16. Serius

74 6 0
                                    

"Dia sosok sederhana yang selalu membuat aku terhipnotis dengan ucapannya. Kata-katanya menenangkan. Kata-katanya bisa dibuktikan."

—Bening Citra Lentera.

***

"Ravin tuh tipikal orang yang mikirin masa depan gak sih, Ning?" Seorang wanita yang mengenakan blazer dengan rambut sebahunya langsung bertanya kepada temannya yang sedang duduk berhadapan. Mereka berdua berpenampilan seperti budak corporate sekali. Gaya yang rapi bak pekerja kantoran pada umumnya.

Bening, wanita muda yang mendengarkan pertanyaan tersebut pun hanya bisa tersenyum penuh arti. Ia mengangguk sebelum akhirnya menjawab pertanyaan dari sang sahabat. "Kalau misalnya Ravin gak mikirin masa depan, gue gak mungkin sama dia dan selama ini sih, Al. Lo tuh aneh-aneh banget deh!" jawabnya dengan logis. "Lagian Ravin yang gue kenal dari dulu tuh emang selalu mikirin masa depannya gitu deh. Dia bukan tipikal cowok yang main-main. Lagian juga dia itu bukan cowok yang redflag kok. Dia gak pernah pacaran sebelumnya, gue pacar pertamanya," lanjut Bening berujar bangga.

Alya yang sedari tadi mendengarkan perkataan dari Bening hanya mengangguk paham. "Pacar pertama bukan berarti cinta pertama kan, Ning? Sepengalaman gue ya, cowok itu bisa jadiin kita pacar pertamanya, padahal dia udah pernah jatuh cinta sebelumnya, sama cinta pertamanya. Dan, cowok tuh kebanyakan gak bisa lupain cinta pertamanya tau! Dia bakalan stuck di ruang memorinya sendiri, yang ada cuman dia dan cinta pertamanya itu. Terjebak di sana sendirian."

Perkataan dari Alya langsung membuat Bening menggelengkan kepalanya, berusaha sekeras mungkin untuk menentang kata-kata itu walaupun dalam hati sebenarnya ia juga turut memikirkannya. Turut memikirkan apakah sang kekasih memang benar masih mencintai sang cinta pertama dan stuck dengan memori antara keduanya atau sudah menerima takdirnya, bersama dengan Bening.

"Ravin bukan orang yang kayak gitu sih." Bening berucap yakin. Bohong, padahal nyatanya tak ada satu persen pun keyakinan yang muncul di hatinya, tak ada satu persen pun kepercayaan yang kini muncul di kepalanya. Ia termakan omongan Alya. Ia kepikiran dengan apa yang dikatakan sahabatnya barusan.

Semua orang jelas tahu jika cinta pertama dari seorang Ravindra Atmawidjaya Pratama adalah sosok Sylvia Ivy Vianly. Sosok gadis cantik nan manis yang bertahun-tahun sejak sekolah menengah pertama berhasil membuat Ravin terkagum kepadanya. Sosok bintang sekolah yang selalu menjadi sorotan tiap kali ada kehadirannya.

Sama seperti wanita pada umumnya, Bening sendiri pun sangat senang menggiring opini dan menerka-nerka banyak hal di benaknya. Masih senang insecure dan kurang bersyukur atas apa yang terjadi di dalam hidupnya.

Kini pun bahkan Bening sedang demikian. Bening sedang insecure dengan gadis secantik Ivy. Gadis yang menjadi cinta pertama dari kekasihnya. Gadis yang pastinya sulit untuk dilupakan oleh kekasihnya. Terlebih, hubungan mereka berdua—Ivy dan Ravin, berakhir kandas di tengah jalan. Hubungan mereka berdua berakhir tidak baik-baik saja. Bahkan hubungan mereka adalah sebuah ending tanpa prolog.

"Lo yakin kalau Ravin gak kayak gitu orangnya, Ning? Kok udah bertahun-tahun lo ngejalanin hubungan sama Ravin, sampai sekarang belum ada kejelasan sih? Belum ada tanda-tanda serius maksud gue." Perkataan Alya yang terdengar jelas di telinga Bening langsung membuat pikirannya kacau.

Benar juga. Di saat banyak sekali teman-teman Ravin dan Bening yang sudah mau serius, Ravin adalah pria paling lambat dalam urusan seperti ini. Bahkan topik untuk menuju ke jenjang selanjutnya saja tak pernah dibicarakan oleh Ravin. Sehingga kini Bening kembali bertanya-tanya tentang keseriusan kekasihnya itu.

"Ya mungkin emang belum siap kali, Al. Udahlah, jangan bahas Ravin lagi. Ayo kita lanjut makan, bentar lagi istirahat selesai."

***

Dokter VS AkuntanWhere stories live. Discover now