Bagian 6 Tuan Pembeli Tanah

502 79 25
                                    

Assalamu'alaikum. Happy reading semuanya!

Bagian 6 Tuan Pembeli Tanah

    Pirat menatap sebuah coffee shop di depannya. Pirat pikir, tuan pembeli tanahnya ini mau mengajak dia ngopi atau bagaimana? Pirat tidak terlalu doyan ngopi, paling mentok minum kopi berkafein rendah semacam latte atau kapucino. Tapi tidak apa, demi bernegosiasi dengan sang tuan pembeli tanah, Pirat mau disuruh ngopi sekalipun itu caffe americano dan espreso.

    “Hai, Pirat.”

    Pirat menoleh, mendapati seseorang yang sangat ingin dia hindari mendadak ada di sampingnya, dan jangan lupakan senyuman menawannya. Mata laki-laki itu tempat paling liar bagi Pirat. Buru-buru gadis itu mengalihkan tatapannya ke sembarang arah.

    “Oh, hai.” Pirat tetap berusaha ramah meskipun enggan. Dia Syaron, maka dengan itu Pirat merasa enggan. “Kamu ngapain di sini?” Pirat memicingkan matanya, merasa was-was apabila Syaron menguntit Pirat. Meskipun itu terdengar sangat mustahil. Melihat Syaron, Pirat jadi lebih berpikiran tak baik, menjadikan pikirannya menampung berbagai prasangka-prasangka buruk.

    “Bertemu kamu.” Pirat tidak tahan dengan senyum pria itu. Senyumnya mampu membawa Pirat pada kilas balik kejadian-kejadian yang telah lalu.

    “Maaf?” gadis itu menggeleng tak percaya, Syaron bergurau dengannya. Pirat mengangguk, dia ingin melipir ke meja terjauh dari jangkauan Syaron sebelum obrolannya merembet. Namun, baru dua langkah dia berjalan, Syaron kembali memanggilnya.

    “Pirat, kamu mau ke mana? Duduk saja di sini,” titah laki-laki berkemeja putih yang bagian lengannya dilengkis hingga siku, memperlihatkan tangan kekarnya. Pirat hampir gagal fokus.

    Pirat berbalik, menampakkan senyum tipis, “Maaf, aku ada janji temu dengan seseorang.”

    Syaron menaikkan satu alisnya, “Siapa? Laki-laki?”

    Pirat tersenyum, mungkin ini kesempatan untuknya, agar Syaron tidak lagi mencuri kesempatan bicara dengannya. Perempuan berkerudung biru pirus itu hanya sedang menyelamatkan hatinya.

    “Ya, seorang laki-laki yang sangat ingin aku temui setiap saat. Tiada masa tanpa rindu ingin bertemu.” Kutuk saja mulut penuh dusta ini. Pirat lekas beristighfar karena dia harus berbohong.

Syaron sampai menganga mendengar perkataan Pirat. Senyum laki-laki itu semakin mengembang. “Sungguh???”

Pirat mengangguk dengan mantap dan percaya diri, “Ya. Jadi, biarkan aku undur diri Tuan Syaron Soeryoningrat.”

Syaron menatap kepergian Pirat. Gadis itu benar-benar memilih tempat duduk yang jaraknya paling jauh dengan Syaron. Lelaki itu menggeleng disertai senyum tipisnya. Syaron bangkit dari duduknya dengan membawa serta espresonya, berjalan menghampiri meja Pirat dan ikut duduk di hadapan perempuan itu. Dapat laki-laki itu lihat, Pirat mengembuskan napasnya dengan cukup keras. Syaron yakin, kini gadis itu sedang menahan kekesalannya. Tetap diterbitkannya senyum menawan Syaron meskipun Pirat terlihat enggan akan kehadirannya.

“Mau kamu apa?” tanya Pirat tanpa basa-basi.

Syaron memicingkan matanya, “Ketemu kamu, Pirata Pawana.”

“Aku mau bertemu dengan seseorang.”

“Itu aku, Pirat.”

Mimpimu! maki Pirat dalam hati.

    Dengan segenap kekesalannya, Pirat mengambil gawai dalam clutch bagnya, hendak menelepon Tuan Pembeli Tanah yang belum juga datang, membuat Pirat terpaksa meladeni Syaron. Pada nada dering kedua, suara gawai milik Syaron berbunyi, membuat Pirat was-was.

Ketika Kita Bertemu Lagi [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang