29 | Healing

314 18 1
                                    

Aku menggeliat dari kasur empuk Dara, dengan mata yang masih agak berkunang aku memandangi jam dinding yang bertengger tepat di depan mataku. Pukul 9.30, ini udah jam masuk kantor! Aku belum punya jatah cuti, bisa-bisa aku dipecat karena bolos . Tapi aku juga belum punya keberanian untuk datang ke kantor, mengingat semua anak-anak divisi empat menjadikan kejadian memalukan kemarin sebagai tontonan gratis sekaligus gosip terbaru yang akan bertahan beberapa minggu ke depan. 

Aku mengecek ponsel, dan mendapati pesan dari Agus yang di tulis dengan heboh. 

Agus
DIMANAPUN LO SEKARANG, JANGAN ADA NIATAN BUAT KE KANTOR! GOSIP HEBOH BANGET! GUE PENGEN BUNUH DIRI DENGERNYA! nb : kalau balik nanti jangan lupa oleh-olehnya. 

Aku tersenyum kecut membaca pesannya. Dengan berat hati aku menyingkap selimut dan mendapati Dara keluar dari kamar mandi, plus dengan make up lengkapnya. 

"Pagi-pagi lo mau kemana?!" Aku yang masih ileran jadi takut ditinggal sendirian. 

"Gue ada janji sama Anwar buat ngecek catheringan." 

"Cih, Sahabatnya baru aja ditipu, lo malah enak-enakkan ngurusin nikahan." Aku meringsut lagi di balik selimut, Dara menariknya dan mencak-mencak menyuruhku menyusul mandi. 

"Yaudah, biar lo tau ribetnya ngurus nikahan, lo gue ajak!" 

"Dih ogah." Aku memunggungi Dara dengan kesal. 

"Yaudah, pulang lo sana!" 

***

Aku berakhir menjadi obat nyamuk diantara Dara dan Kak Anwar. Dara memang pandai mengancamku, dan aku juga tau Dara hanya tidak ingin aku mengurung diri seharian karena masalah yang menurutnya sepele. 

"Ini gak enak," Aku memperhatikan pasangan itu sedang sibuk beradu argumen masalah desert apa yang akan mereka pilih. 

"Bukan gak enak, lo nya yang gak suka rasa durian!" sergahku, Kak Anwar mengangguk setuju. "Buat gue sih enak-enak aja." Aku mengunyah kue kecil itu dengan muka penuh kelegaan, membuat Dara memonyong-monyongkan bibirnya sambil menggerutu. 

"Yaudah deh, aku setuju sama pilihan kamu aja sayang." Kak Anwar mengelus lembut rambut Dara, membuatku kegerahan. 

"Yee, tau gitu kita gak usah ikutan kak!" Dara meledek ke arahku sambil mencium Kak Anwar, kalau saja calon suaminya bukan sultan yang kebetulan bawa-bawa satu pengawal yang lagi mojok mengawasi kami, sudah ku lempari sendal calon istrinya itu. 

"Sa, daripada lo protes mulu, mending lo main ke pantai di depan hotel tuh, ada restaurant enak, lo belum makan siang kan? nih." mataku berbinar menatap lembar-lembar uang seratus ribuan yang disodorkan Kak Anwar padaku, rasanya kekecewaanku lenyap karena di traktir oleh orang tajir ini. 

"Anggap aja hadiah ulang tahun dari gue." 

"Udah buruan sana! mayan tuh buat healing." aku mengangkat alis, menyisyaratkan pada Dara kalau dia memegang rekor orang paling beruntung di dunia ini. 

Aku meninggalkan mereka yang kini sibuk mencicipi minuman, mereka terlihat serasi, aku merasa lega Dara mendapatkan orang yang tepat. Apa sebaiknya aku juga mencari jodoh yang tajir melintir seperti Kak Anwar? Aku rasa semua dosa yang dilakukan Kak Anwar akan termaafkan karena dia kaya raya. 

Aku melenggang ke arah pantai. Kebetulan hotel tempat Dara melangsungkan pernikahan memang terletak di pesisir pantai. Hari ini cuaca hangat, meskipun awan mendung dimana-mana. 

Baju kemeja putih yang aku pinjam dari Dara terlihat kebesaran dari pantulan kaca bangungan sebrang. Resiko kalau aku menginap di tempatnya dan ada rencana keluar, cara berpakaianku akan sebelas dua belas dengannya. Kemeja kedodoran dan celana pendek, rambut di cepol juga tas jinjing kecil yang sebenarnya cuma berisi dompet dan ponsel. 

UNTOUCHABLE EX !Where stories live. Discover now