Tertunda atau Tidak Bisa

9.7K 837 39
                                    

Ranjang yang menjadi tempat Haechan mengistirahatkan tubuhnya semakin terasa luas dan begitu dingin. Jika biasanya, hawa hangat akan menerpa disertai pelukan hangat setiap malam menjelang tidurnya, ia dapatkan dari sosok sang suami kini Haechan kembali tidur sendiri.

"Bagus kamu punya sifat kaya gitu? Berani bohong terutama sama suami kamu." Pandangannya yang tajam menyorot penuh ke wajah Haechan.

"Dulu, aku kira punya banyak uang, punya harta bahkan punya segalanya bisa buat aku merasa bahagia—"

"Bahagia karena kamu bisa beli segalanya?" Mark memotong perkataan Haechan untuk kemudian bertanya.

Wajah Mark semakin menampakkan jelas ekspresi tidak suka ketika mendapati sang istri memberi anggukan sebagai jawaban.

"Terus kenapa sekarang nggak balik lagi ke pekerjaan kamu itu? Masih mau, 'kan?" Gelengan Haechan berikan, menolak keras penawaran itu. Jika dulu, Haechan menyukai pekerjaannya sebagai publik figur yang namanya dikenal sampai memiliki jutaan penggemar.

Bergelimang harta dan kekayaan nyatanya tidak bisa selamanya membuat seorang Seo Haechan merasa bahagia. Ada kekosongan dalam hatinya yang tidak bisa ia isi dengan rasa apapun selain kehangatan sebuah keluarga.

"Nyesal keluar dari pekerjaan kamu dan malah pilih hidup bareng saya urus Chenle?" Kembali, gelengan kepala sebagai tanggapan yang Haechan berikan. Sulit rasanya untuk Haechan sekedar membuka suara karena kini tanpa diminta air matanya kembali turun. Hatinya begitu sesak mengetahui selama ini keputusannya dahulu sangat salah besar.

"Seharusnya, aku turuti kemauan kamu dari dulu, Mas," cetus Haechan bersamaan dalam ingatan masih terus terngiang kejadian yang menimpanya beberapa jam lalu.

"Saya mau ke rumah Bubu. Kamu tidur duluan, nggak usah tunggu saya pulang." Mark berpamitan setelah dirinya selesai dengan berbagai ucapan panjang lebarnya ia berikan kepada Haechan.

Sedikit kesusahan mengubah posisinya agar duduk tetap diatas ranjang dengan bersadar pada headboard. "Mau dielus, kak Mark," katanya dengan kembali tangan itu tergerak menghapus air matanya. Haechan cengeng sekali.

"Adek kalau mau sesuatu yang Mommy bisa sendiri, dong!" Haechan frustasi, keinginan yang tiba-tiba datang terkadang membuat Haechan kesulitan sendiri. "Mas Mark, adek bayinya mau dielus. Mau peluk, hiks."

Semakin menggebu-gebu perasaan ingin bertemu dan bisa memeluk Mark sepuas hati, mendapat perlakuan sangat membahagiakan dari Mark membuat Haechan ingin lagi malam ini.

🐻

"Kaku banget? Masih mati rasa nggak?"

"Kita ke dokter aja, kakak mau, ya?"

Dua pertanyaan yang Mark dapatkan dari Jaehyun dan Taeyong, ia jawab dengan menggelengkan kepalanya. Kondisinya sudah baik.

"Kamu kasih tahu Haechan mau ke sini?" tanya Taeyong.

"Udah cerita semuanya sama dia tentang ini?" timpal Jaehyun.

Kedua mata itu berkedip cepat guna menahan air matanya agar tidak keluar. Mark tidak mau menangis.

"Mark takut," lirihnya kemudian.

Memilih pulang ke rumah pertamanya bukan sekedar untuk Mark melepas rindu tapi juga karena mendadak sakit itu datang lagi membuat separuh bagian tubuhnya terasa kaku bahkan sulit digerakkan. Rumah dimana Jaehyun dan Taeyong berada menjadi solusi satu-satunya bagi Mark.

(✔) Malaikat Kecil [Markhyuck] Where stories live. Discover now