatap tangan Bara yang masih setia menutup sesuatu di balik sarungnya.

"Tidak! Ini ... ini bukan apa-apa," sanggah Bara saat Rahman ingin melihatnya.

Kening Rahman mengernyit, padahal ia hanya ingin tahu apa dibalik tangan Bara yang menutup sesuatu itu, tapi kenapa Bara seperti tengah menahan malu?

"Sekali saja, Nak. Abi ingin lihat." Berusaha mungkin Rahman ingin melihat apa yang disembunyikan oleh Bara. Memang hal ini akan membuatnya risih, tapi ia benar-benar ingin tahu.

"Kau ini ... seperti putri Abi lho. Kalian berdua sama-sama memiliki sifat tidak ingin orang lain tahu."

Tatapan Bara seketika langsung menatap pria di sampingnya ini.

Rahman terkekeh. Benar saja, melihat sifat Bara membuatnya ingat akan putrinya-Laila. Entah dari mana lontaran itu, tiba-tiba saja ia mengucapkan itu.

"Maaf, Paman. Tapi, kau tidak seharusnya berlaku tidak sopan seperti ini. Karena mau bagaimanapun, ini adalah privasi." Bara berdiri, membuat Rahman ikut berdiri. Ia jadi merasa bersalah akan hal ini.

"Maaf."

Langkah kaki Bara yang semula melangkah langsung terhenti. Ia menatap pria itu dengan tatapan yang sulit diartikan. Sedangkan Rahman ia hanya menurunkan pandangan, merasa bersalah juga. Ia lupa bahwa pemuda itu bukan anak kecil lagi tapi sudah beranjak dewasa, menjadikan dia tidak nyaman.

"Sekali lagi tolong maafkan Abi, Radit..."

Bara menggigit bibir bawahnya dalam keterdiaman, sedetik kemudian ia membalikkan badannya dan, "Ini...," ujarnya sembari menyodorkan apa yang sedari tadi ia pegang.

Setitik Garis Rahasia [COMPLETED]Where stories live. Discover now