empat belas

2.6K 168 9
                                    

Tirai apartment itu sedari tadi tertutup tanpa celah, Katreena masih meraung kesakitan diatas kasurnya sendirian

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Tirai apartment itu sedari tadi tertutup tanpa celah, Katreena masih meraung kesakitan diatas kasurnya sendirian. Penampilannya juga sudah tak berupa, ia terus menangis meratapi nasibnya yang menyedihkan.

Atas senyum Amita yang selebar itu, atas pelukan Amita yang erat itu, Katreena mencemburuinya sangat-sangat cemburu. Mengapa hal sesederhana itu sangat sulit Katreena dapatkan sekarang?

Dan Amita? perempuan itu mendapati raga Yasa semudah membalikkan telapak tangan.

Katreena iri, Katreena iri saat Yasa tak sedikitpun menolak.

Persetan dengan segalanya, Katreena begitu marah sampai kontak antara dirinya dengan Yasa ia abaikan sementara. Setidaknya, hal tersebut dapat meredakan semua rasa yang berkecamuk dalam dada.

Bukan hanya tentang lelaki itu, pesan dari teman dikampusnya pun tak ada yang Katreena balas. Biarlah orang akan menganggapnya sebagai perempuan childish nan mudah tersinggung, karena yang merasakan perasaan tak karuannya itu hanya dia, bukan mereka.

"Yasa sialan, kenapa juga gue harus jatuh cinta sama orang modelan kayak dia?" Katreena menangis lagi, bergumam sendiri, bertanya sendiri, dan meraung merasakan sakit didadanya sendiri.

Ada banyak kesempatan yang datang untuk Katreena mendapatkan hati lain selain Yasa, namun semuanya serasa hanya angin belaka, jika pada kenyataannya yang ada dihati Katreena hanya Yasa, Yasa dan Yasa.

Meski pemuda itu tampak patuh atas segala perintahnya yang tak suka dibantah, namun persoalan hati begitu sukar untuk Katreena gapai.

Entah Yasa memang tak punya perasaan padanya, atau mungkin ada hal lain yang membuat Yasa mengurungkan perasaannya yang sama seperti Katreena.

Tapi yang jadi pertanyaan Katreena hari ini, kenapa Yasa menjadikan ia yang pertama dalam hal seksualitas? semurah itukan dirinya? sampai-sampai ia tak bisa menolak atas seluruh sentuhan Yasa?

Gemelut perasaan hancur Katreena teralihkan saat ia melirik gawainya yang memperlihatkan susunan nama seseorang.

Katreena menyambar benda itu segera, dan menempelkannya kesisi telinga bersama raga yang kembali bergetar.

"Gris-" panggil Katreena tak kuasa lagi menahan tangis.

"Gue didepan apartement lo, cepet buka." Suruh Griselle dari seberang telepon.

Tak ingin membuat Griselle menunggu, Katreena bangkit dan membuka pintu apartmentnya menampilkan raga Griselle yang langsung mendekap tubuhnya mencoba menenangkan.

"Lo kenapa? Jangan bikin gue khawatir." bisik Griselle, melepaskan pelukannya dan menuntun Katreena agar masuk kedalam.

"Cowok itu brengsek!" seru Katreena sarat akan kekesalan yang banyak.

Alis Griselle menekuk bingung. "Siapa yang bikin lo kayak gini?"

Katreena menghentikan sesenggukannya sejenak, mengelap air mata dan meluruskan pandangan. "Cowok yang kerja dikedai itu."

"Dia yang bikin lo nangis kayak gini?" tanya Griselle setengah menaikkan nada bicaranya. "Lo coba jujur sama gue, ceritakan semuanya, kenapa dia bisa nyakitin cewek sesempurna lo?"

Griselle menangkup kedua pipi Katreena, mengusapnya, menyalurkan ketenangan agar Katreena berhenti menyakiti dirinya sendiri.

Katreena menghela nafas, kembali menyeka sisa air mata yang menetes dan siap meluapkan segalanya dihadapan Griselle, menceritakan sebagian ceritanya, membeberkan salah satu hal yang telah ia pendam lama-lama dibalik ia yang susah untuk membuka hati pada orang lain.

Saat cerita Katreena mampu Griselle pahami, tensinya tiba-tiba naik begitu saja. Griselle mengepalkan tangan, selama ini susah-susah ia mencari cara agar hidup Katreena tak membosankan dengan mengenalkan pada gadis itu beberapa laki-laki dari berbagai kalangan, ternyata pemuda itu alasannya.

Pemuda itu yang menjadi sebab mengapa segala usahanya berujung sia-sia. Pandangan Griselle berubah saat itu juga, menurutnya Yasa tak tahu diri.

Padahal apa yang kurang dari Katreena, sehingga Yasa menolaknya dan membuat Katreena sakit hati.

Griselle menyimpan banyak kekesalan saat itu juga, ia bersumpah saat bertemu pemuda itu, Griselle akan mengumpatinya habis-habisan dan tak ada lagi celah untuk Yasa bersikap seenaknya.

"Mau jalan keluar? gue bisa ajak lo kemana aja, asal lo berhenti buat nangisin cowok kayak gitu."

Katreena menggeleng sebagai jawaban, ia lalu menatap nanar langit-langit kamar, kembali meleburkan lagi air mata dan merasakan dadanya berdenyut mengingat sakitnya ia saat terbayang lagi senyum cerah Amita yang mendekap Yasa.

"Lo tahu cara cepet ngelupain cowok gak?" Wajah Katreena menoleh kearah Griselle.

"Benerin dulu niat lo!" jawab Griselle gemas.

"Niatan gue buat ngelupain Yasa selalu besar, tapi takdir selalu aja punya cara buat gue susah lupain dia. Apalagi Mama selalu bawa-bawa nama dia ditiap kita ada kesempatan buat ngobrol."

Griselle mendengus sembari mengerjapkan mata. "Mama lo suka banget kayaknya sama dia."

"Gak tau deh, bingung, kenapa dia selalu nolak gue, tapi gerak-gerik dia selalu nunjukin bahwa dia juga suka sama gue."

Tangan Griselle bergerak memijit pelipis. "Kisah cinta lo lebih rumit daripada gue." Ucapnya seraya menelisik tubuh Katreena dan tak sengaja mendapati luka berwarna keunguan dileher yang mulai pudar dari jarak sedekat ini.

Mata Griselle melebar seketika. "Jangan bilang leher lo udah gak suci lagi?"

Katreena meraba lehernya, membelalak saat sadar luka yang Yasa berikan waktu itu belum ia tutupi dan belum menghilang hingga detik ini.

"Dia nolak perasaan lo, tapi malah ngelecehin lo?"

"Dia nolak perasaan lo, tapi malah ngelecehin lo?"

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Hold It In (SELESAI)Where stories live. Discover now