S37

1.5K 185 14
                                    

Ini lumayan panjang, semoga betah, hehe.

***

"Mbaaak."

Suara itu menggema sejak tadi, mungkin sudah diulang sebanyak tujuh kali, tapi yang dipanggil tidak kunjung beranjak, malah merapatkan earphone di telinga, pura-pura tidak mendengar apa-apa.

"Mbak, astaghfirullaah!" Sampai akhirnya benda yang menyumpal telinganya dicabut paksa, lalu suara sang ibu memenuhi indera. "Udah berapa kali ibu bilang? Jangan biasain pakai earphone keras-keras, nanti kalau telinga Mbak rusak gimana!?"

"Buuu," Ica hanya mendengung malas, "suara earphone Mbak itu nggak ada apa-apanya kalau di bandingin sama suara ibu." Keluhnya.

Kafita berdecak kesal, lalu matanya melirik layar laptop Ica. "Lagi ngapain, Mbak?" Tanyanya.

"Bikin kerangka buat bab lima." Jawab Ica. "Ibu kenapa teriak-teriak?"

"Kok lama banget, sih, Mbak ngerjain skripsinya? Padahal Dika udah mau diangkat jadi staff tetap." Ujar Kafita dengan nada biasa.

Belakangan Kafita jadi senewen, kerap kali membuat Ica hampir tidak mengenali ibunya sendiri. Tidak ada lagi Kafita yang pengertian dan supportif, yang ada hanya ibu-ibu otoriter dan tukang roasting.

"Ya kan rejeki orang beda-beda, Bu." Jawab Ica seadanya.

"Iya, sih. Tapi harusnya jangan lama-lama, nanti makin lama juga ibu dapat mantunya." Kafita menyahut tanpa jeda.

Kalau tidak mempertimbangkan kesopanan, mungkin Ica sudah berdecak keras-keras, bosan dengan topik sang ibu yang hanya berputar di hal itu-itu saja. "Ya makanya jangan diganggu, biar Ica bisa fokus dan cepat selesai." Akhirnya kalimat itu yang keluar dari bibir Ica.

"Eh, nggak gitu, dong, Mbak." Nada suara Kafita tiba-tiba berubah, membuat Ica langsung waspada. "Maksud ibu datang ke sini itu mau minta kamu istirahat dulu malam ini." Tambah wanita berdaster itu.

"Maksudnya?" Tanya Ica bingung.

"Udah mending sekarang kamu ganti baju," Kafita mengamati pakaian anaknya yang lusuh, baju tidur lama yang sebenarnya sudah tidak layak pakai. "Dandan yang cantik terus keluar." Perintahnya sekali lagi.

"Buuu, Ica lagi ngejar target, nggak bisa ditinggal-tinggal." Protes Ica.

Kafita memutar bola mata sebal, "cepetan deh, Mbak, keburu pergi orangnya."

"Orangnya siapa?" Ica bertanya bingung.

"Calon mantu ibulah, siapa lagi."

"Ha?" Ica makin clueless.

"Duh, ha he ho mulu." Kafita menarik Ica berdiri dari meja belajar, "udah sana siap-siap. Ditungguin Nak Jery."

*****

Langit sudah gelap kala mobil Jery melewati perkebunan kecil sebelum meninggalkan area perumahan Griya Asri. Suasana mobil yang hening membuat suara hewan-hewan kecil terdengar jelas, seperti mengejek dua insan yang memilih duduk diam saling mengacuhkan.

Hampir lima belas menit sejak mereka meninggalkan pekarangan rumah Ica, tapi keduanya tampak lebih asik dengan pikiran masing-masing, enggan saling bertanya atau sekedar bertegur sapa.

"Ngambek ya?" Sampai kemudian tanya itu mengudara.

Ica yang semula memandang diam ke arah jendela sontak menoleh, menemukan figur Jery yang masih fokus pada jalanan.

Jika dilihat dari tempat Ica duduk, Jery tampak tampan, seperti biasa.

Ish, fokus, Ica!

SkripSICK!Where stories live. Discover now