35 | Cemburu

456 26 0
                                    

Aku menaruh barang bawaan di area kumpul divisi empat, tempat ini benar-benar keren, aku takjub menatap pemandangan di depan mata, melihat sungai berarus sedang di bawah sana, rasa takutku seketika hilang.
 
"Daebaak!" Celetuk Mba Runi yang tampak kegirangan. "Gue sih mau aja seminggu disini."

"Idihh, kalo gue sih ogah mbak," Sambung Agus, menyajari aku dan Mba Runi yang masih ternganga-nganga dan terpesona dengan pemandangan ini. "Nasib cewek-cewek gue gimana  hidup tanpa gue."

"Bahasa lo kayak, si paling banyak punya betina aja!" Sergah Mba Runi, auto badmood mendengar celetukan Agus, aku ikut ngacir, meninggalkan Agus yang sengaja memasamkan wajahnya.

"Guys, kita istirahat sebentar, setelah itu langsung kumpul pertim ya!"

"Siap Im!" Agus mengacungkan jempol, semua orang bertepuk tangan, aku tidak pernah menyadari kalau keempat divisi digabungkan akan seramai ini.

"Lo udah sarapan Sa?" Mas Boim mendekat, ia membawa sebungkus roti dan susu di tangannya.

"Ini gue mau bongkar tas dulu," Mas Boim menghentikan gerakanku saat hendak mengobrak-abrik isi tas.

"Buat lo, gue gak mau penyakit lambung lo kambuh di tengah acara hari ini." Aku menerima sodoran roti dan susu dari Mas Boim, untuk sekedar menghargai perhatiannya, yang aku yakin tak lebih karena ia takut acara akan berantakan karena karyawan barunya penyakitan.

"Thanks ya Mas."

"Santai."

"Sejak kapan tu manusia bisa perhatian sama orang?" Mba Runi ikut nimbrug denganku, ia berbisik begitu melihat Mas Boim melangkah pergi.

"Sejak gue jadi manusia paling ngerepotin di kantor ini."

"Banyak yang kayak lo, tapi gak dapet perhatian khusus tuh, bahkan tahun kemaren ada yang kesurupan tuh di depan dia, dan langsung di pecat."

"Ah? yang bener mbak?"

"Iya, soalnya kesurupannya pas dia di tanya perihal duit kantor yang hilang."

Aku memutar bola mata ke atas, " Lo sama Agus sebenarnya sama aja Mbak!."

"Sa!"

"Nah panjang umur tuh bocah." Aku menoleh dan mendapati Agus membawa beberapa cemilan dan minuman di tangannya.

"Gilaa, bekel lo banyak juga." cela Mba Runi, yang sebentar lagi aku yakin akan merebut satu dua cemilan yang di dekap Agus.

"Bukan punya gue, di titipin Diaz, katanya buat lo nih!"

"Kenapa bukan dia yang kasih langsung?" Aku celingukan, mencoba menemukan sosoknya, namun urung karena gerombolan orang-orang yang asik berselfie ria di depanku menghalangi pandangan.

"Udah, jangan banyak tanyak deh, mau lo ambil ga nih? atau lo mau kasih gue aja?" Aku menatap roti dan susu di tangan, melihat tubuh Agus yang kurus dan kurang asupan, aku putuskan untuk menghibahkan saja semua itu padanya.

"Buat lo aja, lagian udah di kasih Mas Boim nih tadi."

Agus langsung kegirangan, meskipun hanya sesaat, karena setelahnya ia gelud dengan Mba Runi, memperebutkan siapa yang berhak mendapatkan cemilan yang ini dan yang itu, aku puas terpingkal melihat ekspresi Agus saat Mba Runi berhasil merebut satu cemilan paling besar.

"Kenapa jadi kalian yang rebutin tuh cemilan, bukanya gue suruh kasih Kansa?" Kedatangan Diaz membuat pertempuran sengit antara kedua rival itu tertunda. Mba Runi menatap segan pada Diaz , sementara Diaz menatapku untuk meminta penjelasan.

"Gue gak suka nyemil, lagian tadi udah di kasih ini sama Mas Boim, gak papa kan berbagi sama temen sendiri." Aku langsung mendapat tatapan sengit dari kedua matanya yang bisa diibaratkan setajam silet.

"Udah siniin!" Diaz merebut cemilan itu dari tangan Agus, "Yang itu buat lo aja mbak."

"Thanks!" Seru Mba Runi, sambil meledeki Agus yang wajahnya langsung berkabut.

"Dasar pilih kasih!" Seru Agus, tak terima atas perlakuan Diaz.

Sementara aku jadi merasa nelangsa, menilik sifat Diaz yang berubah sejak kemarin. iya, aku tau mungkin ini juga salahku karena menggantungkan perasaannya , tapi kan aku sudah jelaskan kalau aku ini butuh waktu buat berpikir. Ya bukan berarti aku tidak ingin ia seperti dulu, penuh perhatian padaku.


***
Akhirnya acara hari ini resmi di mulai, semua orang mulai berpencar untuk melakukan kegiatan outbond yang sudah dibagi tim perdivisinya. Aku mengekor pada Mas Abe dan Agus, sebagai orang yang diberi kepercayaan oleh anak-anak divisi untuk menjadi tim rafting, sebisa mungkin aku menunjukkan bahwa aku siap. Meskipun saat mendekat ke air, rasa percaya diriku jadi menyusut, suara deburan arus sungai membuatku takjub sekaligus ngeri.

"Pakai Sa." Mas Abe menyodorkan semacam helm dan pelampung padaku, juga menyerahkan sebuah dayung.

"Keren juga gua." Agus berdiri dengan gayanya bak ksatria pemimpin perang, ia merangkul Mas Abe, saling menyemangati.

"Foto dulu." Mas Boim menyorot kami semua dengan sebuah kamera, seperti kebanyakan orang, saat di sodori kamera, jiwa narsis auto melonjak, bahkan orang yang lagi sakit gigi pun rasanya sanggup tersenyum agar muka tetap on point. Ibarat aku yang sedang menyembunyikan rasa takutku dengan tersenyum sebahagia Agus saat ini.

Aku merasakan bahuku di rengkuh, aku menoleh untuk melihat siapa pelakunya, dan perasaanku langsung meloncat begitu wajah manis Diaz dengan lesung pipi tipisnya itu tersenyum ke arah kamera.

"Ekhmm!" deham Agus, berusaha mengalahkan suara arus sungai, agar semua orang menyadari perlakuan halus Diaz padaku, yang ku pastikan juga membuat kedua pipiku kini merona . Mas Boim menurunkan kamera setelah mengabadikan satu dua momen dalam jepretannya.

"Gantian Az, gua juga mau foto sama mereka." Diaz melepas rangkulannya, lalu menerima uluran kamera dari tangan Mas Boim.

Mas Boim mengambil posisi di sebelahku, menggantikan Diaz, namun apa yang dilakukan anak ini setelahnya, bisa kulihat membuat raut wajah Diaz berubah merah padam, dagu Mas Boim jelas di letakkan diatas kepalaku, karena tubuhku yang super pendek, itu memudahkannya mengambil pose super ambigu begini.

"EEEKHHMM!" Kali ini dehaman Agus tak terkontrol, hingga beberapa anak dari divisi yang awalnya sibuk masing-masing, menoleh untuk melihat apa yang terjadi. Aku mendapati Mega, menatapku sejurus penuh kebencian, aku tau anak itu tidak menyukaiku, tapi kali ini tatapannya lebih mengerikan dari biasanya.

"Mas, yang bener dong posenya." Aku merasa lega karena ia menuruti kata-kataku dan langsung merubah gayanya, Namun kali ini semua orang makin tercengang, Mas Boim memang merubah posenya, dengan sebuah rangkulan, namun bukan satu tangannya yang merangkulku, melainkan dua tangannya yang langsung melingkar di tubuh kecilku!.

"WOOOOWW! WOWWW! " jerit Agus, kali ini semua orang di tempat itu mungkin bisa mendengarnya

"Ayo dong, lama banget jepretnya." Entah dengan terpaksa atau tidak, Diaz akhirnya memotret satu dua kali, lalu melenggang pergi tanpa menyemangati tim rafting milik divisinya sendiri. Aku menatap punggungnya yang mulai menjauh, seketika hatiku terasa runyam.

"Cemburu tuh anak orang, bukan dia yang resek, tapi lo!" Aku menggetok kepala Agus dengan dayung, untuk anak itu pakai helm,kalau tidak mungkin saat ini ia sudah gegar otak. 

UNTOUCHABLE EX !Where stories live. Discover now