Penyakit Kesepian

742 7 2
                                    

Rayna mendorong tubuh Alden sekuat tenaga.

"Maksud kamu apa, Alden?" tanya Rayna tak percaya, dia masih begitu syok dengan tindakan Alden barusan. Bukankah itu tindakan yang sangat kurang ajar? Alden telah melecehkan Rayna.

"A--aku hanya mencontohkan apa yang kamu lakukan padaku tadi malam," jawab pria itu gugup.

Rayna menggeleng cepat, dia tidak mungkin percaya dengan ucapan yang pria itu berikan. Bukankah pria itu penjahat wanita? Bisa saja itu adalah sebuah trik agar Rayna jatuh dalam permainannya. Tapi sayangnya Rayna masih mempunyai akal sehat. Semarah-marahnya dia dengan Zidan, tidak mungkin segampang itu cintanya goyah.

"Kamu pikir aku percaya?" tanya Rayna sinis.

"Untuk apa aku berbohong padamu," kata Alden tak terima. "Nggak ada untungnya," lanjutnya kemudian.

"Bukankah seperti itu untuk menjerat wanita? Itu kan trik yang selalu kamu lakukan agar para wanita bertekuk lutut padamu?"

"Kamu nggak usah ngalihin pembicaraan, memang kenyataannya kamu memang seperti itu, mencoba merayuku, bahkan kamu juga menyuruhku untuk menidurimu, untungnya saja aku masih waras, kalau tidak ... ya kamu tahu sendiri akan berakhir seperti apa. Seberengsek-berengseknya aku, aku juga masih punya hati nurani, Rayna. Aku tahu mana wanita yang baik-baik dan juga yang tidak baik," jelas Alden.

Rayna tertawa sumbang. "Mana mungkin aku seperti itu, kamu jangan ngarang cerita!" bantah Rayna.

"Kalau nggak percaya ya sudah, apa perlu kita buktikan apa yang aku ucapkan memang benar adanya?" tantang pria itu.

Kedua alis Rayna bertaut. "Caranya?"

"Gampang aja, kamu mabuk lagi."

"Itu bukan sebuah pembuktian, tapi kamunya yang mau cari kesempatan."

Alden menggeleng. "Biasanya kalau orang mabuk itu nggak bakalan nyadar apa yang udah dia lakukan. Memang kalau kesehariannya dia memang normal, tapi kalau sudah mabuk dia bakal lepas kendali, bahkan bisa aja curhat apa yang sedang dirasakannya. Kamu adalah salah satunya yang seperti itu, Rayna."

"Nggak mungkin." Lagi-lagi Rayna membantah. Apa dia ingin meminum alkohol lagi? Mana mungkin dia mau. Selain rasanya yang menurutnya sangat menyakiti tenggorokan, dia juga tidak mau sakit kepala. Ini saja efeknya masih belum hilang total. Rasa pusing masih menderanya.

"Ya terserah aja sih. Aku datang ke sini bukan mau aneh-aneh sama kamu. Meskipun memang ada niat kayak gitu, tapi ya ... tahu diri juga kalau nggak dikasih. Aku disuruh Zidan datang ke sini buat kasih kamu obat pereda nyeri sakit kepala."

Rayna mendelik tajam. "Terus mana obatnya? Aku sama sekali nggak ada lihat kamu bawa obat, yang ada tangan kosong."

"Kata siapa aku nggak bawa apa-apa. Ini aku bawa diriku."

Rayna mengerutkan dahi. "Maksud kamu aku bakalan sembuh dengan adanya kamu, gitu?"

"Yap, Anda pintar sekali, Nona. Jadi selain cantik, Anda juga pintar membaca pikiran seseorang," puji Alden.

Rayna memutar bola matanya malas.

"Jujur saja ya, Rayna. Kamu itu sebenarnya terkena penyakit kesepian karena selama ini tidak pernah ditemani Zidan, jadi aku berinisiatif untuk menemani kamu, aku jamin deh, pasti penyakit kesepian kamu itu akan segera sembuh, cepat malah."

Rayna tersenyum manis namun terkesan dipaksakan. "Tuan Alden yang terhormat, terima kasih atas tawarannya, tapi saya mohon maaf karena menolak tawaran itu, karena menurut saya jika Anda terus berdekatan dengan saya, yang ada saya malah tambah pusing."

"Ah, mana mungkin bisa seperti itu, belum saja mencoba sudah bilang seperti itu. Perlu kita coba mulai dari sekarang, Nona?" tawar Alden.

"Ogah! Kamu pulang aja deh sana, aku mau tidur nih. Tambah pusing kalau ngomong sama kamu," gerutu wanita itu.

"Kamu mau tidur? Wah, kebetulan banget nih, aku juga belum tidur. Kita bobo bareng yuk?" goda Alden.

"Kamu ini lama-lama ngelunjak ya," dengkus Rayna. "Apa karena aku tadi malam mabuk membuat tingkahmu aneh seperti ini?" tanya wanita itu. Dia jadi penasaran, apa benar yang dikatakan Alden itu memang benar? Pasalnya tingkah Alden yang awalnya biasa saja, kali ini terlihat begitu mesum. Bahkan Alden terang-terangan mengatakan seperti itu.

'Pasti ada yang nggak beres,' batin Rayna.

"Kamu baru menyadarinya?" tanya Alden remeh. "Apa kamu mau mabuk lagi, ingin melihat apa saja yang kamu lakukan padaku ketika mabuk?"

Rayna menggigit bibir bawahnya. "Jujur aja ya, aku sebenarnya nggak percaya sama apa yang kamu omongin, tapi karena aku ingin membuktikan kalau aku tidak seperti itu, oke deh aku terima tantangan itu. Dengan syarat ketika aku mabuk tolong divideokan, video itu jangan dipotong-potong apalagi diedit-edit. Gimana?"

Alden tersenyum menyeringai, kali ini dia tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan untuk mendapatkan wanita itu, dan Alden sangat yakin jika kali ini dia tidak akan gagal.

"Oke, aku setuju banget. Jangan nyesal ya kalau semuanya sudah terjadi. Kamu yang lebih dulu memulainya," kata pria itu sambil tersenyum menyeringai.

Seketika Rayna menelan salivanya dengan susah payah. Dia berubah menjadi ragu karena melihat anggukan antusias yang Alden berikan.

'Apa keputusanku ini tepat?'

***

"Apa kamu siap?" tanya Alden.

"He'em. Kenapa? Kamu meragukanku?"

Alden menggeleng. "Aku hanya takut kalau kamu nantinya menyesal."

"Mana mungkin aku menyesal karena aku tidak melakukan apa-apa."

"Baiklah, silakan kita mulai. Kamu lihat ada kamera di ujung sana, di sana, di sana, dan juga ada juga di depan kamu," ucap Alden sambil menunjuk kamera satu persatu pada Rayna.

Rayna mengangguk paham. "Ingat, jangan diedit-edit ataupun dipotong-potong."

"Dengan senang hati. Pasti kamu akan terkejut dengan hasilnya."

"Aku tidak yakin itu. Omong-omong apa kamu ikut minum juga?"

"Ya, biar kita sama-sama mabuk."

'Dan kita berdua akan berakhir di ranjang,' batin pria itu melanjutkan.

"Jangan tersenyum seperti itu, itu sangat menakutkan," kata Rayna.

"Santai. Memang seperti ini caraku tersenyum, tolong jangan dipandang terus, nanti kamu bakalan terpesona padaku, gimana dong? Tapi nggak apa-apa sih, aku ikhlas kok kalau kamu terpesona sama aku."

Rayna memutar bola matanya malas. "Itu sih maunya kamu ya. Sorry aja kalau aku ini tipe wanita setia. Walaupun banyak sekali pria yang sering kulihat, tapi di hati aku cuma ada nama Zidan," ucap wanita itu dengan percaya diri.

"Tapi aku sangat yakin sih kalau kamu bakalan kepincut sama aku."

"Boleh juga sih, nanti kalau aku sudah jadi pacar kamu, aset kekayaan kamu biar aku yang pegang, biar aku nggak usah capek-capek kerja di restoran kamu," gurau Rayna. Sayangnya Alden menimpalinya dengan serius.

"Oke, aku setuju. Dengan syarat kamu jadi milikku satu-satunya, bukan hanya jiwa raga saja yang jadi milikku, tapi tubuhmu juga."

Rayna mengerutkan keningnya. "Bahkan kamu belum minum aja udah mabuk," cibir wanita itu.

Rayna menatap dua botol wine beserta gelas di meja itu sambil menghela napas panjang.

"Mari kita mulai saja," ucap wanita itu.

Alden mengangguk. Dia menumpahkan wine itu ke dalam gelas untuknya dan juga untuk Rayna, lalu memberikannya pada Rayna. Rayna menyambutnya dengan ragu.

"Mari kita mulai. Satu ... dua ... tiga."

Halo, ada yang masih ingat dengan cerita ini? Hehehe

Terjerat Gairah Sahabat Kekasihku Where stories live. Discover now