22. Bahagia telah hilang

96 27 14
                                    

Malaaaaam.

Happy reading💃

.

.

.

Dan terjadi lagi namun, kali ini cukup berbeda. Jika dulu ada Anjani di sampingnya, kali ini hanya dirinya sendiri yang menyaksikan betapa jahat Kai padanya. Ganiya tiba-tiba menghentikan laju mobilnya di pinggir jalan dan hal itu sukses membuat kendaraan yang ada di belakangnya ikut mengerem kendaraannya secara mendadak. Berkali-kali Ganiya menunduk dan meminta maaf pada orang itu meski dirinya mendapat cacian yang terus terlontar dari orang itu. Tapi Ganiya benar-benar sudah merasa mati rasa sekarang. Jika biasanya dia mudah merasa kesal dengan umpatan orang lain, kini dia benar-benar mati rasa dan nggak begitu memedulikan ucapan orang itu.
Lagipula, bukan saatnya memikirkan perasaan orang lain di saat perasaannya sendiri sedang berantakan.

"Maaf, maaf," ucap Ganiya dengan air mata yang terus mengalir dari kedua matanya. Bahkan ketika orang itu sudah pergi, Ganiya masih terus menggumamkan kata maaf. Sesekali kepalanya bahkan dibenturkan pada kemudinya, dering ponsel yang terus bersahutan sampai nggak dihiraukan olehnya.

Ganiya melirik ke arah gawainya sebentar lalu kembali mengarahkan pandangan pada heels yang sedang dia gunakan. Karena merasa muak dengan deringan pada gawainya, Ganiya pun memutuskan untuk mematikannya. Benda pipih itu lantas dimasukkan ke dalam tas.

Merasa cukup baik, Ganiya kemudian kembali melajukan kendaraannya menuju sebuah hotel yang lumayan dekat dengan posisi kantornya. Namun, sebelum itu dia menyempatkan untuk mampir sebentar ke mall dan membeli beberapa potong baju dan keperluan lainnya. Sudah diputuskan, malam ini dia memilih untuk menginap di hotel daripada harus menginap di rumahnya dan bertemu lagi dengan Kai.

Sesampainya di hotel, Ganiya langsung merebahkan tubuhnya tanpa mengganti pakaian terlebih dahulu. Bahkan hingga pagi menjelang, Ganiya merasa enggan untuk berangkat ke kantor dalam kondisi seperti sekarang. Wajah berantakan, begitu pun mentalnya.

"Apa gue izin aja, ya?" gumam Ganiya pelan.

Ganiya mengambil ponselnya dan mengaktifkannya kembali, seketika dia diserbu oleh pesan-pesan yang masuk -yang kebanyakan pengirimnya adalah Kai. Tentu saja Ganiya mengabaikan pesan dari Kai dan memilih membuka pesan dari Anjani.

Anjani

Gue tahu lo pasti lagi ada masalah lg kan sama Kai? Lo di mana skrng?

Anjani

Dia ke sini tadi, nanyain keberadaan lo sampai nggak sopan banget masuk dan geledah rmh gue.

Anjani

Hubungi gue kalo lo udah bc pesan gue

Ganiya menyimpan gawainya dan memilih untuk menatap ke arah plafon kamar hotel itu. Dia sama sekali nggak membalas pesan Anjani karena benar-benar masih ingin sendiri. Ganiya berharap Anjani bisa memahami itu, ya siapa lagi yang bisa memahaminya sebaik Anjani? Bahkan dirinya sendiri pun nggak bisa memahami dirinya sebaik sahabatnya itu.

Belum lama dia mendiamkan gawainya tiba-tiba benda pipih itu berdering nyaring dan menunjukkan nama Kai di sana. Ganiya segera mematikan panggilan itu dan memilih untuk masuk ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Pasalnya sejak semalam dia sama sekali nggak membersihkan diri, jangankan membersihkan diri, pakaian yang dia kenakan bahkan masih pakaian yang kemarin. Make up-nya pun masih ada di wajah, meski riasan di bagian mata sudah sedikit luntur karena air mata.

"Aish!"

***

Ganiya benar-benar mengurung dirinya di kamar. Bahkan untuk urusan makan dan pakaiannya semua dilakukan oleh pihak hotel. Entah sejak kapan Ganiya benar-benar menyukai kesendirian. Dia benar-benar merasa tenang saat ini, meski ... dia tentu sangat sadar bahwa ketenangan yang dia rasakan sekarang hanya sementara karena masalah masih menunggu untuk diselesaikan.

Karena takut Anjani nekat menghubungi polisi, Ganiya segera membalas pesan Anjani. Mengatakan bahwa saat ini dirinya masih baik-baik saja.

Anjani

Oke. Tapi jangan macem-macem. Kalo butuh sesuatu langsung kabari gue!

Ganiya tersenyum tipis membaca pesan itu. Dia benar-benar merasa sangat beruntung memiliki Anjani. Namun, di sisi lain dia merasa menjadi sosok yang sangat menyedihkan karena memiliki pasangan sejahat Kai.
Ganiya nggak membalas pesan Anjani. Dia kembali mematikan gawainya setelah kembali mendapat telepon berikut pesan singkat dari Kai yang mengancam akan melapor ke polisi dan mencari keberadaannya jika saja Ganiya nggak memberitahukan keberadaannya. Namun, Ganiya sama sekali nggak menggubris pesan itu. Seperti kata hatinya, saat ini dia hanya butuh ketenangan sebelum memutuskan semuanya.

***

Sudah tiga hari sejak Ganiya memilih untuk mengurung dirinya di kamar hotel. Di hari terakhir liburnya ini dia memilih untuk keluar dan menghabiskan waktu untuk jalan-jalan sendiri. Ke mall, beli baju –lagi, makan makanan enak, beli beberapa novel, nonton ke bioskop, dan terakhir memilih untuk ke tempat karaoke –mengeluarkan semua suaranya sampai terasa serak. Tapi meski dia telah melakukan semua kesenangan itu, hati Ganiya tetap merasa hampa, kosong, dan sedih. Air matanya bahkan keluar dengan sendirinya di saat dia sedang menyanyikan lagu bahagia.

“AAAAAAAAAA!” teriak Ganiya seraya menutupi wajahnya dengan kedua tangan. Isakannya semakin keras di balik musik yang terus terputar.

Hingga malam menjelang, Ganiya memutuskan untuk kembali ke hotel. Dia akan memulihkan diri sebelum kembali menghadapi masalahnya.
Namun, sebelum Ganiya turun dari mobil. Dia memilih untuk mengirim pesan pada Kai.

Mas, kamu cinta ngga sama Violetta?

Setelah mengirim pesan itu, gawai miliknya berdering. Nama Kai tertera di sana. Kali ini Ganiya nggak akan menghindar lagi. Dia akan menghadapi semuanya, meski dirinya akan kembali dibuat hancur.

“Halo, Niya! Kamu ke mana aja? Kamu nggak tahu gimana khawatirnya aku?” ujar Kai di seberang.

Seharusnya Ganiya senang mendengar nada khawatir dari suaminya itu, tapi bagaimana bisa dia senang sementara laki-laki itu adalah penyebab semua keputusan yang diambilnya hingga saat ini.

“Kamu belum ngejawab pertanyaanku, Mas.”

“Kamu ngomong apa, sih? Jelas itu nggak benar. Aku cuma cinta sama kamu! Sekarang kamu di mana?”

Ganiya menarik napas panjang. “Oh, ya? Lalu ... kenapa kamu selingkuh dari aku? Apa aku kurang untuk kamu, Mas?”

“Niya, nanti kita bicarakan hal itu. Aku ingin tahu keberadaanmu sekarang. Biar kujemput.”

“Nggak usah. Aku bawa mobil.”

Kai terdengar mulai frustrasi. “Ya sudah, kamu segera pulang, ya. Aku tunggu di rumah.”

Ganiya nggak menjawab ucapan Kai. Dia hanya menatap dinding area parkir tempatnya berada. Meski dia terlihat tenang, pikirannya begitu kusut hingga dia sendiri bingung bagaimana cara meluruskannya.

“Mas, gimana kalau kita pisah?”

***

Kebayang ngga gimana ekspresi Kai waktu denger Ganiya ngomong gitu?😅

at GwanghwamunWhere stories live. Discover now