BAB 22

1K 94 3
                                    

Dara POV

Ini sudah hari ketiga aku di rawat di rumah sakit. Akhirnya tubuhku benar-benar menyerah. Setelah pesta pernikahan bang Yan hari itu aku benar-benar kurang tidur selama dua hari. Mau tidak mau aku harus mengambil cuti sakit. Selama dua hari berturut-turut air mataku turun tidak ada hentinya, aku tidak sedang patah hati namun pertemuanku hari itu dengannya mampu membuatku merasa seperti patah hati lagi. Rasanya sangat sakit melihatnya di hadapanku lagi.

Do'aku pada Tuhan mengharapkannya mati tidak di dengar. Bagaimana mungkin mati, bahkan dia hidup dengan sangat baik dan sehat sampai detik ini dan berani-beraninya dia datang lagi, menampakkan diri setelah bertahun-tahun hilang bagai ditelan bumi.

Dan senyumnya, senyum sialan itu benar-benar membuatku ingin sekali membunuhnya. Dia masih bisa tersenyum seperti itu setelah apa yang dia lakukan padaku. Wanita itu sungguh tidak tau diri!

Rasanya sudah cukup membahas pengecut itu, aku tidak ingin membuat diriku semakin stres memikirkannya. Belum tentu juga dia memikirkanku.

Selama tiga hari dirawat di rumah sakit, Bunda dan Ayah secara bergantian menjagaku.

Hampir lupa, Ayah dan Bundaku sudah pensiun, sehingga saat ini mereka sedang menikmati waktu-waktu berdua mereka. Karena anak-anaknya tidak ada yang tinggal bersama mereka, jadinya mereka sering menghabiskan waktu mereka untuk sekedar berkebun di villa puncak yang Ayah beli saat masih bekerja dahulu.

Karena lebih seringnya mereka di villa, aku sedikit mendesign ulang villa tersebut hanya agar Ayah dan Bunda nyaman tinggal di sana. Villa keluarga kami tidak begitu besar, namun halaman depan dan belakang cukup luas. Halaman depan hanya di tumbuhi pohon-pohon rindang yang sudah berumur puluhan tahun. Tidak ada garasi, sehingga kendaraan kami parkirkan di halaman itu saja. Sedangkan di bagian belakang di sulap menjadi sebuah kebun yang menanam beberapa sayuran, buah-buahan seperti anggur, pepaya, jeruk. Ada juga beberapa bunga seperti bunga mawar, bunga krisan dan bunga matahari.

Ayah dan Bunda sangat suka berkebun. Mereka sangat kompak mengurusi kebun mereka. Katanya melihat kebunnya terisi penuh berbagai macam tanaman membuat hati mereka menjadi senang. Mbak Asih masih ikut dengan keluarga kami, dia masih setia membantu Bunda mengurusi pekerjaan rumah karena Ayah dan Bunda lebih sering di villa, jadi dia juga ikut ke villa.

"Ra,..?" Panggilan Bunda membuyarkan lamunanku.

"Iya Bun?" Jawabku.

"Kenapa bengong dari tadi? Ngelamunin apa?" Tanya Bunda menatapku heran.

"Gak ada Bun." Jawabku.

"Gak lucukan kamu lagi sakit tiba-tiba kesambet juga."

"Apa Bun, aku emang gak ada ngelamunin apa-apa." Elakku.

"Iya deh percaya, mau jeruk?" Tanya Bunda.

"Boleh deh."

"Dapat salam dari Ghea dan Adrian, tadi si Ghea nelpon Bunda nanyain kabar kamu. Ghea nitip pesan suruh kamu cepat balas chat dia kalau gak nanti gak akan di beliin oleh-oleh." Ujar Bunda masih sambil mengupas jeruk untukku.

"Lagi males buka handphone Bun, nanti aja aku balasnya." Ujarku lagi.

"Yaudah deh iya."

"Hmmm Ra?" Bunda memanggilku lagi.

"Apa lagi Bun?"

"Hmmm anu Ashley mau jengukin kamu, boleh?" Tanya Bunda ragu-ragu.

"Sejak kapan kalian dekat?kenapa Bunda jadi juru bicaranya sekarang?" Mendengar namanya saja buat mood ku buruk apalagi kalau sampai dia kesini menjengukku bisa-bisa dia menjadi pelampiasan kemarahanku.

About HerWhere stories live. Discover now