BAB 37 - Mereka Balikan?

488 37 11
                                    

"Dua orang yang saling mencintai saja tidak menjamin akan berakhir bersama."

***

TIBA-TIBA saja setelah dari kantin Aubin mengajak Livia ke rooftop, katanya ingin suasana yang sedikit tenang karena memang kelas mereka terlalu ramai. Ada yang bermain bola di kelas, konser dengan suara milik Melvi, sedangkan Ghani dan Akfa yang menjadikan sapu dan meja sebagai alat musik.

Hari ini Adriano tidak berangkat tanpa keterangan, Livia sudah berulang kali menelepon dan mengirimkan pesan, tetapi tidak ada balasan. Ia sudah bertanya pada Aubin, tapi katanya; dia telat, kesiangan jadi nggak berangkat.

Meskipun tidak sepenuhnya bohong karena Adriano bangun jam delapan, kepalanya langsung pusing bahkan sampai muntah gara-gara mabuk parah semalam.

"Lo lagi ada masalah Vi sama Adrian?" tanya Aubin menguak info.

Ia tidak memberi tahu jika semalam Adriano mengamuk, mabuk berat sembari menyebut-nyebut nama Livia. Aubin penasaran masalah apa yang membuat Adriano sehancur itu, semalam bertanya pun belum terjawab karena Adriano masih setengah sadar setengah tak sadar. Percuma saja bertanya dengan orang mabuk, yang ada dijawab nyeleneh.

"Enggak kok, emangnya kenapa, Bin?"

"Nggak apa-apa sih kirain gara-gara kemarin Ghani nolongin lo jadinya marahan."

"Lo tau nggak Vi, lo cewek pertama yang dibonceng motor sama Adrian."

"Glenca?"

"Dia mana mau dijemput pake motor, pernah tuh sekali waktu Adrian jemput pake motor udah sampe rumah Glenca dia gak mau bonceng. Berakhir Adrian yg balik ke rumah buat ambil mobil."

"Sampai segitunya? Emangnya kenapa nggak mau?" heran Livia. Ya, ia paham betul jika Glenca ini selalu tampil glamor dan mewah. Tapi kan motor Ninja Adriano juga sudah termasuk mewah.

"Tau, takut kebakar kali," jawab Aubin asal.

"Vampir itu mah."

"Mungkin aja, dia kan putih banget siapa tau kan dia sebenarnya keluarga Agra sodaranya si Tristan."

Tawa Livia pecah mendengar itu, tangannya memukul-mukul lengan Aubin — kebiasaan perempuan saat tertawa. Livia memang sereceh itu.

"Vi, lo sayang banget ya sama Adrian?"

Livia menghentikan tawanya, kepalanya menoleh sebentar sebelum menatap lurus ke depan seperti sedang menerawang jauh. Angin sepoi-sepoi menerbangkan rambutnya yang tidak ikut terikat.

"Menurut lo gimana?" tanya Livia balik dengan tatapan berubah sendu.

"Ya, sayang."

Livia mengangguk membenarkan jawaban itu. "Sayang, Bin. Gue cinta sama dia ..."

Livia menceritakan awal mulanya ia hanya penasaran dan selalu kepikiran dengan ucapan Nadil dan Gina kala itu.

"Jadi, di tempat magang gue kan ada yang dari SMK Gemilang, namanya Echa sama Melvi. Tiba-tiba Melvi nanya gini, 'temen lo ada yang namanya Livy?' Otomatis gue ngangguk dong. Eh si dia minta ditunjukin orangnya kek gimana, setelah gue tunjukkin foto Via, dianya ngomong gini. 'Pantesan Adriano cinta sama dia'," jelas Nadil.

"Rasa penasaran gue berawal dari itu, dari yang sebelumnya gue nggak peduli sikap dia ke gue, gara-gara itu gue mulai merhatiin perlakuannya yang beda ke gue. Saat itu gue baru sadar kalo sikap dia emang semanis itu dari dulu."

"Cewek mana sih Bin yang nggak akan baper kalo di treat sebaik itu? Gue juga punya hati kali, wajar kan, Bin kalo gue baper?"

"Tapi saat itu gue masih tetap berusaha menepis pikiran gue, karena gue tahu kemungkinan besarnya gue nggak bisa sama dia."

Pelangi Tanpa Warna (SMK Story) ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang