Bagian 24 Cinta Akar Problematika

445 61 67
                                    

Assalamu'alaikum, Pembaca Syapir 🤎

Udah pada kangen belum sama Syapir? Langsung cus baca :D

Tapi sebelumnya, bayar parkir dulu pake vote dan komen 😍

Dan bantuin promosi cerita ini yuk, biar makin bermanfaat buat dibaca orang lebih banyak 🥰

Happy reading!

Bagian 24 Cinta Akar Problematika

Usai menetralkan emosinya, Pirat bersiap. Setelah selesai, perempuan itu keluar menuju ruang tamu, Syaron dan ibu mertuanya sudah menunggu di sana.

“Ayo berangkat,” Nyonya Atri menggandeng Pirat, mengikuti Syaron yang sedari tadi hanya diam. Bahkan, sepanjang perjalanan, jika biasanya Syaron akan banyak bicara, kali ini laki-laki itu hanya sesekali menimpali ibunya. Selebihnya, laki-laki itu lebih banyak diam.

Sesampainya di rumah sakit, Syaron tetap tidak banyak bicara. Mereka bertiga beriringan menuju kamar inap Adhisti.

“Nak, kalian mau rencana punya momongan kapan? Jangan ditunda, ya …?” tanya Nyonya Atri, kembali menggandeng Pirat sembari terus berjalan. Sementara anak laki-lakinya memilih untuk mengekor di belakang.

Mendengar pertanyaan Nyonya Atri, Pirat tersenyum kaku, gadis itu menoleh ke belakang, berharap Syaron mau menjawab pertanyaan Nyonya Atri. Akan tetapi, tidak ada harapan Syaron akan membantu menjawab, 

“Biar Allah yang ngatur, Bu.” Hanya itu yang bisa Pirat katakan.

“Ibu sudah pengin gendong cucu, hehe. Tapi jangan terlalu dipikir omongan Ibu. Yang penting kalian sehat dan bahagia, Nak. Syaron anak Ibu satu-satunya, asal kalian bahagia, Ibu juga bakal senang.”

Dulu, Pirat akan khawatir jika menikah––dia takut akan mendapatkan mertua yang galak, dan tidak pengertian. Namun, kini gadis itu sangat bersyukur karena Allah menjadikan Nyonya Atri sebagai mertuanya.

Enggeh, Bu. Aamiin.”

Mereka berhenti di depan ruang rawat inap Adhisti dan memilih untuk berhenti ketika mendengar suara Pakde Koeswan yang sedang marah-marah di dalam. Suaranya terdengar keras.

“ANAK KURANG AJAR!! HILANGKAN PERASAAN HINAMU ITU DARI KEPONAKANKU!!”

“Bapak, Disti enggak bisa …,” terdengar suara lirih Adhisti.

Di sampingnya, Nyonya Atri memandang Pirat dengan kernyitan dan raut cemas serta bingung. Namun yang lebih kentara adalah raut terkejut.

“JANGAN SAMPAI EYANGMU TAHU KALAU CUCU PEREMPUANNYA NYENENGI CUCU LAKI-LAKINYA!!!! GUSTIIIII!!! DISTI DISTI DISTI!!!”

Brak!

Nyonya Atri mendorong pintu dengan paksa setelah mendengar percakapan di dalam kamar. Pirat dan juga Syaron ikut masuk. Hal itu membuat dua orang yang ada di dalam terkejut. Hanya ada Adhisti dan Pakde Koeswan. Bude Tya sedang ke kantin rumah sakit, sementara Devi belum datang karena dia harus sekolah.

“Atri …,” Pakde Koeswan menatap ketiga orang yang baru saja datang.

“Maksudmu apa tadi, Mas?” tanya Nyonya Atri menuntut penjelasan.

Pirat menatap Syaron yang hanya diam saja. Perempuan itu sejatinya sudah sangat gemas karena Syaron tidak mau mengambil tindakan untuk meredakan suasana yang tegang. Tetapi, Pirat juga tidak tahu harus melakukan apa?

“Atri, aku …,” Pakde Koeswan mendekati adik perempuannya dengan tatapan frustasi. Pria setengah baya itu bingung ingin mengatakan dan menjelaskan mulai dari mana, Ia sendiri merasa buntu dan terkejut mendengar pengakuan putri sulungnya. Adhisti mengakui bahwa dia mencintai Syaron, sehingga melakukan tindakan nekat yang membahayakan nyawanya sendiri. Dan sebagai orang tua, sebagai seorang ayah, sekaligus sebagai laki-laki, Pakde Koeswan merasa yang telah Adhisti lakukan adalah sebuah kesalahan. Namun, alih-alih menyalahkan Adhisti dengan keras, pria itu ikut menyalahkan diri sendiri yang telah merasa gagal mendidik anak.

Ketika Kita Bertemu Lagi [End]Where stories live. Discover now