lima belas

2.6K 171 6
                                    

Pada pertengahan bulan dimusim itu, Yasa menjalani hari tak seperti biasanya

اوووه! هذه الصورة لا تتبع إرشادات المحتوى الخاصة بنا. لمتابعة النشر، يرجى إزالتها أو تحميل صورة أخرى.

Pada pertengahan bulan dimusim itu, Yasa menjalani hari tak seperti biasanya. Setelah mendapatkan berbagai rentetan nasehat serta kemarahan dari Amita, ia merenungkan diri. Menarik diri sejenak dari orang-orang dan memikirkan bagaimana nasib perasaannya pada Katreena.

Setelah merenungi segalanya, Yasa sadar ia tak dapat terus bersembunyi, berdalih soal kasta yang membentang diantara mereka, sedang hatinya terus menerus meraung kesakitan.

Yasa merindukan Katreena, merindukan saat gadis itu tak lagi membentangkan jarak yang begitu panjang, padahal sebenarnya ia juga ikut andil dalam membangun selisih tersebut, mengorbankan Amita yang tak tahu apa-apa dan membiarkan gadis itu menanggung nama yang kotor dihadapan Katreena.

Jika saja Amita tak merasa iba akan wajah Yasa yang selalu tampak mengenaskan, mungkin gadis itu akan menolak permintaan pemuda itu dari dulu. Tapi Yasa selalu memohon, memohon agar perasaan Katreena terhadapnya hilang begitu saja.

Bertahun-tahun Yasa menahan diri, hingga tiba puncaknya pada malam itu, malam dimana ia diliputi banyak nafsu dan menginginkan Katreena sebanyak yang ia mau.

Tapi keraguan akan hatinya masih saja bersemayam, saat Katreena bertanya apa ia punya perasaan yang sama dengan dirinya, lagi-lagi Yasa menjawab dengan keraguan, tak memberikan gadis itu jawaban yang pasti, sehingga Katreena lagi-lagi merasa sakit sendiri.

Pikiran Yasa selalu menjulur pada hal-hal yang belum tentu akan terjadi, seperti dimana ia memikirkan jika saja perasaan Katreena ia terima, Yasa takut pekerjaan orang tuanya terancam.

Jujur, Yasa belum sanggup menanggung segalanya, pekerjaannya sekarang masih belum sanggup menghidupi tiga orang sekaligus dalam satu keluarga.

Maka jalan lain, adalah mengorbankan hatinya, mengorbankan bagaimana Yasa merasakan sakit saat Katreena berlaku kasar dan semena-mena.

"Gimana soal Katreena, udah dijawab?"

Kepala Yasa sontak mendongak, Amita sudah berdiri sembari meletakan tas diatas meja.

Yasa menutup tempat penyimpanan uang dan mengulum bibir, kemudian merubah wajahnya menjadi sendu.

"Sama sekali gak ada jawaban, padahal gue jelasin semuanya disana, tapi sama sekali gak dia baca."

"Bagi nomor dia dong, biar gue ajak ketemuan."

Yasa refleks memberikan tatapan nyalang. "Jangan cari masalah sama Katreena!"

"Justru kalau gue diem aja, citra gue dimata dia bakal tambah buruk."

Dengusan kasar Yasa berikan. "Katreena udah terlanjur benci sama lo, gak ada jalan lain."

Bibir Amita mencebik kesal, "Ini semua karena lo, kalau saja lo gak nyeret gue dalam masalah ini, gue dimata Katreena gak bakal kayak gini. Bawa sial aja lo!"

Yasa terdiam, ia kira tak ada lagi kesialan yang ada setelah ini. Dan lagi, belum sempat Yasa duduk dikursi, seseorang tiba-tiba berjalan cepat, menerobos pintu pembatas bar dan melayangkan pukulan kearahnya secepat kilat.

Hidung Yasa yang jadi sasaran utama, ia menyentuhnya, saat dirasa ada sesuatu yang mengalir dari sana.

Gawat, hidungnya berdarah tanpa bisa dikompromi. Kepala Yasa menoleh, untuk melihat siapa yang berani memberikan bogeman sekencang ini padanya.

"Apa lo liat-liat? sakitkan? itu semua gak sebanding sama apa yang lo lakuin ke temen gue! Bajingan!"

Griselle menatap syarat akan permusuhan, gila pukulan gadis itu melebihi apa yang Yasa kira.

"Punya masalah apa lo sama gue?" Yasa bertanya dengan nada datar.

"Si monyet masih nanya, lo udah nyakitin temen gue brengsek!" Teriak Griselle, lambat laun mengundang tatapan orang-orang disana.

Yasa menyeka darah yang terus mengalir dari hidungnya, menyuruh Amita untuk diam, saat ia sadar gadis itu hendak melerai pertengkaran yang tengah terjadi diantara mereka.

"Apa pantas cewek yang seharusnya bersikap lembut, malah tonjok muka orang sembarangan kayak gini?"

"Pantas, karena manusia kayak lo perlu dibikin kayak gini!" Teriakan Griselle makin menggema.

"Dan lo juga-" telunjuk Griselle mengarah pada Amita. "Gue tahu, lo cewek yang udah bikin temen gue kesakitan, tiba-tiba datang gak diundang, situ manusia apa setan? dasar cabe jadi-jadian!"

Tangan Yasa beralih mengambil tisu diatas meja, kembali menyeka darah dihidungnya dan melayangkan tatapan tajam kearah Griselle.

"Jangan berani lo tunjuk muka dia kayak gitu. Lo cewek paling gak jelas yang pernah gue temuin!" Sentak Yasa mengalihkan tatapan selanjutnya dan membiarkan Griselle yang kembali tersulut hendak mendaratkan tinjuan kembali.

"Griselle! Lo apa-apaan sih?"

Katreena datang bak pahlawan dari arah pintu depan. Gadis itu lantas berlari menahan tangan Griselle yang kembali melayang, menahannya dan tak memberi Griselle kesempatan. "Lo jangan malu-maluin diri lo sendiri!"

Griselle memberontak, tak mau Katreena tahan. "Tapi dia udah jahat sama lo!"

"Lo gak perlu ngotorin tangan lo buat sentuhan sama manusia gak tau diuntung kayak dia."

Sengaja, Katreena sengaja menekankan kata tak tau diuntung tanpa menatap Yasa. Sengaja menyentil lelaki itu agar cepat sadar.

Yasa mengerjapkan mata, hendak meraih tubuh Katreena, namun urung saat Katreena menarik langkah, membawa Griselle serta merta agar berlalu dari tempat yang sudah kacau ini.

Sadar, Yasa menelan ludah, meratapi kepergian Katreena yang mulai tenggelam dibalik jalanan.

Hai! maaf baru bisa update lagi, soalnya aku kebelet buat cerita yang baru, jadinya fokusnya kebagi dua

اوووه! هذه الصورة لا تتبع إرشادات المحتوى الخاصة بنا. لمتابعة النشر، يرجى إزالتها أو تحميل صورة أخرى.

Hai! maaf baru bisa update lagi, soalnya aku kebelet buat cerita yang baru, jadinya fokusnya kebagi dua. Enjoy guys! aku usahain lebih giat lagi updatenya, soalnya cerita sebelah udah selesai, tinggal revisi.

Hold It In (SELESAI)حيث تعيش القصص. اكتشف الآن