dua belas

2.7K 175 5
                                    

Sebenarnya Yasa seringkali merasa dilema akan perasaannya yang selalu gamang, ia ingin sekali memiliki Katreena selayaknya pasangan hidupnya, namun apa daya, harta, kedudukan dan derajat diantara mereka jauh berbeda

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Sebenarnya Yasa seringkali merasa dilema akan perasaannya yang selalu gamang, ia ingin sekali memiliki Katreena selayaknya pasangan hidupnya, namun apa daya, harta, kedudukan dan derajat diantara mereka jauh berbeda.

Ibaratkan Katreena ada diatas langit yang dijunjung tinggi, sedang ia hanya seonggok pasir yang keberadaannya selalu tenggelam diantara banyaknya butiran debu tak terhitung itu.

Yasa selalu menjadikan orang tua Katreena sebagai patokan, ia tidak pernah bisa membayangkan bagaimana kecewanya mama dan papa Katreena ketika mengetahui putri semata wayangnya bersanding dengan manusia biasa sepertinya.

Katreena harus mendapatkan pasangan yang setara atau mungkin lebih, entah itu dari segi hartanya, keluarga yang terhormat hingga paras yang mungkin lebih menawan darinya.

Hari ini, Yasa terdiam dikursi perpustakaan, memandangan beberapa buku didepannya dengan tatapan lelah. Sudah dua hari, semenjak ia tak menginap lagi diapartment Katreena, Yasa merasa pikirannya mulai berkecamuk akan peristiwa tak terduga tempo itu.

Terakhir kali Katreena mengubunginya ketika ia diantar pulang, dan menitipkan pesan agar bisa jaga kesehatan, masih dengan nada bicaranya yang terdengar ketus.

Yasa selalu kebingungan atas sikap Katreena, perempuan itu selalu menaruh perhatian lebih padanya namun juga seperti tak suka akan keberadaannya yang seringkali merepotkan.

Hari ini pula, Yasa memutuskan untuk kembali bekerja, biarlah jadi urusan nanti jika Katreena akan kembali meluapkan amarah padanya. Karena pada kenyataannya, Yasa membutuhkan uang lebih untuk keperluannya selama tinggal disini.

Bukan, bukan karena tak menghargai segala perjuangan Bapak dan Ibu, tapi Yasa juga sadar diri, bahwasanya ia tak akan selamanya terus bergantung pada kedua orang tuanya, ia harus mandiri, harus pula menghasilkan uang demi mewujudkan cita-citanya menjadi orang berada.

"Jangan terlalu maksain diri lo lah, lo baru juga sembuh udah sibuk sana sini gak ada waktu buat istirahat."

Omelan tersebut berasal dari mulut Joe, pemuda yang mendudukan diri disebelahnya bersama Aksara. Kedua pemuda itu sedari awal tak pernah segan untuk mengajaknya pergi bersama, entah itu untuk sekedar mengerjakan tugas diperpustakaan atau mengajaknya bersantai dikafe depan universitas.

"Ngomong-ngomong, kating yang waktu itu nganterin lo pulang ke kosan cakep juga ya."

Yasa mengerutkan dahi. "Lo tahu darimana?"

"Nganterin sepatu Aidan gue, eh gak sengaja liat lo dianterin sama cewek yang beda dari sebelumnya. Bisa main cewek juga ya lo."

Dengusan Yasa berikan, ia menunduk mencoba mencari lagi fokusnya pada salah satu buku yang tersusun disana. "Anaknya majikan Ibu sama Bapak gue itu."

"Kenalin dong Yas, kayaknya gue tertarik deh sama dia."

Yasa menepis tangan Joe yang tersampir dipundaknya, amarahnya tiba-tiba memuncak. "Cari yang lain aja, lagian dia udah punya, mana posesif lagi pacarnya."

"Ye pelit amat, selagi jalur kuning belum melengkung kenapa enggak?"

"Gak bisa Joe, anak majikan gue orangnya kayak mak lampir, galak banget."

Mata Joe memicing curiga. "Atau jangan-jangan lo suka sama anak majikan lo sampai gue gak boleh kenalan sama dia."

Yasa berdecak sebal. "Ck ngaco lo, mana mungkin orang miskin kayak gue suka sama anak orang berada kayak dia, gue lebih dulu sadar diri."

"Suka mah suka aja kali, emang hari ini masih zaman ya cinta mandang kasta?"

"Masih, contohnya gue."

Joe mengerling malas. "Pikiran lo jadul amat."

Tak ada percakapan setelah itu, Yasa, Joe serta Aksara memilih menggeluti kesibukan mereka masing-masing. Yasa duduk disana hampir satu jam lamanya, sebelum jarum jam menunjukkan pukul empat sore dan ia memilih bangkit, tak lupa memberikan salam perpisahan pada dua sahabat itu.

Yasa melangkah menuju halte didepan kampus, menunggu bus kearah ibu kota datang untuk pergi kekedai tempatnya bekerja. Seakan situasi mengerti akan apa yang Yasa butuhkan, bus tersebut tak lama datang, dan membawanya menyusuri jalanan kota.

Puji syukur, bus sampai sesuai apa yang sudah Yasa prediksi sebelumnya. Lantas ia segera turun dari kendaraan luas itu, melangkah pergi kearah kedai tanpa senyuman.

"Yasa!" Atensi Yasa teralihkan kala teriakan yang sangat ia kenali menggema, hingga nyaris membuat gendang telinganya pecah.

Amita berlari dengan senyuman merekah, tanpa bisa Yasa cegah, perempuan itu meloncat memeluk lehernya menyalurkan segala euphoria yang sang gadis rasakan.

"Gue seneng banget." Ucap Amita kesenangan, pelukan itu tambah mengerat.

"Lo kenapa?" tanya Yasa menggantungkan tangannya diudara, enggan untuk membalas pelukan Amita.

Amita menjauhkan diri, senyuman secerah rembulan purnama itu masih terlukis jelas di raut wajahnya. "Gue keterima di Agensi milik James Immanuel." Ungkapnya begitu semangat memberitahu berita baik itu pada lelaki didepannya.

Yasa tersenyum, ikut merasakan bagaimana kabar bahagia itu datang setelah sekian lama.

"Kalau bukan karena saran dari lo, gue gak bakal pernah bisa masuk Agensi itu, seneng banget."

Amita kembali memeluk Yasa, mengajak pria itu meloncat-loncat senang. "Ada satu lagi kabar baik yang gue terima hari ini."

"Apa?" tanya Yasa seraya menarik dirinya sendiri agar terlepas dari pelukan Amita.

"Dan-"

Kalimat Amita terhenti diudara, saat sebuah tamparan keras tiba-tiba mendarat dipipi putih milik Yasa. Ia menutup mulut, mendapati Katreena sudah berdiri diantara mereka berdua.

Perempuan jangkung itu datang dengan wajah berapi-api, menatap tajam kearah Yasa dan menghardik lelaki didepannya penuh kemarahan. Katreena mendorong kasar bahu Yasa, menunjuk wajah lelaki itu syarat akan rasa benci yang menggelora.

"Brengsek lo Yasa!"

"Brengsek lo Yasa!"

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


New Cast:

Makasih udah baca, maaf ya updatenya agak lama huhu:(

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Makasih udah baca, maaf ya updatenya agak lama huhu:(

Hold It In (SELESAI)Where stories live. Discover now