Demam vs Mual

11.5K 910 36
                                    

Memandangi lekat wajah yang saat ini begitu dekat dengan kedua matanya memerah, efek panas yang kini menyerang tubuhnya juga karena ia menahan air matanya.

Rasa benci, kesal dan amarahnya meluap, hilang entah kemana. Berganti dengan perasaan hangat membuat air matanya mengalir begitu saja tanpa seijinnya.

"Adek, kenapa? Pusing?" Selesai melepaskan sepatu yang tadi masih sang anak pakai, menyisakan kaus kaki membalut sempurna bagian bawah anggota tubuh Chenle.

Duduk ditepian ranjang, bersandarkan pada headboard. Mark menggerakkan tangannya, memijat pelan, penuh kasih sayang tepat dibagian kening anak semata wayang. Suhu tubuh malaikat kecilnya yang tengah diatas rata-rata seketika tersalurkan saat tangan itu menyentuhnya.

"Daddy," panggil Chenle pelan. Kepalanya sedikit mendongak, tatapan ayah dan anak itu pun saling bertemu.

Deheman dari Mark bersamaan dengan senyuman lembut dari sang ayah berhasil Chenle dapatkan tanpa sadar membuatnya semakin merasa bersalah.

Teringat akan sikap juga sifatnya beberapa hari belakangan yang selalu acuh tak acuh terutama pada Mark. Belum lagi dalam kepalanya terngiang penjelasan dari Jisung yang tak sengaja didapatkannya memberitahu tentang kondisi kesehatan sang ayah.

"Kenapa nangis, hm?" Mark bertanya sedikit panik melihat kedua mata yang begitu ia puja karena selalu menampakkan binarnya perlahan meneteskan air matanya.

Chenle diam, menikmati setiap sentuhan lembut yang Mark berikan disertai isakan tertahan.

"Daddy, hiks." Tak tahu apa yang harus dilakukan serta Chenle yang tak tahu harus mengungkapkan perasaannya kali ini seperti apa. Pelukan hangat begitu erat pun Mark berikan.

"Tidur lagi aja, ya? Biar pusingnya hilang." Yang Chenle tahu semenjak ia mulai beranjak dewasa seharusnya perlakuan seperti ini dirinya dapatkan dari sosok sang ibu. Tapi, justru Chenle mendapatkannya dari Mark, sang ayah.

"Jiu ada pemeriksaan hari ini bareng Bubu sama Yaya. Kamu nggak tahu? Aku pikir Jiu lagi sakit."

Begitu jelas perkataan yang Jisung lontarkan melekat dalam ingatan.

Daddy sakit apa?

Jangan sakit. Chenle terus membatin membuat air mata dan isak tangisnya semakin keluar.

Mencoba tidak percaya bahkan terus menyangkalnya tetapi penjelasan yang Jisung berikan sangat terasa begitu meyakinkan.

"Hiks." Mark semakin mengeratkan pelukannya, kedua tangan tak berhenti memberi elusan lembut, menenangkan. Membiarkan Chenle menangis dalam dekapan, mengeluarkan semua rasa sakitnya.

"Daddy nggak akan kemana-mana. Di sini terus sampai adek sembuh," tutur Mark.

Mau bagaimana pun dan semarah apapun Chenle padanya, Mark tetap yakin dan percaya jika Chenle akan selalu membutuhkannya. Seperti sekarang.

🐻

"Ada aku nanti yang bakal terus disamping Chenle sampai dia selesai ikut lombanya, Mas."

Tadi pagi sebenarnya Mark sudah banyak sekali melarang untuk Chenle tetap di rumah, sengaja tidak memberikan anaknya ijin untuk tetap mengikuti perlombaan yang diadakan pihak sekolahnya, karena Mark melihat keadaan Chenle tidak bisa disebut baik. Ia dapat mengetahui secara pasti, Chenle sedang sakit. Firasatnya, terbukti kini.

"Kemana kamu sampai saya tahu Chenle sakit dari orang lain?" tanya Mark kepada Haechan yang sedang berdiri tepat dihadapannya.

"Aku—" Menjeda ucapannya, Haechan sejenak mengatur napas. "Tadi ke toilet sebentar karena tiba-tiba merasa mual banget. Maaf, Mas," jelas Haechan jujur.

(✔) Malaikat Kecil [Markhyuck] Where stories live. Discover now