24 | Pdkt kembali

284 17 0
                                    

Aku tiba di kantor lebih dini. Diaz memintaku merevisi beberapa dialog atas permintaan Dzaki.

Hanya ada suara keyboardku memenuhi ruangan. Seperti yang kalian tau, anak anak di kantor sepakat untuk menentukan jam masuk sendiri. Kalau pekerjaan belum kelar, resiko sendiri kalau sampai lembur. Dan Agus adalah salah satu orang yang langganan lembur di divisi empat.

Aku menggeliat dari kursi setelah hasil revisian script itu selesai ku print. Luka di lenganku lumayan berdenyut, tapi itu membuatku terjaga dan terhindar dari kantuk.

Aku berjalan ke arah jendela kantor yang pemandangannya langsung menunjukkan area parkiran motor. Aku bermaksud untuk mencari udara segar, namun mataku melihat pemandangan janggal, aku mendapati Diaz sedang bersitatap dengan Dimas. Aku tidak bisa melihat dengan jelas ekspresi kedua laki-laki itu,  Namun gestur Dimas jelas-jelas menunjukkan kalau laki-laki itu tidak nyaman di pelototi oleh Diaz, apalagi Diaz terlihat mendorong bahu Dimas dengan kasar. Jelas yang mereka lakukan bukan basa-basi.

Sesaat kemudian Mas Boim datang, dan menarik Diaz dari laki-laki yang sedang aku coba dekati lagi. 

Aku kembali duduk, berusaha senormal mungkin. Sesaat kemudian Diaz dan Mas Boim muncul dari lift, wajah Mas Boim jelas menunjukkan raut marah ke arah Diaz. Jadi ku putuskan untuk menunduk dan bersembunyi dibalik sekat.

"Tunggu Az, omongan gue belum selesai-" Mas Boim terdengar meninggikan suaranya, mungkin karena ia melihat kantor masih sepi, padahal aku sedang bersembunyi disini.

"Lo tau sendiri, Dimas itu sebangsat apa Im." Apa katanya? Aku tidak pernah mendengar Diaz menghina orang dengan sebutan sekasar itu. Apalagi yang ia layangkan kata-kata itu adalah Dimas, aku pikir Diaz tidak mengenal Dimas dengan baik.

"Iya, iya gue tau. Tapi kita gak boleh gegabah, lo tau kan apa yang bisa dilakuin manusia kayak dia ke perusahaan kecil kita?" Aku tidak mendengar sahutan lagi dari Diaz. Namun langkahnya terdengar mendekat, jadi ku putuskan untuk pura-pura tidur. 

Aku bisa merasakan tubuh Diaz berhenti di belakangku. Sial, apa dia sedang menilik wajahku, dan memastikan apakah aku ini benar-benar tidur? 

Diaz mencondongkan tubuhnya ke arahku, aku langsung mati kutu mendengar dengusan nafasnya menerpa lembut tengkukku. Dia mau apa sih? atau jangan-jangan Diaz mau menciumku ala ala drakor yang sering aku tonton. Tapi kenapa dia mau menciumku? dengan tujuan mesum? aku mencoba mati-matian untuk tetap di posisiku, atau aku pukul saja wajahnya? 

"Bangun bego! kita mau syuting!" Aku nyaris menjerit, dan langsung terperanjat karena terkejut. Tadi itu suara Diaz ? kenapa terdengar berbeda dari biasanya. Aku mendongak dan mendapatinya sedang membetulkan posisi masker. 

Whatt???!! 

Aku berusaha untuk menunjukkan sleepy eye terbaikku, sebenarnya aku lebih ingin menunjukkan wajah kecewaku. Apa tadi Diaz membuka sampai membuka masker untuk mebangunkanku? lalu kenapa ia buru-buru menutupnya padahal ia tidak punya alasan lagi untuk memakai masker, terlebih lagi kami cuma berdua disini. 

Aku putuskan untuk berdecak kecil. Dan mengulat tubuh seakan-akan baru saja tertidur lama.

Setelah menaruh kemeja luaran dan tas miliknya, Diaz langsung ngacir pergi. Aku menatap punggungnya, pikiranku melayang lagi mengingat percakapan kecil antara Diaz dan Mas Boim. 

"Gak usah diliatin segitunya kali, katanya mau balikan sama yang dulu." Aku menatap Agus dengan wajah sengit, sejak kapan manusia itu sudah duduk manis di mejanya? aku juga tidak sadar anak-anak divisi empat sudah berdatangan. 

Aku menyambar script yang baru ku revisi dan buru-buru ngacir sebelum Agus meneriakiku dengan kata-kata yang menarik perhatian anak-anak kantor. 

Untungnya Agus tidak berniat menggodaku lagi. Dan akhirnya aku tiba di studio. Aku mendapati Mas Boim sedang asik menyesap kopinya, aku hendak tersenyum padanya namun ia buru-buru membuang muka. 

UNTOUCHABLE EX !Where stories live. Discover now