11. Ciuman?

132 34 13
                                    


Kekhawatiran yang Bora rasakan kemarin nggak serta merta membuatnya langsung memberitahu Ganiya. Pasalnya, dia belum punya cukup bukti pasti. Jika dia kepanasan dan langsung memberitahu Ganiya tentang apa yang ada di benaknya, tentu hal itu nggak bisa juga dibenarkan. Bagaimana jika spekulasinya salah? Dia sendiri yang akan malu.

Seperti kata Karina sebelumnya, Violetta memang sering ke ruangan Kai, tetapi nggak setiap hari juga. Sama seperti hari ini, Bora sama sekali nggak melihat kehadiran Violetta lagi bahkan sampai jam makan siang tiba. Bora jadi menimbang kembali apa yang sempat dia pikirkan terkait Kai dan Violetta.

Apa gue salah mengira, ya?

Bora menggeleng pelan lantas kembali melanjutkan kerjaannya sedikit lagi sebelum ikut bersama Karina makan siang bersama di kantin kantor.

"Ra, denger-denger di kantin hari ini bakal ada menu baru lo!" celetuk Karina yang sudah mematikan komputernya.

Bora sedikit menoleh namun matanyaa tetap mengarah pada layar komputernya yang masih menyala. "Oh, ya?"

"Iya. Kalo nggak salah bakal ada makanan khas Korea!" ujar Karina penuh semangat. Kedua tangannya bahkan saling bertautan di depan dada karena saking antusiasnya. "Tapi lo pasti udah bosen, ya? Di Korea pasti lo makan itu mulu."

Bora tertawa sejenak. "Gue pecinta makan Korea, kok. Jadi nggak akan bosen. Bahkan di rumah gue yang sekarang gue juga masih sering masak makanan Korea. Sampai nyetok beberapa juga."

"Oh, ya? Wah, sekali-kali lo bawa lah ke kantor."

"Ngapain? Kan udah ada di kantin."

"Kan di kantin nggak lengkap, Ra. Kalo nggak salah cuma ada kimchi, sup iga, sama tteokboki."

"Hmm, nanti kalo ada waktu gue bawa, deh."

"Yeay!"

"Kerjaan gue udah kelar, nih. Mau langsung ke kantin nggak?"

Mata Karina langsung berbinar semangat dan langsung menggaet lengan Bora. "Kuuuuy!"

***

Bora dan Karina nggak menyangka jika saat ini di kantin sudah seramai kantin anak sekolah. Saking ramainya, Karina dan Bora sampai bingung mau makan di mana karena masing-masing kursi yang ada di kantin sudah terisi.

"Duh, kayaknya kita telat, deh," keluh Karina dengan nada kecewa.

"Terus gimana?"

"Ya ngga ada pilihan lain selain kita makan di luar."

Bora mengangguk pelan lalu mengikuti langkah Karina keluar dari kantin. Namun, saat mereka sudah hampir keluar, tiba-tiba Kai muncul dan membuat kedua cewek itu menghentikan langkahnya.

"Lo, kok keluar? Udah pada makan?" tanya Kai.

"Belum, Pak. Liat sendiri lah gimana banyaknya orang di kantin. Kita jadi ngga daper tempat," keluh Karina dengan raut cemberut.

Kai tersenyum tipis lalu mencoba mengajak keduanya untuk ikut bersamanya. "Yuk, ikut sama saya. Di mejaku masih muat untuk dua orang."

"Serius, Pak?!" respon Karina cepat. Tangannya bahkan semakin mengerat di lengan Bora, yang menandakan bahwa dia benar-benar senang dan akan menerima ajakan itu

Kai mengangguk pelan dan hal itu tentu nggak disia-siakan oleh Karina untuk segera bergabung dengan atasannya itu. Sementara Bora yang lengannya terus ditarik oleh Karina hanya bisa pasrah dan mengikut ke mana Karina akan membawanya.

"Kalian boleh duduk di sini," ujar Kai saat mereka sudah berada di meja paling ujung yang ada di kantin itu.

Di meja itu ternyata Kai nggak sendiri, di sana sudah ada beberapa atasan lainnya, dan yang membuat Bora heran adalah kehadiran Violetta di antara orang-orang itu. Namun, buru-buru dia menepis pikiran buruknya itu dan memilih untuk diam dan mengikuti Karina untuk mengambil makanan.

"Eh, lo liat mbak Vio kan tadi?" ujar Karina menyenggol lengan Bora.

"Liat, kok. Kenapa?"

"Kira-kira dia ngapain ya dia di situ? Bukannya itu meja khusus atasan? Maksud gue, di meja itu kan yang ada atasan semua. Kok bisa dia ada di situ?"

"Ya mungkin kan dia diajak juga sama pak Kai atau sama atasan lainnya," balas Bora mencoba berpikir positif.

"Ya mungkin juga, sih. Tapi gue yakin dia pasti bakal jadi bahan gosip lagi." Bora menggedikkan bahunya nggak mau tahu. Selagi bukan dirinya yang jadi penggosip dan yang digosipi, dia nggak mau ambil pusing.

***

"Gimana menurut kamu, Bora? Apa makanan Korea ini udah sesuai dengan yang di Korea?" tanya Kai setelah menelan makanan yang masuk ke dalam mulutnya.

Bora mengangguk pelan dengan makanan yang masih sedang dia kunyah. Tampaknya, dia sedang menilai tentang rasa makanan yang sedang dia makan. "Umm, ini terlalu asin, sih."

"Oh, ya? Padahal aku udah manggil chef dari Korea langsung lo."

"Hmm, mungkin lagi khilaf, Pak." Kai tersenyum menanggapi. "Ngomong-ngomong, ini menu baru, ya, Pak?"

"Benar. Itu saran Ganiya, sih. Tapi nggak tahu malah disetujui sama pihak kantor." Kai tersenyum.

"Kan berkat usulan aku juga, Pak," celetuk Violetta dengan senyuman tipis di bibirnya.

Mendengar hal itu, Karin dan Bora langsung saling berpandangan. Karina kalu segera menimpali karena merasa penasaran. "Oh, ya? Jadi Mbak Vio ikut andil ngadain makanan Korea ini?"

"Iya, dong. Sebagai penyuka negeri Gingseng itu, aku tentu setuju sama ide mbak Ganiya," balas Violetta semangat.  "Oh, ya. Kamu pernah kerja di Korea, kan?"

Bora mendongak saat sadar bahwa pertanyaan itu dilayangkan kepadanya. "Iya, benar."

"Wah! Aku jadi nggak sabar mau jalan-jalan ke sana!"

"Memangnya Mbak ada rencana ke Korea?" tanya Karina tiba-tiba.

"Rencana ada. Tapi nggak tahu juga jadi atau nggak. Nunggu kepastiam dari pacar aku dulu."

"Woooah! Asyik banget ke Korea bareng pacar!" seru Karina.

Bora tiba-tiba teringat dengan pamflet milik Violetta yang jatuh di depan kubikelnya. Apa rencana yang dimaksud ada kaitannya dengan pamflet itu?

"Oh, jadi pamflet yang kemarin itu untuk rencana Mbak Vio ke Korea?" tanya Bora mencoba memancing cewek itu. Bahkan, mata Bora sesekali melirik ke arah Kai yang entah kenapa berubah jadi diam dan sibuk dengan makanan yang ada di hadapannya.

"Iya, sih. Cuma liat-liat untuk destinasi di sana aja."

Bora mengangguk pelan. Namun dia nggak lagi melanjutkan pembicaraan itu. Karena toh dia nggak mungkin kan menanyakan siapa pacar Violetta yang akan diajak ke Korea?

Perbincangan terus berlanjut, namun Bora hanya memilih untuk diam kecuali memang ada pertanyaan yang ditujukan kepadanya, barulah dia menyahut. Mood-nya jadi berubah setelah berbicara dengan Violetta. Ternyta, prasangka buruknya tentang Vio dan Kai semakin menjadi.

***

Hari ini Bora pulang agak telat. Karena pikiran bodoh itu, dia jadi sangat terlambat menyelesaikan kerjaannya. Nggak hanya itu, tubuhnya bahkan ikut merasa capek sehingga di pikirannya saat ini hanya ada kasur dan bantal kesayangannya. Nggak ada yang paling diinginkan selain mandi lalu tepar di atas kasurnya. Namun, sepertinya keinginannya itu harus dikesampingkan karena saat pintu lift terbuka dan dirinya berjalan menuju mobil miliknya, nggak sengaja Bora melihat Kai bersama dengan seorang wanita berdiri dengan posisi yang sangat dekat.

Bora mencoba menajamkan penglihatan, berusaha melihat siapa sosok wanita itu, namun karena pencahayaan yang nggak terlalu terang, dia jadi kesulitan melihat siapa sosok itu.

Tapi dari ciri-cirinya, kok mirip Vio, sih?

Kening Bora mengerut dalam, dia memicingkan mata masih berusaha melihat siapa wanita itu. Namun, tiba-tiba dia membulatkan kedua mata saat Kai dan wanita itu semakin mempersempit jarak di antaranya. Buru-buru Bora melangkah ke mobilnya dengan heels yang sengaja dihentak agar Kai dan wanita itu terganggu.

"Berengsek! Apa mereka bakal ciuman di tempat seperti ini?" gumam Bora penuh emosi.

Tanpa Bora sadari, di bagian tersembunyi lainnya, sosok lain juga melihat hal itu.

Hatinya terasa sakit bagai diremuk. Air mata mendadak meluncur dan membasahi pipinya.

***

at GwanghwamunWhere stories live. Discover now