45|staycation

285 38 5
                                    

Staycation kali ini dilakukan di bandung atas, dimana mereka menyutujui suasana dingin dan ke alam-an untuk lokasi villa yang dipilih. Villanya sangat bagus. Cukup untuk mereka berempat. Ada 2 kamar dan 1 ruang keluarga besar. Dengan asumsi Karina mendapat kamar dalam dengan kamar mandi di dalamnya, dan Genta menempati kamar satunya yang lebih kecil. Sisanya, Yohan memaksa Om Tae untuk bisa camping bersama dia di ruang keluarga, alias tidur di lantai atau sofa. Yohan malas memilih upgrade villa dengan jumlah yang lebih banyak. Karena menurutnya, dengan interior dan fasilitas yang di dapat villa satunya tidak sebanding dengan apa yang mereka dapat dengan tipe villa yang sudah mereka pesan.

Saat mereka sampai ke villa, waktu menunjukan sudah pukul setengah empat sore. Mereka bebersih dan istirahat santai. Karina jelas langsung masuk ke kamar untuk menata barang-barangnya dan bebersih diri. Dia mandi dan mengganti bajunya dengan kaos putih oversize yang dipadukan dengan celana piyama kotak-kotaknnya. Celana itu dia beli di Chicago saat waktu itu berlibur kesana. Tenang, itu adalah liburan private yang bahkan Maminya tidak tahu. Jadi Karina tidak akan pula bertemu dengan Papinya. Dia hanya benar-benar ingin liburan dan mengenang Chicago sebagai kampung halamannya.

Saat dia keluar kamar, Karina sudah disambut dengan asap-asap yang mengebul dari luar dan dari dapur. Tidak lama cewek itu mendengar suara bersin yang luar biasa menganggetkan karena suaranya seperti suara bersin bapak-bapak.

"HUAKCHIIM!"

Demi tuhan, Karina tersentak. "HUAKCHIM—HUAKCIM" Karina penasaran dan mengintip siapa yang ada di dapur dan terus bersin tiada henti. Seketika dia sampai di dapur Karina turut bersin-bersin tiada henti.

"Hachii—hachiii—om! Kenapa sampe begini—hachii!" Karina menutup hidungnya dengan bajunya.

"Om! Itu apinya kegedean! Lagian masak apasih baunya sampe begini—hachi!"

"OHOK—OHOK! GUE MANASIN SAMBEL YANG GUE BAWA DARI JAKARTA—OHOK!" seru Yohan sesekali disela oleh suara batuk dan bersin.

Tenggorokan dan hidung mereka sangat gatal. Bahkan dapur mulai dipenuhi asap ketika Om Yohan mencoba untuk memanaskan sambel yang dia bawa dari rumah untuk bisa dimakan untuk makan malam.

"Om Tae mana?! Kenapa bisa-bisanya Om Yohan yang ada di dapur?!" tanya Karina sewot.

"Ada noh begundal lagi masak iga sama daging di luar bareng Genta! Gue juga sadar diri nggak bisa masak makanya gue mengambil inisiatif ngangetin sambel aja yang nggak bakal berakibat kebakaran!"

"uhuk—uhuk! Tapi ini apinya kegedean om! Bisa gosog juga!! Udah itu matiin apinya! Biar Karina aja!"

"Eh jangan! Gue bisa—OHOK OHOK—ET DAH! DAH LAH, NIH! LO AJA YANG MANASIN. GUE NGGAK KUAT NAPAS DISINI!" seru Om Yohan sambil memberikan sepatulanya pada Karina. Karina segera mematikan api dan melihat bagaimana kabar sambal malang yang baru saja dibakar oleh Om Yohan. Dalam hati dia merutuki inisiatifnya Om Yohan. Karina jadi dongkol. Eman banget sambel segini banyaknya tapi hampir gosong. Bahka jika dilihat lebih teliti, pinggiran sambalnya sudah mulai menghitam dan mengerak.

Yohan sedang dalam misi menyelamatkan hidungnya karena dia telah menghirup terlalu banyak asap yang bercampur denga gilingan cabe. Edan! Rasanya kayak digelitikin pake blender hidung sama tenggorokannya! Yohan memutuskan untuk keluar villa dan berjalan menuju halaman belakang. Dia bergabung dengan Om Tae dan Genta yang sedang memasak Iga dan beberapa slice daging Korean barbeque.

"Lah? Kok keluar?" tanya Om Tae yang sedang membalik daging Iga tersebut.

"Nggak kuat! Rasanya kayak mau mati! Gue kehabisan napas!" seru Yohan.

"Widih, itu manasin sambel apa lari marathon? Ampe keabisan napas begitu?" goda Genta.

"Lo manasin sambelnya sambil nyelem emang? Sampe nggak bisa napas? Manasin sambel doang kok ya lebay banget." Ucap Om Tae salty.

ErstharaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang