Bagaimana Kalau Aku Khilaf?

951 11 2
                                    

Berkali-kali Alden membasuh wajahnya di wastafel tersebut. Wajah Rayna yang tengah mabuk itu selalu terbayang-bayang di dalam ingatannya.

"Sial! Lupakan Alden, lupakan. Dia bukan untuk dijadikan bahan fantasi, dia adalah tunangan temanmu. Ingat itu, Alden," ucapnya memperingati dirinya sendiri.

Alden masih ingat betul kejadian malam itu, ketika Rayna menggoda dirinya. Alden tahu jika Rayna baru pertama kalinya bertindak seperti itu, terbukti dari caranya yang begitu amatir. Kendati demikian, Alden begitu bergairah dengan sentuhan-sentuhan yang Rayna berikan.

"Argghhh!" Alden berteriak, dia frustrasi, mengacak-acak rambutnya dengan kasar. Pikiran itu sangat mengganggunya.

Drrttt ... drtttt ... drtttt ...

Alden melirik ponsel yang ada di meja, dia langsung menyambar ponsel itu, dia melakukan seperti itu agar pikirannya tentang Rayna segera hilang.

Zidan is calling.

Alden tersenyum sinis. "Mau apa lagi nih orang, selalu menyusahkan diriku saja," gerutunya pelan.

"Halo, kenapa?" tanya Alden to the poin.

"Halo, Alden. Kamu di mana?"

Alden mengerutkan keningnya ketika mendengar suara Zidan begitu cemas.

"Di rumah, kenapa?"

"Bisa bantu aku?"

"Apa? Untuk menemui pacarmu lagi?" tebak Alden.

"Ya, seperti itu. Saat ini Rayna tengah sakit."

"Lalu apa masalahnya denganku?" tanya pria itu sinis.

"Aku butuh bantuanmu."

Alden tertawa terbahak-bahak. "Aku muak dengan kata-kata itu, Zidan. Kalau kamu tidak mau mengurus pacarmu itu lebih baik putusin aja dia," ucapnya dengan nada kesal.

"Aku tidak mungkin melepaskan dia, karena aku mencintai dia. Kamu ini bicara apa?" Zidan sepertinya juga kesal, terdengar suaranya begitu marah dari ujung sana.

"Kalau kamu memang mencintai dia, nggak mungkin kamu selalu menyuruh orang lain buat selalu ada di samping dia, Zidan. Maaf, kali ini aku tidak bisa, aku takut kejadian yang tidak diinginkan malah terjadi. Sebaiknya kamu datangin sendiri aja pacarmu itu," tolak Alden tegas.

"Alden, kali ini aja please. Aku janji ini yang terakhir kalinya aku butuh bantuanmu. Kamu mau ya?"

Alden menghela napas berat, dia sudah mengingatkan Zidan berkali-kali, tapi mengapa pria itu begitu bebal?

"Zidan, aku ini pria berengsek, dan kamu tahu itu. Bagaimana kalau nanti aku rebut dia dari kamu. Atau bisa jadi aku bukan cuma rebut aja, tapi aku tiduri dia juga bagaimana? Kamu pikir, Zidan," peringat Alden.

"Aku tahu itu. Tapi aku percaya sama kamu, Alden. Kamu tidak mungkin melakukannya karena aku ini sahabatmu sendiri. Nggak mungkin kamu tega melakukan seperti itu."

Alden tertawa sumbang. Dia mengacak rambutnya dengan kasar. Sumpah! Dia ingin memaki Zidan, tidak tahukah pria itu jika dirinya sudah berhasrat ketika pertama kali melihat wanita itu?

"Bagaimana kalau aku khilaf, Zidan?" tanya Alden lirih.

Hening. Zidan terdiam cukup lama, sepertinya dia kaget dengan ucapan Alden, atau bisa jadi pria itu sedang memikirkan sesuatu.

"Aku percaya sama kamu, Alden. Jangan menakutiku. Kalaupun kamu melakukannya, jangan harap aku bisa memaafkanmu," ancam pria itu.

"Kalau begitu lebih baik kamu saja yang menemani wanitamu, jangan menyuruhku lagi."

Terjerat Gairah Sahabat Kekasihku حيث تعيش القصص. اكتشف الآن