BAB I - 4

15 5 3
                                    

Namun, anak ini telah membakar pojok sifat bersahabatku sedikit. Aku bisa merasakan rasa kesal dan amarah menghangatkan ulu hatiku secara perlahan seiring aku menatap wajah anak ini.

Aku ingin menyampaikan kesalku padanya. Tetapi, temannya sudah menarik dia keluar dari kasurku.

"Udeh-udeh Jie, ga guna juga lu lanjut."

Aku hanya mengangkat kedua alisku. Raut wajahku sudah cukup untuk menggertak, "Mending kau dengarkan kawan kau!"

Dia pun mengetahui maksud dari wajahku. Dan, dia pun pergi dengan kesal.

Aku memastikan tangannya yang menggenggam bedak tidak bertingkah selama dia berjalan.

Setelah sepuluh menit berlalu, aku beranjak dari kasur untuk menjemput handukku yang berada di dalam lemari. Usai menjemputnya, aku meneruskan ke kamar mandi untuk bersiap-siap menghadapi pagi yang baru di SMA Abdi Negeri.

***

Kami semua dibubarkan dari apel oleh Pembina Lapangan dan berangkat dengan rapih ke dalam Ruang Persaudaraan. Anak-anak berkumpul dengan teman-teman baru mereka dan duduk bersama dalam satu meja. Beberapa kelompok besar duduk pada meja yang berdekatan agar dapat saling berbincang walaupun terpisah selama kegiatan sarapan.

Jam Ruang Persaudaraan menunjukan pukul 08.30, memberi tahu kegiatan sarapan telah usai. Meja makan telah dirapihkan oleh semua hadirin Ruang Persaudaraan, termasuk aku.

Sebelum kami dapat berdiri dari meja makan kami untuk kembali kepada kegiatan masing-masing, dengung dari operator meja menahan kami di tempat.

"Selamat siang siswa!" sahut seorang Pembina Lapangan.

"Selamat siang!"

"Kurang semangat. SELAMAT SIANG SISWA!"

"SELAMAT SIANG!!!"

"BAGUS! Sudah lebih semangat.

"Perkenalkan, saya Pak Hartino. Hari ini saya ingin mengucapkan selamat kepada para siswa angkatan 2013. Karena hari ini adalah hari perkenalan kalian dengan panitia-panitia orientasi. Yang artinya, mulai minggu depan kalian sudah sah menjadi siswa SMA Abdi Negeri.

"Kegiatan perkenalan akan dilaksanakan setelah makan siang. Mohon jangan ada yang terlambat.

"Semua paham!?"

"SIAP, PAHAM!" teriak anggota angkatanku dan aku.

Aku berpikir pada diriku, "aku sepertinya akan memerlukan buku catatan. Apakah aku bawa ya di dalam ranselku?"

Dan seiring aku berjalan bersama anggota wisma dalam kondisi berbaris, aku memandang kepada Kooperasi, "Aku tidak bawa uang pula. Kalau ada, aku bisa beli buku catatan."

Akan aku cari di ranselku setiba di wisma.

Barisan kami dibubarkan di hadapan pintu wisma kami. Aku melesat menuju kepada gudang barang yang berarda di sebelah pintu koridor wisma.

Gudang itu penuh dengan koper-koper warga wismaku. Dan tersembunyi di antaranya adalah ranselku.

"Hhhuuuuuuh...,"

Gudang ini sudah ditata untuk memfasilitasi koper-koper mereka. Aku tidak tahu siapa yang menatanya, tetapi ransel sederhanaku menjadi korbannya karena mudah dipindah dari lokasinya.

Aku menggali dan mencari pada celah-celah koper pada rak terbawah. Tidak ada apa-apa.

Aku menggali pada rak kedua dari bawah. Tidak apa-apa.

Kampus F.U.B.A.R.: Langkah BaruWhere stories live. Discover now