i knew what i did wrong

15 5 1
                                    

Sudah beberapa hari berlalu sejak kejadian Adam mendatangiku ke kampus, tapi rupanya baru kemarin teman-teman SMA-ku tahu kalau laki-laki itu memang problematik. Maka dari itu sejak jam 8 malam tadi, mereka menelponku, hendak mendengar kabar beserta cerita lengkapnya.

"Sorry ya, Kei. Gue gak nyangka kalau ternyata Adam gitu," tutur Renata kepadaku diujung telpon.

"Iya, gakpapa," ucapku seraya berusaha mengulas senyum.

Semula kami sibuk mengobrol terkait kelakuan Adam saat mendatangiku di kampus. Hingga tiba-tiba saja Naomi membahas sesuatu yang tidak pernah aku duga sebelumnya.

"Jadi ... gue denger-denger sih, Adam selama ini kayak suka sama dua orang. Mantannya pas SMP sekaligus sahabat ceweknya yaitu Farah dan elo, Kei," jelas Naomi. "Dan ternyata, dia selama ini masih mempertahankan elo atau bahkan terkesan pengen banget balik sama lo lagi karena, aduh gimana ya ngomongnya."

Naomi semula tampak bimbang ketika hendak melanjutkan kalimatnya.

"Gakpapa lanjutin aja," sahutku yang sudah siap untuk mendengar kemungkinan terburuknya.

"Dia sengaja gitu karena selama ini manfaatin uang lo buat dia bersenang-senang. Dan mungkin aja, itu termasuk dengan bersenang-senang dengan si Farah juga," tambahan penjelasan dari Naomi langsung membuatku terhenyak.

Selama beberapa detik aku seolah tersihir menjadi batu, hingga membuat ketiga temanku merasa tak enak hati dari balik layar panggilan ini. Kemudian aku berusaha kembali mengulas senyum dan mengangguk.

"Ah, gitu rupanya."

Naomi mengerutkan alis, "Jangan bilang selama ini lo gak sadar, Kei?"

Aku berpikir sesaat, "Sebenernya gue sempat bingung aja tentang dia yang sering banget pinjam uang dengan beberapa alasan. Tapi pada akhirnya gue lebih memilih untuk percaya aja sih. Lagian dulu dia juga memperlakukan gue baik-baik di depan. Jadi, ya gak pernah pikir yang aneh-aneh ke dia," jelasku.

Dan sedetik kemudian, ketiganya yang membelalak tak percaya langsung melayangkan kalimat protes yang terdengar hampir serupa.

"Yaampun, Kei. Lo itu terlalu baik dan polos. Nethink itu juga perlu kali! Jangan percaya sama luarnya aja."

"Iya, Kei. Lo harus jadi pribadi yang gampang curiga kayak gue. Kalau lo kayak gini terus lama-lama lo bisa dimainin sama cowok-cowok brengsek di luar sana."

"Kei, mendingan Adam dijadiin pembelajaran deh. Lo gak boleh gampang terlena sama cowok. Meskipun dia udah bersikap baik banget sama lo, tapi busuknya orang mana ada yang tau gak sih?"

Aku yang mendengar segala respon para teman-temanku yang terlihat seperti ibu yang memarahi anaknya berhasil membuatku aku terkekeh geli.

"Iya, iya, gue paham. Thanks, guys. Gue akan lebih hati-hati ke depannya."

"Lo sih, pakai acara gengsi cerita ke kita. Jadinya malah Adam yang gak tau diri itu datengin lo ke kampus kan?" Keluh Renata.

"Tapi gue penasaran banget deh, Adam kayak gimana ya pas di tempat waktu kejadian itu. Soalnya dia kayak normal-normal aja gak sih selama ini?" Tanya Naomi yang membuat kedua lainnya mengangguk setuju.

"Ya gitu deh, waktu itu kayak cepat banget kejadiannya. Dan kayaknya sih dia lagi mabuk, tapi gak tau juga." Aku mengendikkan bahu.

"Astaga serem banget. Emang gitu gak sih, orang yang udah mabuk terus banyak masalah tuh langsung kayak jadi orang yang beda?" Fiona bergidik ngeri.

"Iya, bener kayak gitulah pokoknya," ucapku. Saat pikiranku teringat akan respon yang dilayangkan Kai sebelumnya terkait Adam langsung membuatku menyunggingkan senyum. "Bahkan temen gue, dia yang berusaha kasih tau gue pas di awal kalau ada Adam di kampus, dia itu bilang kalau selera gue aneh. Katanya Adam kayak psikopat dan denial mulu gitu."

if only,Where stories live. Discover now