Di waktu istirahat, Dante berada di perpustakaan. Mengunyah roti sembari membaca buku.Prakk...
Sebuah buku cukup tebal terlempar ke atas meja di hadapannya. Buku itu dijadikan alas kepala oleh orang yang baru saja duduk dan menidurkan kepalanya dengan tangan melingkari buku.
"Diapain di BK?" tanya Dante.
Pram baru saja kembali dari ruang BK, memenuhi panggilan guru BK.
"Ditanyain rencana mau lanjut sekolah ke mana."
"Oh, kemaren kita udah ditanyain kayak gitu pas lo gak masuk."
Pram mengangkat kepala. Menopang dagu dengan tangan. "Baru juga masuk kelas tiga, udah ditanya mau lanjut ke mana," katanya dengan nada menggerutu.
"Terus, lo jawab mau ke mana?"
"Nggak akan lanjut, gue mau bisnis," sahut Pram sembari menidurkan kembali kepalanya di atas buku tebal yang tadi dia ambil asal.
"Bisnis apaan? Lo emang udah ngomong sama Papa?"
"Masa depan gue, ngapain harus ngomong sama Papa. Terserah gue lah mau ngapain aja. Guru BK juga ngatur banget gue mau ngapain sehabis lulus SMA."
"Ya, kan, keberhasilan siswa, keberhasilan mereka juga."
"Keberhasilan mereka bukan urusan gue."
Dante mengatupkan bibir. Menahan helaan napas kasar. Mendingan lanjut baca.
Beberapa detik kemudian orang di hadapannya tampak tidak bergerak lagi. Dante menengok ke arah wajahnya yang menghadap kanan. Matanya terpejam, napasnya berembus dengan teratur. Gampang sekali memang orang itu tertidur. Di kelas juga kerjaannya cuma tidur. Tapi guru tidak pernah menegur, entah, sepertinya Erik mengatakan sesuatu kepada mereka saat pertemuan orang tua.
-
"Bangun, bel bentar lagi." Dante membangunkan. Jam istirahat sebentar lagi habis.
Mata Pram terbuka, mengerjap. Dia bangun dari posisi tidurnya, yang dalam posisi duduk itu. Kemudian menggerakkan leher dengan kernyitan di dahi.
"Lo kebiasaan tidur dalem posisi kayak gitu," ucap Dante. Tidur dalam posisi membungkuk pada meja bisa membuat persendian kaku, itu akan menjadi cukup berbahaya jika dilakukan terus menerus; menurut buku yang pernah dia baca.
"Ayok, kelas." Dante bangkit.
Pram mengikuti. Melangkah dengan mata yang masih setengah tertutup.
-
"Pang."
Begitu Pram duduk di bangkunya. Miki dan Alex menghampiri.
"Gue gak bisa tenang, nih, dari kemaren. Maafin kita, ya. Terutama lo, Dante, kita minta maaf. Kita cuma disuruh Rey, sumpah. Jangan cepu ke Jhona, ya," Miki berucap dengan raut wajah yang resah.
"Iya. Rey udah gak rencanain apa pun lagi, kok. Jangan lapor ke abang lo," tambah Alex.
Pram hanya menatap mereka berdua dengan mata mengantuk. Urusan mereka bukan dengannya, tapi dengan Dante, jadi dia tidak harus berbicara apa-apa.
Dante menatap kedua teman kelasnya itu dengan tatapan datar.
"Dante, lo jangan lapor ke guru juga," kata Miki. Walaupun nakal, dia memang bukan termasuk anak yang bermasalah di mata guru. Sebisa mungkin kenakalannya tidak pernah berurusan dengan guru.
Pram melirik Dante. Matanya berkedip dengan berat. Kepalanya ditopang agar tidak terjatuh.
"Iya, gue maafin lo berdua. Sana balik ke kursi. Bel bunyi," ucap Dante saat suara bel berbunyi nyaring dan panjang.

YOU ARE READING
PUNK (Selesai)
General Fiction**Jangan plagiat nyerempet copy paste** Pernah dengar tentang cerita seorang anak haram, anak hasil selingkuhan, atau anak yang tak diinginkan, yang dibenci, dicaci, diperlakukan seenaknya. Tapi dia hanya menerima saja, tetap bersikap baik walaupun...