19. Satu-Satunya Janji yang Dapat Dibuatnya

81 13 2
                                    

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

BAB 19SATU-SATUNYA JANJI YANGDAPAT DIBUATNYA

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

BAB 19
SATU-SATUNYA JANJI YANG
DAPAT DIBUATNYA

Ini awal yang baru. Awal yang baru untuk memberi diri sendiri peristirahatan batiniah juga.































GELAK TAWA ANAK-ANAK berhamburan di udara, menyambut jam istirahat. Kaki-kaki kecil mereka berlarian ke sana kemari, beberapa berlari untuk membeli jajanan, beberapa lagi langsung menuju ke halaman, memulai permainan. Beberapa berkejaran bersama temannya, beberapa lagi hanya duduk di pinggir, entah tidak diajak, entah memang tak ingin ikut sedari awal.

Riuh-rendah suara mereka, menciptakan keramaian yang akrab di telinga. Aroma jajanan sesekali singgah di hidung, disusul dengan aroma bedak ataupun harum pakaian bersih dari anak-anak yang digantikan dengan cucuran keringat padahal baru saja beberapa menit berlalu. Kilasan warna putih dan coklat keabu-abuan dari seragam mereka berkelebat, dilatarbelakangi bangunan sekolah yang dicat putih gading, kontras dengan atap sirapnya yang berwarna coklat gelap.

Anak-anak itu bermain dengan penuh kegembiraan, kebahagiaan mereka dapat ikut tercecap bagi siapapun yang memandangi. Sukacita itu seolah menumpulkan kepekaan mereka terhadap dunia di luar pagar taman kanak-kanak, pada orang-orang di luar sana, juga pada seorang pria yang berdiri tak jauh dari mereka, dalam rapatnya kebun buah warga.

Pria itu datang setiap hari.

Setiap kali jam pelajaran berakhir dan waktu istirahat tiba, pria itu sudah berdiri di tempatnya yang biasa, entah dari mana datangnya. Ia berdiri agak jauh, dalam naungan pepohonan rimbun yang ada di dekat halaman sekolah. Pria itu berdiri diam, hampir tak bergerak barang satu jengkal pun.

Ia tampak asing. Jelas sekali ia bukan penduduk sekitar sini. Ekspresi wajahnya tersembunyi dengan rapi dalam remang bayangan di sana. Satu hal yang selalu pasti: ia menatap tepat ke halaman, matanya bergerak mengikuti setiap gerakan. Tidak ada yang tahu apa niatnya atau siapa yang ia nantikan.

PESTA PARA MANEKENWhere stories live. Discover now